Bursa Efek Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Radramboo (bicara | kontrib)
k fix
Baris 3:
 
==Definisi Umum==
Bursa Efek adalah badan hukum yang mempunyai tugas sebagai sarana dalam melaksanakan dan mengatur jalannya kegiatan perdagangan Efek yang ada di Pasar Modal. Sedangkan jika ditinjau dari segi pereokonomian mikro bagi para anggota bursa (emiten), [[Bursa efek|Bursa Efek]] berfungsi untuk mendapatkan modal yang dapat digunakan untuk melakukan ekspansi usaha. Sementara dari segi ekonomi makro Bursa Efek mempunyai peran penting untuk menggerakkan perekonomian negara. Jika dalam perdagangan Efek di pasar modal yang dilakukan di Bursa Efek menunjukkan hasil yang positf, maka gambaran tersebut dapat berakibat untuk tercapainya kinerja yang positif dalam perekonomian suatu negara, demikian pula jika terjadi hal yang sebaliknya.  Pada hakikatnya Bursa Efek adalah suatu pasar konvensional yang mempertemukan antara penjual dan pembeli. Dapat didefinisikan bahwa  pada dasarnya kegiatan yang dilakukan oleh Bursa Efek adalah menyelenggarakan dan menyediakan sarana atau sistem perdagangan bagi para anggotanya.
 
== Sistem BEI ==
Baris 10:
== Sejarah ==
=== Pemerintahan Kolonial Belanda ===
Indonesia dikenal dengan nama Hindia Belanda atau Hindia belakang. Sejak era baru pemerintahan Hindia Belanda mereka mulai membangun perkebunan secara besar-besaran di Hindia Belanda. Sumber dana dalam membangun perkebunan itu didapatkan dari orang belanda dan eropa lainnya.   Transaksi saham pada perdagangan efek pertama kali tercatat pada tahun 1892, yang dilakukan oleh Perusahaan Perkebunan di Batavia yaitu ''Cultuur Maatschappij Goalpara'' dituliskan bahwa perusahaan tersebut menjual 400 saham dengan harga 500 gulden per saham yang beredar. Empat tahun kemudian, ''Het Centrum'' juga merilis prospektus penjualan saham yang memiliki nilai hingga 105 ribu gulden dengan harga per lembar sahamnya sebesar 100 gulden. Setelah mengadakan persiapan yang matang, maka akhirnya didirikan pasar modal yang pertama di Indonesia tepatnya di Batavia (Jakarta) pada tanggal 14 Desember 1912 yang bernama ''Vereniging voor de Effectenhandel'' atau Bursa efek dan langsung memulai aktivitas perdagangannya.<ref name=":1">{{Cite web|last=Brantika|first=H|date=2006|title=Sejarah Pasar Modal Indonesia|url=https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/654/05.2%20bab%202.pdf?sequence=6&isAllowed=y|access-date=27/11/2021}}</ref> Saham yang diperjual-belikan adalah saham atau obligasi perusahaan/perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia dimana obligasi yang diterbitkan Pemerintah provinsi dan kota praja memiliki sertifikat saham perusahaan-perusahaan yang diterbitkan oleh kantor administrasi di negeri Belanda kemudian efek perusahaan Belanda lainnya. Perkembangan pasar modal di Batavia begitu pesat sehingga menarik masyarakat kota lainnya.<ref name=":1" />
 
Hampir setengah abad berjalan sejak lembaga bursa efek dibentuk pertama kali di Batavia dengan nama ''Vereniging voor de Effectenhande''l atau Asosiasi Perdagangan Efek. Pembentukan ini dilakukan setelah pemerintah Hindia Belanda menerapkan kebijakan 'Politik Etis' pada tahun 1901.<ref>{{Cite news|last=News|first=Sindo|date=10 Agustus 2021|title=Sejarah Pasar Modal Indonesia Pernah Vakum Sebab Perang Dunia|url=https://ekbis.sindonews.com/read/507330/38/sejarah-pasar-modal-indonesia-pernah-vakum-sebab-perang-dunia-1628604515|work=[[Sindonews.com]]|access-date=27/11/2021}}</ref> Pemerintah Hindia Belanda meyakini dengan adanya asosiasi tersebut, proses pembangunan bisa berjalan dengan baik. Mayoritas investor berasal dari orang-orang Belanda dan Eropa yang memiliki penghasilan di atas rata-rata. Namun, pecahnya Perang Dunia ke-I membuat aktivitas perdagangan saham dihentikan pada tahun 1914-1918.<ref>{{Cite news|last=Maghiszha|first=Dinar Fitra|date=10 Agustus 2021|title=Sejarah Pasar Modal Indonesia dari Zaman Hindia Belanda, Pernah Ditutup akibat Perang Dunia|url=https://economy.okezone.com/read/2021/08/10/278/2453856/sejarah-pasar-modal-indonesia-dari-zaman-hindia-belanda-pernah-ditutup-akibat-perang-dunia|work=[[Okezone.com]]|access-date=27/11/2021}}</ref>
Baris 17:
 
