Masjid Al-Mahmudiyah Suro: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
RaFaDa20631 (bicara | kontrib)
k fix
Baris 33:
Akhinya, Kiai Delamat dipanggil oleh Tuan Residen dan diperingatkan untuk tidak lagi menyebarkan Islam. Bersama itulah keluar larangan menyelenggarakan shalat Jumat. Kiai Delamat pun diperintahkan untuk meninggalkan kota Palembang karena dianggap membahayakan Pemerintah Hindia Belanda.
 
Ia akhimya menetap di Dusun Sarika hingga wafatnya dan di  makamkan di Masjid Babat Toman. Namun, oleh anaknya, KH Abdul Kodir dan KH Muhammad Yusuf, jenazah Kiai Delamat dipindahkan kembali ke Palembang dan dimakamkan di belakang mimbar khatib. Tetapi, karena tidak disetujui Tuan Residen, akhimya jenazahnya dipindahkan kembali ke Pemakaman Jambangan di belakang Madrasah Nurul Falah, Kelurahan 30 Ilir, Palembang.
 
Pada masa penjajahan Belanda, Masjid Suro ini pernah dibongkar dan dilarang untuk dipergunakan sebagai tempat ibadah selama kurang lebih 36 tahun. Setelah kepengurusan masjid diserahkan kepada Kiai Kgs. H. Mahmud Usman atau Kiai Khotib, akhimya nama masjid ini berubah menjadi Masjid Al-Mahmudiyah sesuai nama pengurusnya.