Otto Djaya: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Menambah Kategori:Alumni Institut Kesenian Jakarta menggunakan HotCat |
k fix |
||
Baris 48:
== Pendidikan ==
Pada tahun 1923 Raden Wirasandi Natadiningrat memasukkan Otto di sekolah Belanda khusus Bumiputera ([[Hollandsch-Inlandsche School]]) di Pandeglang. Ketertarikannya terhadap seni lukis dimulai di sekolah tersebut. Tujuh tahun berikutnya Otto pergi ke [[Kota Bandung|Bandung]] untuk melanjutkan pendidikannya
Pada tanggal 9 Maret 1942 Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Dengan demikian secara resmi wilayah Indonesia jatuh ke tangan Jepang.<ref>{{Cite book|title=Serangan Umum 11 Maret 1949 Dalam Kaleidoskop Sejarah Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia|last=Hutagalung|first=Batara R.|publisher=LkiS|year=2010|isbn=979-1283-94-X|location=Yogyakarta|page=|edition=I}}</ref> Meski sudah berkuasa penuh, negeri Sakura tersebut memandang perlu dibentuknya pasukan sukarelawan lokal untuk memperkuat kesatuan tentara yang ada. Inisiatif tersebut disambut hangat kaum nasionalis Indonesia. Pada tanggal 3 Oktober 1943 PETA ([[Pembela Tanah Air]]) resmi dibentuk. Jepang lalu mengumumkan perekrutan dan pelatihan prajurit bagi orang lokal untuk mengisi posisi perwira (Komandan Kompi) PETA. Beberapa bulan kemudian atau sekitar tahun 1944 Otto mendaftarkan diri. Selama 3 bulan Otto mendapatkan pendidikan militer ala Jepang, untuk kemudian lulus berpangkat [[Mayor]]. Ke depan Mayor Raden Otto Djaya Suntara terlibat langsung dalam revolusi fisik.
Setelah Jepang menyerah kalah dari [[Sekutu|Pasukan Sekutu]] dan [[Indonesia|Republik Indonesia]] diproklamirkan, [[Amerika Serikat]] mengumumkan pengalihan tanggung jawab atas wilayah Indonesia kepada [[Inggris]] yang tak lain adalah sekutu Belanda juga. Sebulan setelah pasukan Inggris di [[Bandar Udara Internasional Kemayoran|Bandara Kemayoran]], Jakarta, Gubernur-Jenderal [[Hubertus Johannes van Mook|Hubertus van Mook]] kembali datang ke [[Jawa|Pulau Jawa]] dengan misi kembali membangun pemerintahan kolonial. Pada tanggal 13 Juli 1946 Komando Pasukan Sekutu [[Asia Tenggara]] secara resmi menyerahkan Indonesia kepada Belanda (kecuali Pulau Jawa dan [[Sumatra|Sumatera]]).
