Pengguna:FelixJL111/Test8: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 19:
Awalnya dibentuk pada tahun 1908 dengan nama [[Perhimpunan Indonesia|Indische Vereeniging]] (Perhimpunan Hindia) oleh [[Soetan Kasajangan Soripada]] dan [[Noto Soeroto]] sebagai wadah pemersatu para pelajar Hindia di perantauan [[Belanda]], sejak tokoh [[Tjipto Mangoenkoesoemo]] dan [[Soewardi Soerjaningrat]] dari [[Tiga Serangkai]] masuk menjadi anggota perkumpulan ini pada tahun 1913, Indische Vereeniging juga mulai digunakan sebagai forum untuk bertukar pendapat dalam ranah politik.<ref>{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2020-02-12|title=Perhimpunan Indonesia: Organisasi Pertama yang Pakai Istilah Indonesia Halaman all|url=https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/12/200000869/perhimpunan-indonesia-organisasi-pertama-yang-pakai-istilah-indonesia|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2023-06-08}}</ref> Pada bulan September 1922, perkumpulan ini secara resmi mengganti namanya menjadi [[Indonesische Vereeniging]], menjadikan perkumpulan ini sebagai organisasi pertama yang resmi menggunakan nama "[[Sejarah nama Indonesia|Indonesia]]". Indonesische Vereeniging secara resmi berkecimpung dalam ranah politik dengan tujuan mempropagandakan kemerdekaan [[Hindia Belanda]]. Pada tahun 1925, perkumpulan ini berganti nama menjadi [[Perhimpunan Indonesia|Perhimpoenan Indonesia]] ([[Ejaan yang Disempurnakan|EYD]]: "Perhimpunan Indonesia"), yaitu menggunakan terjemahan [[bahasa Melayu]] [[Ejaan Van Ophuijsen|ejaan van Ophuijsen]] dari nama sebelumnya sebagai nama resmi organisasi tersebut.<ref>[http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0510/28/opini/2156298.htm Revitalisasi Keindonesiaan]{{Pranala mati|date=Mei 2021|bot=InternetArchiveBot|fix-attempted=yes}}, Kompas 28 Oktober 2005</ref>
 
[[Berkas:Mohammad Yamin, Pekan Buku Indonesia 1954, p251.jpg|jmpl|278x278px|[[Mohammad Yamin]], tokoh pengusul [[bahasa Melayu]] ([[bahasa Indonesia]]) sebagai bahasa persatuan.]]
Selain organisasi-organisasi pergerakan nasional tersebut, beberapa gerakan kepemudaan juga muncul untuk menampung kebutuhan berorganisasi para pemuda dari [[kelompok etnik]] atau kelompok agama tertentu di Hindia Belanda, seperti [[Jong Batak|Jong Bataksbond]] (Persatuan Batak Muda), [[Jong Sumatranen Bond|Jong Sumatranenbond]] (Persatuan Orang Sumatra Muda), [[Jong Java]] (Jawa Muda), [[Sekar Rukun|Sekar Roekoen]] ([[Ejaan yang Disempurnakan|EYD]]: "Sekar Rukun"), [[Jong Islamieten Bond|Jong Islamietenbond]] (Persatuan Muslim Muda), [[Jong Ambon]] (Ambon Muda), [[Jong Minahasa]] (Minahasa Muda), dan Jong Celebes (Sulawesi Muda). Meskipun demikian, banyaknya kelompok-kelompok yang bersifat kedaerahan melahirkan gagasan bahwa kelompok-kelompok tersebut harus berkumpul dan mendiskusikan kerja sama di antara kelompok-kelompok tersebut, yang sebenarnya memiliki cita-cita kebebasan yang sama. Pada tanggal 30 April hingga 2 Mei 1926, gerakan-gerakan kepemudaan mengadakan suatu [[kongres]] para pemuda, yang saat ini disebut [[Kongres Pemuda|Kongres Pemuda I]], yang dipimpin oleh [[M. Tabrani|Mohammad Tabrani]] di Vrijmetselaarsloge ("[[Loji]] [[Tarekat Mason Bebas]]", saat ini menjadi Gedung [[Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional|Badan Perencanaan Pembangunan Nasional]]). PadaRapat pertemuanpertama hariyang pertama,diadakan pada tanggal 30 merekaApril membahas tentang pentingnya kerja sama dan persatuan antarperhimpunan kepemudaan dan berbagai cara melepaskan diri dari [[Kolonialisme|penjajah]]. Kemudian pada harirapat kedua, yaitupada tanggal 1 Mei, mereka membahas tentang pentingnya peran [[perempuan]] dalam perjuangan mencapai kebebasan dan kemerdekaan. Lalu rapat ketiga pada hari terakhir, mereka membahas tentang bahasa persatuan dan [[agama]].<ref name="kongres-1" /><ref name="pemkot-surakarta">[https://surakarta.go.id/?p=27220 Kongres Sumpah Pemuda - Pemerintah Kota Surakarta].</ref> Pada pertemuan hari terakhir itulah, [[Mohammad Yamin]] dari [[Jong Sumatranen Bond|Jong Sumatranenbond]] mengemukakan usulnya untuk menggunakan [[bahasa Melayu]] sebagai bahasa persatuan, meskipun kemudian dikritik oleh Tabrani yang menginginkan agar bahasa persatuan disebut [[bahasa Indonesia]].<ref>{{Cite web|date=2019-11-23|title=Mohamad Tabrani: Pelopor Bahasa Indonesia|url=https://republika.co.id/share/q1e9ac257|website=Republika Online|language=id|access-date=2023-06-09}}</ref> Di akhir pertemuan, mereka sepakat bahwa seluruh rakyat dan gerakan perjuangan Hindia Belanda perlu menanamkan semangat kemerdekaan dan persatuan sebagai cita-cita bersama.<ref name="kongres-1">{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2021-12-29|title=Kongres Pemuda I: Latar Belakang, Tujuan, Ketua, dan Hasil Halaman all|url=https://www.kompas.com/stori/read/2021/12/29/090000779/kongres-pemuda-i-latar-belakang-tujuan-ketua-dan-hasil|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2023-06-08}}</ref> Dalam kongres ini, istilah "[[Indonesia]]" mulai diperkenalkan untuk menggantikan identitas Hindia Belanda.
 
