Kaharingan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Busu Neneng (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
k fix
Baris 73:
[[Berkas:KTP pada Tahun 1956.jpg|jmpl|280px|Pemerintahan '''tahun 1956 belum menyediakan kolom agama pada Kartu Tanda Penduduk Indonesia'''. Barulah '''setelah tragedi G30SPKI pemerintah mengharuskan''' seluruh masyarakat Indonesia untuk menganut dan memilih salah satu agama yang resmi diakui negara.]]
 
Mengikuti jejak penganut agama Tolotang dan agama lokal lainnya yang memilih bergabung dengan Hindu, akhirnya para penganut Kaharingan pun memilih untuk mengintegrasikan agama Kaharingan dengan  Hindu  pada 20 April 1980 supaya umat Kaharingan bisa memperoleh hak hidup dan hak ber-agama yang setara dengan masyarakat beragama lainnnya di Indonesia. Keputusan ini disepakati berdasarkan hasil pengamatan bahwa ajaran  Hindu  bersifat  "''local genius''"  yang artinya agama Hindu bisa disesuaikan dengan budaya lokal tanpa menghilangkan ritual serta ajaran inti Kaharingan. Contohnya seperti menghaturkan sesaji dan pengorbanan hewan suci, yang mana ajaran Hindu dan Kaharingan sama-sama melakukannya dalam banyak ritual dan upacara keagamaan. Alasan lainnya adalah karena agama Hindu merupakan salah satu agama tertua yang masuk ke Kalimantan dan dianut oleh [[Suku Kutai]] zaman dulu, dibuktikan sejak adanya  [[Kerajaan Kutai Martadipura]]. Meskipun agama Kaharingan tergabung ke dalam Hindu, praktik keagamaan Kaharingan masih menjadi dominan dan diutamakan oleh penganutnya. Beberapa '''agama lokal''' di Nusantara yang resmi '''tergabung ke dalam Hindu''' meliputi :<br>{{•}}[[Hinduisme Bali|Agama Tirtha]] (agama asli [[Suku Bali]], agama lokal '''pertama di Indonesia yang diakui sebagai agama Hindu''', yang juga akhirnya membuat agama Hindu diakui sebagai agama resmi di Indonesia pada [[1959]])<ref name=":0" /><ref>{{Cite web|title=About us {{!}} Hindu Dharma Indonesia|url=http://www.hindudharma.id/aboutus|website=GDHDI|language=en-US|access-date=2023-04-27}}</ref><br>{{•}}[[Naurus]] (agama asli [[Suku Manusela]] & [[Suku Nuaulu]], tergabung ke dalam Hindu sejak [[1962]]).<br>{{•}}[[Tolotang]] (agama asli [[Suku Bugis]], tergabung ke dalam Hindu sejak [[1966]])<br>{{•}}[[Aluk To Dolo]] (agama asli [[Suku Toraja]], tergabung ke dalam Hindu sejak [[1970]])<br>{{•}}[[Pemena]] (agama asli [[Suku Karo]], tergabung ke dalam Hindu sejak [[1978]])<ref>{{Cite journal|last=Sihotang|first=Mira Permata Sari|date=2022-01-19|title=Perkembangan Hindu Pemena Di Desa Namo Rube Julu, Kec. Kutalimbaru|url=http://digilib.unimed.ac.id/46883/|language=id|publisher=Universitas Negeri Medan}}</ref><br>{{•}}Kaharingan (agama asli [[suku Dayak]], tergabung ke dalam Hindu sejak [[1980]]).
 
Dalam dunia pendidikan masa kini, bentuk ketidakadilan yang diterima oleh para penganut  Agama asli Nusantara  adalah tidak tercantumnya Agama asli Nusantara ke dalam buku pelajaran Sejarah Indonesia, hanya sepintas disebut sebagai ''animisme'' atau ''dinamisme''.
[[Berkas:Balai Basarah Induk Intan Kaharingan Muara Teweh.JPG|jmpl|300px|''Balai Basarah'' Induk Intan, salah satu tempat ibadah umat Kaharingan di [[Muara Teweh]], [[Kalimantan Tengah]], [[Indonesia]].]]
Kitab suci agama Kaharingan adalah ''[[Panaturan]]'', adapun buku-buku keagamaan Kaharingan lainnya seperti ''Kidung [[Kandayu]]'', ''Talatah Basarah''(Kumpulan Doa), ''Tawur''(petunjuk tatacara meminta pertolongan Tuhan dengan upacara menabur beras), dan sebagainya. Penganut Kaharingan di [[Kalimantan Tengah]] mempunyai tempat ibadah yang dinamakan ''[[Balai Basarah]]'' atau ''Balai Kaharingan''. Perguruan tinggi yang menyediakan pelajaran tentang agama Kaharingan adalah [[IAHN Tampung Penyang]] yang terletak di kota [[Palangka Raya]]. Umat Kaharingan di [[Kalimantan Tengah]] setiap tahunnya akan menggelar suatu festival keagamaan yang disebut [[Festival Tandak Intan Kaharingan]] yang mana kegiatannya mencakup beberapa perlombaan keagamaan Kaharingan seperti lomba melantunkan [[Karungut]], lomba membaca kitab suci [[Panaturan]], lomba melantunkan kidung [[Kandayu]], lomba tari tradisional Dayak, dan masih banyak lagi. Penutup kepala atau topi tradisional umat beragama Kaharingan saat melaksanakan ritual keagamaan di Kalimantan Tengah disebut [[Lawung]], yang kini dikira sebagai topi adat Suku Dayak oleh banyak orang awam. [[Suku Dayak Ngaju]] pada zaman dulu pernah mendirikan kerajaan dengan corak agama Kaharingan yang bernama [[Kerajaan Tanjung Pematang Sawang]] dengan dipimpin oleh seorang ratu yang terkenal bernama [[Nyai Undang]]. Dan kini sisa peninggalan kerajaan tersebut masih bisa dijumpai pada beberapa daerah di [[Kabupaten Kapuas]] dan [[Kabupaten Gunung Mas]], seperti situs "''Kuta Bataguh''" (benteng Bataguh) yang berada di Kabupaten Kapuas, dan situs [[Pasah patahu|Pasah Patahu]] "''[[Tambun Bungai]]''" serta [[Sandung]] milik "''Tamanggung Sempung''"(ayah Nyai Undang) yang berada di Kabupaten Gunung Mas.