Baris 86:
== Pameran ==
'''6 Mei-6 Juni 1941'''. Otto Djaya dan 30 anggota [[Persatuan Ahli Gambar Indonesia|Persagi]] (Persatuan Ahli Gambar Indonesia) menggelar Pameran di Gedung Kunstkring, [[Menteng, Jakarta Pusat|Menteng]], [[Kota Administrasi Jakarta Pusat|Jakarta Pusat]]. Mereka memamerkan 61 lukisan bertema pemandangan dan keseharian orang Indonesia. Pameran ini merupakan tonggak sejarah baru bagi seniman gambar Indonesia, khususnya seniman-seniman Persagi. Tidak mudah bagi pelukis [[Boemi Poetera|Bumiputera]] untuk berpameran di Kunstkring, bahkan sekadar diundang untuk melihat-lihat pameran. Pertama tentu saja karena politik diskriminasi penjajah, faktor lainnya adalah, kebanyakan pelukis Indonesia [[otodidak]], bukan lulusan akademi. Sebelumnya, proposal Agus Djaya dan [[S. Sudjojono]] untuk menggelar pameran berkali-kali ditolak.<ref name=":0" />
Gedung Kunstkring dibuka untuk pertama kali pada 17 April 1914. Gedung ini dijadikan pusat ekshibisi seni dan restoran mewah. Hingga awal 1939 banyak pergelaran seni digelar di Gedung Kunstkring (arti dalam bahasa Indonesianya Lingkaran Seni). Lukisan karya [[Pablo Picasso]] dan [[Vincent van Gogh]] pernah dipamerkan di sana. Tempat ini sekarang dimiliki Pemerintah Provinsi [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|DKI Jakarta]]. Kini disewa dan dikelola Grup Hotel Tugu dan Restoran.<ref>{{Cite web|url=https://travel.kompas.com/read/2014/04/21/1234223/Kunstkring.Jadikan.Menteng.Lebih.Bermakna|title=Kunstkring Jadikan Menteng Lebih Bermakna|last=Triana|first=Neli|date=21 April 2014|website=kompas online|access-date=9 April 2019}}</ref>
Baris 98:
'''29 Agustus 1945.''' Mayor Otto Djaya diminta Mahasiswa STI (Sekolah Tinggi Islam) menulis semboyan-semboyan revolusi di tempat-tempat umum di sekitaran Jakarta. Aksi tersebut menuai sambutan baik oleh warga Jakarta. Aksi coretan Otto tersebut menular di kota-kota besar lainnya.<ref name=":1" />
'''1946'''. Otto Djaya menggelar eksibisi solo di [[Museum Nasional Indonesia|Museum Nasional]] Jakarta sekembalinya dari medan perang, atau setelah ia memutuskan berhenti dari dinas kemiliterannya. Otto memamerkan karya-karya lukisnya dari garis depan medan pertempuran.
'''20 Februari 1947'''. Karya Agus dan Otto Djaya digelar Kementerian Pendidikan Seni dan Ilmu Sains Republik di Museum di Koningsplein, Kings Square, Jakarta. Gubernur Jenderal van Mook hadir dan membeli beberapa lukisan mereka.<ref name=":4">{{Cite web|url=https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20161006210601-241-163850/jejak-langkah-dan-sepak-terjang-otto-djaya|title=Jejak Langkah dan Sepak Terjang Otto Djaya|last=Indra|first=Rahman|date=07 Oktober 2016|website=cnnindonesia|access-date=8 April 2019}}</ref>
'''10 Oktober 1947'''
Pada tahun yang sama Otto dan Agus Djaya menggelar pameran di Galeri Barbizon di area Saint Germain, [[Paris]], [[Prancis|Perancis]]. Awalnya pameran akan digelar di Museum Seni Modern Paris, namun dibatalkan mengingat museum tersebut sedang ditutup untuk sementara waktu. Para pengunjung menyukai karya keduanya. Mereka menyebut Otto sebagai pendongeng cerita.
Baris 114:
'''1951'''. Beberapa lukisan Otto Djaya yang disimpan di Belanda dipamerkan dalam acara [[Biennale]] di [[São Paulo|Sao Paulo]], [[Brasil|Brazil]]. Otto absen dalam acara tersebut. Adalah anggota Persagi, Kusnadi (1921-1990), yang bertanggung jawab menyeleksi lukisan-lukisan Indonesia untuk dipamerkan di sana. Pelaksanaan pameran menuai sukses besar.<ref name=":4" />
'''25 Februari-15 Maret 1952.''' Sebuah eksebisi diadakan di Galeri John Heller, jl. 47 East 108, [[New York]], USA. Memamerkan lukisan-lukisan Indonesia Modern: Karya Otto, “Dream of Maya” dan “Dream”,
'''27 Maret 1952.''' Beberapa institusi kebudayaan di Bogor menggelar eksibisi tunggal bagi Otto Djaya.
|