[[Berkas:PKI-1925-Commisariate Batavia.jpg|jmpl|300x300px|Rapat pleno [[Partai Komunis Indonesia|Partij Kommunist Indonesia]] (PKI) pada bulan Mei 1925 di [[Batavia]].|kiri]]
Baris 26 ⟶ 27:
Kembali ke [[Kerajaan Belanda]], pada tahun 1926, [[Mohammad Hatta]] diangkat sebagai Ketua Perhimpoenan Indonesia dan sejak dalam kepemimpinannya, organisasi ini semakin gencar menyuarakan dukungan terhadap pergerakan nasional dan mengutuk penindasan pihak pemerintah kolonial di Hindia Belanda.<ref>Majalah Tempo, Edisi Khusus 80 Tahun Sumpah Pemuda, 27 Oktober 2008</ref> Pada Desember 1926, [[Semaoen]] menemui Hatta untuk menawarkan kerja sama pergerakan nasional. Namun, Hatta tidak dapat menyetujui paham komunisme, sehingga kerja sama batal, meskipun pembatalan tersebut mendapat pertentangan dari anggota-anggota yang telah terpapar paham [[komunisme]] dalam Perhimpoenan Indonesia.<ref>{{cite book|last=Noer|first=Deliar|year=2012|title=Mohammad Hatta:Hati Nurani Bangsa|location=[[Jakarta]]|publisher=Gramedia Pustaka Utama|isbn=978-979-709-633-5|editor=Jaap Erkelens|ref={{sfnRef|Noer|2012}}|authorlink=Deliar Noer}}</ref> Pada tanggal 23 September 1927, Hatta beserta tiga anggota organisasi lainnya ditangkap dan diadili karena diduga terlibat dalam pemberontakan PKI yang terjadi di Jawa dan Sumatra. Setelah dipenjara selama beberapa bulan, keempat orang yang ditangkap tersebut dibebaskan dari tuduhan karena kurangnya bukti.<ref name="hardjosoediro">{{cite book|last=Soejitno|first=Hardjosoediro|year=1984|title=Kronologi Pergerakan Kemerdekaan Indonesia|location=[[Jakarta]]|publisher=Pradnya Parmita|ref={{sfnRef|Hardjosoediro|1984}}}}</ref> Pada tahun 1931, Hatta mundur dari jabatan sebagai ketua, dan setelah itu, organisasi ini mulai dikuasai oleh para komunis. Di tahun yang sama, Hatta bersama beberapa tokoh berpaham [[nasionalisme]] lainnya dikeluarkan dari organisasi. Sejak saat itu, organisasi ini dijadikan sebagai organisasi boneka oleh Partai Komunis Belanda.<ref name="hardjosoediro" />
 
