Ijmak: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Fazily (bicara | kontrib)
k Suntingan 2001:448A:2020:9FB0:A583:114D:89E4:F9D0 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Syahira Rizkia
Tag: Pengembalian
k fix
Baris 18:
Ijma' umat terbagi menjadi dua:
* '''Ijma' Qauli''', yaitu suatu ijma' di mana para ulama' mengeluarkan pendapatnya dengan lisan ataupun tulisan yang menerangkan persetujuannya atas pendapat mujtahid lain di masanya.
* '''Ijma' Sukuti''', yaitu suatu ijma' di mana para ulama' diam, tidak mengatakan pendapatnya. Diam di sini dianggap menyetujui. Para mujtahid baik seluruh ataupun sebagian dari mereka tidak menyampaikan pendapat secara tegas dan jelas, tetapi mereka berdiam diri saja atau tidak memberikan reaksi terhadap suatu ketentuan hukum yang telah dikemukakan atau dijelaskan oleh mujtahid lain yang hidup di masanya, Ijma Sukuti disebut juga  Ijma Rukhsah. Jadi ijma ini didasarkan pada asumsi karena kesepakatannya melalui pernyataan atau perbuatan sebagian ulama terhadap suatu hukum, dan setelah informasi ini menyebar, sebagian ulama lain diam dan tidak berpendapat meski telah cukup waktu untuk menelaah hukum tersebut. Berkenaan dengan kehujjahan ijma sukuti, terjadi  perbedaan pendapat diantara para ulama, ada sebagian yang berpendapat dapat dianggap sebagai ijma yang sah dan ada juga yang berpendapat bahwa ijma sukuti bukanlah hujjah. Mayoritas ulama Hanafiyah, Imam Ahmad bin Hambal, sebagian ulama Syafi’iyah, Imam Malik dan jumhur ulama berpendapat bahwa ijma sukuti dapat dijadikan sebagai hujjah.[1] Menurut Ulama Hanafiyah, ijma sukuti menjadi hujjah apabila ketetapan hukum yang memasyarakat dan ada jeda waktu bagi mujtahid untuk mengkajinya, serta tidak ada hal yang ditakutkan mujtahid untuk menyatakan pendapatnya. ----[1] DR. Misbahuddin, S. Ag., M. Ag, Ushul Fiqih I, ; Makassar: Alauddin University Press 2013
Menurut Imam Hanafi kedua macam ijma' tersebut adalah ijma' yang sebenarnya. Menurut Imam Syafi'i hanya ijma' yang pertama saja yang disebut ijma' yang sebenarnya.
 
Baris 35:
Kata ijma’ secara sistematik baru pada masa madzhab awal seperti yang di sepakati oleh jumhur ulama sunny ,bahwa ijma adalah kesepakatan para mujtahid umat islam di suatu masa sesudah nabi SAW terhadap suatu urusan.Menurut al amidi ijma seperti yang di kutif oleh amir syafarudin yaitu kesepakatan sejumlah ahlulhalil wal aqdi ,deaangkan menurut jumhur ulama ushuk fiqih yang lain seperti abu zahra dan wahab khalaf merumuskan ijma dengan kesepakatan atau konsensus para mujtahid dan umat muhammad pada suatu massa setelah wafatnya rasullah saw terhadap suatu hukum syara mengenai suatu kasus atau peristiwa.
 
Definisi yang di berikan oleh imam abu hanifah tentang ijma seperti yang di definiskan oleh jumhur ulama sunny lainnya yaitu kesepakatan para mujtahid ulama islam di suatu masa sesudah masa nabi saw terhadap suatu urusan, Sedangkan definisi yang di pakai oleh imam malik yaitu bahwa ijma merupakan persetujuan pendapat ahl halli wal aqdi dari umat karena menurunnya suatu urusan yang telah di ijma i maka ia telah di ijma oleh para ahli fiqih dan ahli ilmu dan mereka tidak berselisih di dalamnya  Sedangkan imam ahmad sendiri berpendapat bahwa ijma tidak mungkin terjadi dan sangat sulit untuk mengetahuinya karena ijma tidak mungkin terjadi selain pada masa sahabat.
 
Menurut penegasan ulama hanafiyah bahwa abu hanifah ijma adalah salah satu hujjah agama dan mereka tidak membedabedakan antar macam macam ijma itu( ijma qauli dan ijma sekuti)adapun imam hanafiyah menetaokan ijma hanya melalui logika (dalil akal).