Operasi Lintas Udara Pertama: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
k fix
 
Baris 2:
 
== Latar belakang ==
Setelah Proklamasi kemerdekaan tanggal [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|17 Agustus]] di kumandangkan, pemuda dan rakyat [[Kalimantan]] sebagai salah satu wilayah [[Indonesia|RI]],  berjuang melawan [[Pemerintahan Sipil Hindia Belanda|NICA]] yang bermaksud berkuasa kembali. Pada tanggal 10 Oktober 1945, rakyat [[Kalimantan Selatan]] berhasil membentuk Pemerintah Daerah sebagai bagian dari Republik Indonesia, dengan Banjarmasin sebagai ibukotanya. Pasukan Sekutu yang pada waktu itu menduduki Kalimantan, pada tanggal 24 Oktober 1945 menyerahkan kekuasaan secara resmi kepada NICA. Tindakan ini langsung menimbulkan kemarahan rakyat setempat yang setia kepada Republik Indonesia. Mereka mulai membentuk barisan untuk menentang penjajah. Bantuan yang diharapkan melalui laut dari Jawa terhalang, karena Belanda menjalankan blokade di laut. Oleh karena itu, satu-satunya jalan yang dapat dilakukan adalah melalui udara.
 
[[Daftar Gubernur Kalimantan|Gubernur Kalimantan]], [[Pangeran Muhammad Noor|Ir. Pangeran Muhammad Noor]] mengirim surat kepada [[Kepala Staf TNI Angkatan Udara|KSAU]] Komodor Udara [[Soerjadi Soerjadarma|Suryadi Suryadarma]], yang isinya meminta bantuan agar [[Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara|AURI]]  bersedia melatih pemuda-pemuda asal Kalimantan, kemudian menerjunkan mereka kembali ke [[Kalimantan]] untuk berjuang membantu saudara-saudaranya. Pimpinan [[Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara|AURI]] kemudian mengadakan perundingan dengan Markas Besar  Tentara. Akhirnya MBT sepakat untuk membentuk staf khusus yang bertugas menghimpun pasukan payung. Dalam hal ini [[Kepala Staf TNI Angkatan Udara|KSAU]] dibantu Mayor [[Tjilik Riwut]], yang berasal dari Kabupaten [[Kerajaan Kotawaringin|Kota Waringin]]. Dia adalah perwira operasi yang ditempatkan pada staf Sekretaris KSAU, Bagian Siasat Perang.
 
Dalam waktu singkat, staf khusus berhasil merekrut sekitar 60 pejuang dari [[Kalimantan]], [[Sulawesi]], [[Jawa]], dan juga dari Madura yang bersedia diterjunkan di [[Kalimantan]]. Mereka ditampung di Asrama Padasan, Warungboto, di dekat [[Daerah Istimewa Yogyakarta|Maguwo]]. Adapun pelatih dari [[Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara|AURI]] adalah Opsir Udara I Sudjono, dibantu Opsir Muda Udara II Amir Hamzah, Opsir Muda Udara II Soerojo, Sersan Udara Mispar dan Kopral Muda Udara Matjasir.
Baris 13:
Pesawat yang digunakan adalah [[Dakota RI-002]] dengan pilot yang dipercayakan lagi kepada Bob Earl Freeberg. Adapun yang menjadi co-pilot adalah Opsir Udara III Makmur Suhodo dan Operator Penerjun Opsir Muda Udara III Amir Hamzah. Mayor [[Tjilik Riwut]] bertindak sebagai penunjuk daerah penerjunan.
 
Pesawat berangkat dari Yogyakarta pada tanggal 17 Oktober 1947 pukul 02.30 dini hari, dan waktu menunjukkan pukul 05.30 ketika melayang di atas kawasan rawa-rawa [[Kalimantan]]. [[Tjilik Riwut]] sempat ragu, tetapi setelah yakin bahwa mereka sudah ada di atas daerah Sepanbiha, maka para pemuda itu pun mulai melakukan penerjunan. Djarni batal meloncat karena takut. Adapun ke–13 anggota pasukan payung yang berhasil mendarat dengan selamat adalah  Hari Hadisumantri, Achmad Kosasih, (Mangkahulu), Iskandar, Ali Akbar (Balikpapan), Mica Amiruddin, Emmanuel   (Kahayanhulu), C. Williams (Kuala Kapuas), Morawi (Rantau Pulut), Bachri (Barabai), Darius (Kadingan), M. Dachlan (Sampit), J. Bitak (Kepala Baru), dan Suyoto.
 