Sementara di [[Hindia Belanda]], kelompok-kelompok kepemudaan tersebut kembali merencanakan kongres lanjutan sejak bulan Agustus 1928. Mereka bersepakat bahwa kongres tersebut, yang saat ini disebut [[Kongres Pemuda Kedua|Kongres Pemuda II]], akan diadakan pada tanggal 27–28 Oktober 1928 di tiga gedung berbeda di [[Batavia]], serta akan diketuai oleh [[Sugondo Djojopuspito]]. Para perwakilan yang mengikuti kongres ini bukan saja berasal dari perhimpunan-perhimpunan kepemudaan, tetapi juga dari kelompok-kelompok berbasis [[nasionalisme]] dan [[agama]] serta kelompok-kelompok belajar dari tempat pengajaran tertentu.<ref name="kongres-ii">{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2022-04-09|title=Kongres Pemuda II, Lahirnya Sumpah Pemuda Halaman all|url=https://www.kompas.com/stori/read/2021/12/29/110000979/kongres-pemuda-ii-lahirnya-sumpah-pemuda|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2023-06-09}}</ref> Rapat pertama berlangsung pada tanggal 27 Oktober pukul 19.30–23.30 waktu setempat di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond ("Persatuan Anak Muda Katolik"),{{efn|Pada lokasi dari bekas gedungKatholieke Jongenlingen Bond tersebut didirikan Gedung Aula [[Gereja Katedral Jakarta]]).<ref>{{Cite web|last=Hariyadi|first=Mathias|date=2019-10-29|title=Mapping Video di Gereja Katedral Jakarta: Kilas Balik Sejarah Sumpah Pemuda 1928 (1) {{!}} SESAWI.NET|url=https://www.sesawi.net/mapping-video-di-gereja-katedral-jakarta-kilas-balik-sejarah-sumpah-pemuda-1928-1/|language=en-US|access-date=2023-06-09}}</ref>}} serta membahas mengenai gagasan penyatuanwadah pergerakannasional pemudadan dalamcara suatumempererat wadahhubungan yangantarkelompok bersifatdemi nasionalpersatuan dan tentangkesatuan nasional. Dalam rapat ini, [[Mohammad Yamin]] kembali mempromosikan [[bahasa Melayu]] (dalam bentuk "[[bahasa Indonesia]]") sebagai bahasa persatuan.<ref name="kongres-ii" /> Rapat kedua berlangsung pada keesokan harinya pukul 8.00–12.00 di Gedung Oost-Java Bioscoop (Bioskop Jawa Timur),{{efn|Lokasi bekas Gedung Oost-Java Bioscoop ini diperkirakan di dekat atau di sekitar kompleks Gedung [[Mahkamah Agung Republik Indonesia]].<ref>{{Cite web|date=2019-10-28UTC10:30:43|title=Menguak 3 Tempat Yang Jadi Saksi Lahirnya Sumpah Pemuda|url=https://travelingyuk.com/bangunan-saksi-sumpah-pemuda/248776|website=Traveling Yuk|language=en|access-date=2023-06-09}}</ref>}} serta membahas mengenai peran penting pendidikan dalam membantu mewujudkan cita-cita kemerdekaan.
 
Pada masa [[Perang Dunia II]], sewaktu Belanda sedang diduduki oleh [[Jerman Nazi]], [[Jepang|Kekaisaran Jepang]] berhasil menguasai Indonesia. Setelah mendapatkan Indonesia pada tahun 1942, Jepang melihat bahwa para pejuang Indonesia merupakan rekan perdagangan yang kooperatif dan bersedia mengerahkan prajurit bila diperlukan. [[Soekarno]], [[Hatta|Mohammad Hatta]], [[Mas Mansur, Kiai Haji|KH. Mas Mansur]], dan [[Ki Hajar Dewantara]] diberikan penghargaan oleh [[Hirohito|Kaisar Jepang]] pada tahun 1943.{{fact}}
Baris 69 ⟶ 70:
 
Pada Desember 2004 dan Maret 2005, [[Aceh]] dan [[Pulau Nias|Nias]] dilanda dua [[gempa bumi]] besar yang totalnya menewaskan ratusan ribu jiwa. (Lihat ''[[Gempa bumi Samudra Hindia 2004]]'' dan ''[[Gempa bumi Sumatra Maret 2005]]''.) Kejadian ini disusul oleh [[Gempa bumi Yogyakarta Mei 2006|gempa bumi di Yogyakarta]] dan [[Gempa bumi Jawa Juli 2006|tsunami]] yang menghantam [[Pantai Pangandaran]] dan sekitarnya, serta [[Banjir lumpur panas Sidoarjo 2006|banjir lumpur]] di [[Sidoarjo]] pada 2006 yang tidak kunjung terpecahkan.
 
<references />