=== Orde Lama ===
Bursa Efek Jakarta dibuka kembali dibuka oleh Presiden Soekarno pada 3 Juni 1952. Hingga pada akhirnya keberadaan Bursa Efek kembali tidak aktif ketika ada program nasionalisasi perusahaan Belanda pada tahun 1956 sampai 1977. Tujuan dibukanya kembali bursa ini untuk menampung obligasi pemerintah yang sudah dikeluarkan pada tahun-tahun sebelumnya. Kepengurusan bursa efek ini kemudian diserahkan ke perserikatan perdagangan uang dan efek yang terdiri atas 3 bank dan bank Indonesia sebagai anggota kehormatan. Perkembangan bursa efek ini berkembang dengan baik walaupun surat berharga yang diperdagangkan umumnya adalah obligasi oleh perusahaan Belanda dan obligasi pemerintah Indonesia lewat Bank Pembangunan Indonesia. Melalui Bank Industri Negara  pada tahun 1954, 1955 dan 1958 penjualan obligasi semakin meningkat. Terjadinya sengketa kekuasaan antara pemerintah RI dengan Belanda mengenai Irian Barat maka semua bisnis Belanda di nasionalisasikan melalui Undang-Undang No. 86 tahun 1958. Sengketa ini mengakibatkan sekuritas-sekuritas dari Belanda tidak diperdagangkan lagi di bursa efek Jakarta.<ref name=":2">{{Cite journal|last=Prasetyo|first=Budi|date=2012|title=Analisis Faktor-faktor Risiko Sistematis terhadap Saham Jakarta Islamic Index (JII)|url=https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/446/5/072411022_Bab4.pdf|journal=Skripsi|pages=52-58}}</ref>
 
=== Orde Baru ===
Investasi Indonesia mulai berkembang pada era orde baru, dimana pada tahun 1966 merupakan masuknya investasi dari luar negeri dan munculnya investasi di dalam negeri. Investasi berperan besar dalam peningkatan pembangunan perekonomian Indonesia. Orang yang melakukan kegiatan investasi dikenal dengan sebutan investor. Iklim investasi yang mulai membaik pada era orde baru tersebut menggerakkan pemerintah Indonesia saat itu untuk membuat produk hukum yang dapat memberikan perlindungan hukum bagi investor yang diundangkan dalam waktu yang hampir bersamaan. Produk hukum tersebut adalah Undang-Undang No.1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang No.6 Tahun 1968 Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri yang pada akhirnya disatukan menjadi Undang- Undang No.25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Undang-undang ini secara garis besar memuat segala pengaturan mengenai tata cara, prosedur, dan aspek lain bagi investor asing maupun lokal dalam menanamkan modalnya di Indonesia.<ref>{{Cite journal|last=Pakpahan|first=Elvira Fitriyani|date=2017|title=REKONSTRUKSI PENGATURAN OBLIGASI DI PASARMODAL INDONESIA BERBASIS NILAI KEADILAN|url=http://repository.unissula.ac.id/8699/4/BBA%20I_1.pdf|journal=Disertasi|pages=5}}</ref> Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun 1977, Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto pada tanggal 10 Agustus 1977. BEJ dijalankan dibawah BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal). Pengaktifan kembali pasar modal ini juga ditandai dengan ''go public'' PT Semen Cibinong sebagai emiten pertama.
 