Operasi pertama yang berlangsung pada tanggal 17 Oktober 1947 ini, disertai ''dropping'' alat-alat perlengkapan dan perbekalan untuk bergerilya di hutan. Beberapa orang tersangkut pohon-pohon tinggi rimba raya, tetapi tidak menjadi rintangan untuk mendarat tanpa cacat. Mereka baru berkumpul pada hari ketiga. Ternyata mereka tidak mendarat di Sepanbiha, tetapi dekat Kampung Sambi, di antara [[Sungai Seruyan]] di barat laut [[Rantau Pulung, Kutai Timur|Rantau Pulut]], [[Kotawaringin]]. Tidak semua ''parachut'' dapat ditemukan kembali, demikian juga persediaan amunisi, bahan makanan, alat perkemahan dan ''veldbed''. Andaikata tidak ada pengkhianatan dari Albert Rosing, seorang Lurah Kampung Mayang, yang menyebabkan mereka masuk perangkap, setelah 35 hari di hutan, pasti mereka berhasil.
Baris 23:
Demikianlah operasi penerjunan pasukan payung ini dilaksanakan sekaligus merupakan operasi lintas udara (linud) pertama bagi [[Tentara Nasional Indonesia|Angkatan Bersenjata Republik Indonesia]]. Meskipun tugas operasi [[Kalimantan]] itu gagal, tetapi kisah ''paratroop'' tersebut merupakan suatu peristiwa gemilang. Ini membuktikan bahwa para pejuang kemerdekaan dalam keadaan serba darurat dapat membina kekuatan yang tidak boleh dianggap remeh. Peristiwa inilah yang kemudian diperingati sebagai hari Pasukan Khas Angkatan Udara.
 
Untuk mengenang dan menghormati kepahlawanan para pelopor penerjunan  payung  yang  telah  mendahului  meninggal  dunia,  maka pimpinan AURI telah memerintahkan kepada FM. Sujoto, J. Bitak dan Dachlan untuk mengadakan ekspedisi ke Kalimantan guna memindahkan makam  ketiga temannya yang telah gugur, ke makam pahlawan Yogyakarta.  Demikianlah pada tanggal 15 Maret 1950 mereka bertolak dari Yogyakarta dan apabila dibandingkan dengan dua setengah tahun yang lalu, maka perjalanan sekarang ini adalah jauh lebih berbeda keadaannya, dimana udara tidak lagi diliputi oleh suasana pertikaian dan permusuhan dengan Belanda.
 
Setelah sampai di Banjarmasin mereka bertemu dengan Mayor Eddie dan mendapat keterangan, bahwa  dua minggu yang lalu beliau mengirimkan telegram ke Jakarta yang isinya meminta supaya rencana pengambil­an jenazah ditunda sampai bulan Juli mengingat musim hujan  dan bahaya banjir.  Saran  diterima  diberikan  pula  oleh  dari  Overste  Sukanda Bratamanggala dan Ketua Dewan Dayak, akan tetapi andaikata mereka bermaksud akan melanjutkan perjalanannya, maka akan dibantu sepenuhnya.  Untuk keberhasilan pelaksanakan tugas dan kembali  tidak dengan tangan kosong, maka mereka memutuskan untuk melanjutkan rencana semula.  Setelah dua hari mengadakan persiapan-persiapan, mereka lalu berangkat menuju daerah pedalaman dengan menggunakan kapal motor B-004.
 
Pada tanggal 21 Maret 1950 tepat pukul12.00 siang mereka sampai di daerah Sampit dan disini tinggal selama dua hari untuk mencari perlengkapan-perlengkapan lainnya berupa tiga buah peti jenazah dan sebuah perahu lagi.  Di samping itu juga mendapat bantuan pengawalan dari anggota TNI-AD berjumlah enam orang.  Setelah sampai di Rantaupulut mereka memperoleh keterangan, bahwa jenazah teman-teman mereka telah dipindahkan dari tempat semula.  Kiranya kejadian dan kenangan dua setengah tahun yang lampau kembali terbayang, ketika mereka menyusuri sungai Serujan.
 
Setelah itu mereka memperoleh keterangan, bahwa jenazah-jenazah yang mereka cari telah dipindahkan ke Makam Pahlawan Tubangmanjul.  Pada keesokan harinya berangkatlah mereka ke Tumbangmanjul dan dari hasil penggalian serta pengenalan kembali hanya diketemukan jenazah Harry Hadisumantri saja, sedang dua jenazah yang lain Iskandar dan Kosasih tidak diketemukan  berhubung dengan tempat penguburannya yang baru tidak diberi tanda, sehingga sulit untuk mengenalnya, maka satu peti dapat terisi, sedang yang dua tetap kosong.
 
Jalannya pengambilan jenazah ini mendapat perhatian penduduk sangat besar dari penduduk setempat, mereka tidak lupa mengadakan upacara selamatan untuk menghormati arwah para pahlawannya dengan tari-tarian selamatan, dan tari-tarian adat yang sekaligus menunjukkan pula rasa duka citanya.  Bukan saja di Mujang, tetapi ditempat-tempat lain yang mereka lalui, mereka mendapat sambutan hangat dan mengharukan.  Pada tanggal 14 April 1950 rombongan tiba kembali di Banjarmasin, yang selanjutnya jenazah almarhum Harry Hadisumantri diistirahatkan di gedung G.P.I Jalan Pelabuhan Utara untuk menunggu kapal yang akan mengangkut ke Jawa.  Dengan kapal K.P.M MS Rengat jenazah kemudian dibawa ke Surabaya yang selanjutnya dari Surabaya diteruskan ke Yogyakarta untuk dimakamkan di  Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara.<references group="Dinas Perawatan Personel TNI AU, Subdisjarah (2004). Sejarah TNI Angkatan Udara Jilid 1 (1945-1949). Jakarta: Subdisjarah Diswatpersau. hlm. 144-148" responsive="" />
 
== Referensi ==