Bandar Udara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Jellylovers (bicara | kontrib)
Melengkapi dan memperbarui data
k fix
Baris 43:
| stat3-header = Lalu Lintas Kargo
| stat3-data = {{decrease}} 44,486
| footnotes = Sumber:<ref>https://kaltim.bps.go.id/pressrelease/2021/02/01/812/desember-2020--tpk-hotel-berbintang-mencapai-59-78-persen--pada-bulan-ini-tidak-ada-kunjungan-wisatawan-mancanegara-jumlah-penumpang-angkutan-udara-domestik-bulan-november-2020-naik-21-82-persen-.html</ref><ref>{{Cite news|url=https://kaltim.idntimes.com/news/kaltim/amp/muhammad-maulana-3/sepanjang-2019-penumpang-bandara-sams-sepinggan-turun-signifikan |title=  Sepanjang 2019, Penumpang Bandara SAMS Sepinggan Turun Signifikan |publisher=IDNTimes.com |date=7 January 2020|first=Muhammad |last=Maulana |work=[[IDN Times]] }}</ref>
}}
 
Baris 53:
Pada 6 April 1844, Armada Belanda di bawah pimpinan Letnan (laut) I T Hooft menyerang kota Tenggarong. Hal ini menjadi kelanjutan dari pertikaian antara [[kerajaan Kutai Kartanegara]] dan pemerintah Inggris yang terjadi pada tahun tersebut. Sekitar 500-600 rumah dan Mesjid Agung dibakar akibat peristiwa ini. Sekitar lima bulan setelahnya, pada tanggal 11 Oktober 1844, Sultan Salehuddin dari Kerajaan Kutai Kertanegara dan Arnoldus Laurens Weddik sebagai wakil Gubernemen Belanda menandatangai kontrak politik. Salah satu isi dari kontrak politik ini adalah pengakuan [[Hindia Belanda|pemerintah Hindia Belanda]] sebagai penguasa di seluruh Kesultanan Kutai; mengakhiri kedaulatan kerajaan Kutai.<ref>{{Cite web|title=Samarinda, saat kekuasaan Hindia Belanda 1800 -1900|url=https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbkaltim/samarinda-saat-kekuasaan-hindia-belanda-1800-1900/|website=kemdikbud.go.id|access-date=2023-02-12}}</ref>
 
Pengganti Aji Muhammad Salehuddin selanjutnya,  Sultan Aji Muhammad Sulaiman (1850-1899) dan assisten Resident Evaartd Hoppe pada tahun 1873, menandatangani kembali kontrak politik disebut ''Lange Contract'' yang menyatakan bahwa status pemerintahan di Kutai bersifat ''Zeef Besrtaur'' atau berpemerintahan sendiri (otonom). Sebagai akibat kontrak ini,Sultan Aji Muhammad Sulaiman memberikan hak menambang pada 1894, yang disebut Konsesi Pertambangan Minyak kepada [[Bataafsche Petroleum Maatschappij]] (BPM) di Balikpapan. Salah satu poin pada konsensi itu berbunyi: "Satu-satunya yang menguasai hak atas tanah adalah Kerajaan Kutai Kertanegara, termasuk hasil dalam tanah dan diatas tanah". Dalam perkembangannya, BPM melaksanakan pembangunan lapangan terbang di Balikpapan, setelah terlebih dulu meminta restu dari Sultan Aji Muhammad Sulaiman.<ref>{{Cite web|title=Bandara Sepinggan Balikpapan Dibangun Berkat Restu Sultan AM Sulaiman|url=https://www.kaltimprov.go.id/berita/bandara-sepinggan-balikpapan-dibangun-berkat-restu-sultan-am-sulaiman|website=www.kaltimprov.go.id|language=en|access-date=2023-02-12}}</ref>
 
<!--Sembunyikan dulu, sumber jangan dari sosmed Bandar udara ini menjadi bandara sipil setelah pengelolaannya diserahkan kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Republik Indonesia pada tahun 1960. Bandar udara yang dikenal sebagai bandara Sepinggan (pelabuhan udara Sepinggan)<ref>{{Cite web|title=Balikpapan Tempo Doeloe - #MemoriBalikpapan salah satu sudut Bandara Sepinggan Balikpapan pada tahun 1975.|url=https://www.facebook.com/BalikpapanTempoDoeloe/photos/a.1044359645632092/1942023155865732/|website=www.facebook.com|language=id|access-date=2023-02-12}}</ref> ini akhirnya dikelola oleh Perum Angkasa Pura I (sekarang PT Angkasa Pura I) sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No.1 pada tanggal 9 Januari 1987.-->