Majelis Pendidikan dan Pengajaran Muhammadiyah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k clean up
k fix
 
Baris 12:
Setelah K.H. Ahmad Dahlan wafat, Muhammadiyah dipimpin oleh [[K.H. Ibrahim]] sejak tahun 1923.<ref name=":0" /> Salah satu kebijakan yang dibuat pada masa K.H. Ibrahim adalah membentuk sebuah departemen khusus yang bertugas untuk mengurusi permasalahan sekolah Muhammadiyah pada tanggal 15 Juli 1923. Departemen ini dinamakan ''Departent van Onderwijs Moehammadijah''. Pembentukan departemen ini untuk menangani pengajaran dan pelajaran di sekolah Muhammadiyah. Pembenahan metode mengajar dan penggunaan buku-buku pelajaran di sekolah-sekolah Muhammadiyah merupakan bagian kerja dari departemen ini. Kedepannya, Muhammadiyah berharap agar departemen ini dapat membuat standrisasi materi dan metode (kurikulum) yang digunakan di setiap jenjang sekolah Muhammadiyah. Mas Ngabehi (M.Ng) Djojosoegito ditunjuk untuk memimpin departemen ini. Ia adalah misan dari K.H. Hasyim Asyari, pendiri ''Nahdhatul Ulama'' (NU), tetapi ia sejalan dengan gagasan pembaruan K.H. Ahmad Dahlan.
 
Penunjukan [[Djojosoegito]] tersebut membuat K.H. Hisyam mengajukan permohonan kepada Hoofd Bestuur Muhammadiyah  untuk mengundurkan diri sebagai ketua Bagian Sekolahan. Belum diketahui alasan pasti permohonan pengunduran diri tersebut. Permohonan ini tidak dikabulkan dalam persidangan ''Hoofd Bestuur'' Muhammadiyah pada tanggal 15 September 1923.<ref name=":1">{{Cite book|url=https://www.worldcat.org/oclc/1078955728|title=Genealogi dan modernisasi sistem pendidikan Muhammadiyah, 1911-1942|last=Setiawan, Farid,|isbn=978-602-72517-6-2|edition=Cetakan pertama|location=Sleman, Yogyakarta|oclc=1078955728}}</ref> Keputusan ini didasarkan pada kontribusi K.H. Hisyam sebelumnya dalam memimpin Bagian Sekolahan yang begitu besar. Karena itu, posisi K.H. Hisyam diubah menjadi anggota dalam ''Departement van Onderwijs Moehammadijah''.
 
== Majelis Pendidikan dan Pengajaran Muhammadiyah ==
Baris 27:
Di tengah kemelut yang terjadi, struktur baru MPM yang dipimpin oleh H.M. Moechtar sebagai ketua dan M.J. Anies sebagai sekretaris menyadari betapa penting kedudukan MPM bagi keberadaan sekolah-sekolah Muhammadiyah. Pengurus baru tersebut segera mencari dukungan dan modal untuk menunjang jalannya organisasi, salah satunya adalah dari cabang-cabang Muhammadiyah yang merupakan elemen penting dalam Muhammadiyah. Karena itulah mereka berusaha keras agar cabang mau mendukung program-program yang akan dilaksanakan. Usaha ini rupanya ditanggapi positif oleh cabang-cabang yang tidak terganggu dengan persoalan yang menimpa MPM. Mereka mendukung sekuat tenaga MPM dengan harapan agar perbaikan kualitas sekolah tercapai. Langkah pertama yang ditempuh adalah melanjutkan dan mengawal program MPM periode sebelumnya, seperti mengesahkan buku-buku pelajaran, mengadakan alat belajar, mengawasi implementasi kurikulum, dan menjalankan regulasi tentang guru beserta gajinya.<ref name=":2">{{Cite book|url=https://www.worldcat.org/oclc/1103587055|title=Meneguhkan identitas budaya : sejarah pendidikan di Yogyakarta|others=Nurhajarini, Dwi Ratna,, Yogyakarta (Indonesia : Daerah Istimewa). Dinas Kebudayaan,|isbn=978-602-50863-7-3|location=[Yogyakarta, Indonesia]|oclc=1103587055}}</ref> Selain itu, pengurus baru ini juga berupaya menggenapi kekurangan yang terdapat pada periode Djojosoegito dengan program unggulan. Salah satu program unggulan pada periode ini adalah penanaman nilai-nilai keislaman pada murid-murid, sehingga mereka memiliki perasaan dan perbuatan yang dilandasi nilai-nilai keagamaan.
 
Para pengurus baru MPM beserta ''Hoofd Bestuur'' Muhammadiyah secara berkala menyosialisasikan program unggulan tersebut ke semua sekolah dan cabang Muhammadiyah. Usaha ini dilakukan dari atas ke bawah sehingga tercipta kondisi dimana pelaksanaan dan pengawasan teratur dan tersistem. Para pengurus MPM seperti K.H. Hisyam dan R. Sosrosoegondo melakukan lawatan ke lebih dari 40 tempat di Jawa. Gagasan ''School Opziener'' yang dilontarkan oleh K.H. Hisyam pada saat memimpin bagian sekolahan baru bisa direalisasikan pada masa ini. Para ''school opziener'' bersama pengurus MPM turun ke sekolah Muhammadiyah untuk memantau perkembangan dan jalannya pendidikan. Terlihat dengan jelas peran K.H. Hisyam  dalam mengembangkan pendidikan Muhammadiyah. Hal inilah yang mengantarkan beliau menjadi Wakil Ketua ''Hoofdbestuur'' Muhammadiyah mendampingi K.H. Ibrahim.<ref name=":1" /> Posisi ini rupanya tidak dipegang dalam waktu yang lama oleh K.H. Hisyam. Tiga bulan pasca memperoleh jabatan wakil ketua Hoofd Bestuur, ia diserahi jabatan untuk memegang kembali MPM sebagai ketua. K.H. Hisyam  melanjutkan program yang telah terlaksana sebelumnya sekaligus menekankan peran dan fungsi MPM bagi kemajuan sekolah Muhammadiyah. MPM berupaya keras untuk melakukan meningkatkan kualitas sekolah Muhammadiyah.
 
Diantara peran penting MPM di bawah K.H. Hisyam saat itu antara lain melakukan pemerataan kualitas sekolah dengan melakukan mutasi guru. Hingga tahun 1933 tercatat lebih dari 164 guru telah dimutasi oleh MPM. Sedangkan pembinaan calon guru dilakukan dengan mengirimkan lulusan ''Kweekschool'' Muhammadiyah ke tempat-tempat yang telah ditentukan. Mereka diberi kesempatan selama beberapa waktu agar menjadi guru yang mampu menerapkan ilmu agama dan kelak menjadi guru agama yang handal. Setelah usai, mereka ditarik kembali ke Kweekschool Muhammadiyah dan diberi sambutan dengan perayaan khusus. Majelis Pimpinan dan Pengajaran Muhammadiyah juga memperbaiki kualitas administrasi dan tata kelola sekolah Muhammadiyah, seperti penggunaan buku pelajaran.<ref name=":2" /> Buku pelajaran, khususnya yang memuat tentang agama Islam selalu dipantau agar sekolah mengajarkan agama berdasarkan paham Muhammadiyah. Tiap sekolah Muhammadiyah wajib melaporkan buku-buku agama yang diajarkan. Jika ditemukan buku agama yang tidak sesuai dengan paham Muhammadiyah, maka MPM meminta kepala sekolah untuk menggantinya dengan buku yang diterbitkan oleh persyarikatan.