Pada masa orde baru dikenal dengan keadaan pasar modal memiliki tiga periode  diantaranya adalah periode tidur yang panjang dan bangun dari tidur yang panjang serta otomatisasi.<ref name=":2" />
 
==== Periode tidur yang panjang ====
Baris 28:
 
==== Periode bangun dari tidur yang panjang ====
Pada periode ini pada tahun 1990 jumlah perusahaan yang sudah IPO menjadi 225 Perusahaan. Pada periode ini IPO   menjadi peristiwa nasional dan banyak dikenal sebagai periode lonjakan IPO (IPO boom). Peningkatan ini juga disebabkan oleh banyak hal salah satunya adalah merubah dasar indeks gabungan menjadi nilai dasar 500 sampai dengan kuartal ketiga tahun 1990 dengan jumlah sekuritas yang tercatat meningkat menjadi 166 saham hingga 208 emiten saham.
 
Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan dikelola oleh Persatuan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE) pada tahun 1988 dengan organisasinya yang terdiri dari broker dan dealer. Selain itu, pada tahun yang sama, Pemerintah mengeluarkan Paket Desember 88 (PAKDES 88) yang memberikan kemudahan perusahaan untuk ''go public'' dan beberapa kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan pasar modal. Bursa Efek Surabaya (BES) pada tahun 1989 mulai beroperasi dan dikelola oleh Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya.
Baris 34:
==== Periode otomatisasi ====
[[Berkas:Jsx logo.gif|jmpl|Logo [[Bursa Efek Jakarta]]]]
Karena meningkatnya kegiatan transaksi yang dirasakan sudah melebihi kapasitas manual, maka bursa efek Jakarta memutuskan untuk mengotomatisasikan kegiatan transaksi di bursa. Otomatisasi atau yang lebih dikenal dengan teknologi bursa saham tentunya mengandalkan jaringan-jaringan komputer dengan menggunakan broker, Jaringan sistem perdagangan otomatis yang ditetapkan oleh bursa efek Jakarta. Selain itu, gerbang berupa komputer-komputer yang menghubungkan broker dengan mesin perdagangan. Kemudian traders workstations yang terdiri dari sejumlah terminal untuk masing-masing broker. Pada bulan Agustus 1997 krisis keuangan melanda negara-negara Asia termasuk Indonesia, Malaysia, Thailand, Korea Selatan dan Singapura. Tidak banyak perusahaan yang melakukan IPO karena krisis keuangan tadi.  Sebab penurunan nilai mata uang disebabkan karena spekulasi pedagang valas.
 
Pada tanggal 12 Juli 1992, yang telah ditetapkan sebagai HUT BEJ, BEJ resmi menjadi perusahaan swasta (swastanisasi). BAPEPAM berubah menjadi Badan Pengawas Pasar Modal (sebelumnya; Badan Pelaksana Pasar Modal). Satu tahun kemudian pada tanggal 21 Desember 1993, PT Pemeringkat Efek Indonesia (PEFINDO) didirikan. Pada tahun 22 Mei 1995, Bursa Efek Jakarta meluncurkan Sistem Otomasi perdagangan yang dilaksanakan dengan sistem komputer JATS (''Jakarta Automated Trading Systems''). Pada tahun yang sama pada 10 November, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai diberlakukan mulai Januari 1996. Bursa Paralel Indonesia kemudian merger dengan Bursa Efek Surabaya. Kemudian satu tahun berikutnya, 6 Agustus 1996, Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) didirikan. Dilanjutkan dengan pendirian Kustodian Sentra Efek Indonesia (KSEI) pada tahun berikutnya, 23 Desember 1997.
Baris 107:
 
==Landasan Hukum==
Berdasarkan pada pasal 1 ayat (2) UU nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal, anggota bursa efek perantara pedagang efek yang mempunyai ijin usaha dari OJK dimana kewenangan ini dahulu berada di tangan Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal) dan memiliki hak untuk menggunakan system dan /atau sarana di bursa efek sesuai peraturan yang berlaku. Hal tersebut disebutkan pada   Angka 1 Peraturan III.A Lampiran Keputusan Direksi Bursa Efek Indonesia Nomor Kep- 00184/BEI/12-2018 tentang Keanggotaan Bursa (selanjutnya disebut Peraturan BEI III.A) jo. Angka 1.1 Peraturan Nomor III.I Lampiran Keputusan Direksi Bursa Efek Indonesia Nomor Kep-00022/BEI/02-2017 tentang Keanggotaan Margin dan Short Selling.
 
Selain itu, karakteristik unik yang hanya dimiliki dari Bursa Efek adalah dapat bertindak sebagai anggota bursa juga sekaligus berposisi sebagai pemegang saham atau yang disebut dengan investor.[16]