Pehkulon, Papar, Kediri: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Bot5958 (bicara | kontrib)
k WPCleaner v2.05b - Perbaikan untuk PW:CW (Pranala dengan spasi yang di-encode)
k fix
Baris 15:
'''PENDAHULUAN'''
 
'''A.   Latar Belakang'''
 
'''1.   Kondisi Sosial Politik'''
 
Pedang peperangan terus mengoyak ketenangan pulau Jawa setelah mangkatnya Sultan Agung Hanyokrokusumo pada tahun 1645 M.[[:Berkas:///E:/BUKU BUKU PENTING/Coretanku/SEJARAH DESA PEHKULON/SEJARAH DESA PEHKULON.docx# ftn1|[1]]] Pemerintahan pulau Jawa di selimuti oleh perebutan kekuasaan dan ''intrik'' yang berkepanjangan seiring dengan mulai menguatnya pengaruh VOC Belanda di pusat kekuasaan Jawa.
Baris 25:
Sementara itu pasca perjanjian Giyanti[[:Berkas:///E:/BUKU BUKU PENTING/Coretanku/SEJARAH DESA PEHKULON/SEJARAH DESA PEHKULON.docx# ftn5|[5]]] '''Raden Prawirosentiko''' salah seorang bangsawan Surakarta yang menjadi kakak ipar Sultan Hamengkubuwono I di angkat oleh Sultan sebagai Bupati Wedana di Madiun, dengan nama baru ''Ronggo Prawirodirjo'' menggantikan bupati wedono Mangkudipuro.[[:Berkas:///E:/BUKU BUKU PENTING/Coretanku/SEJARAH DESA PEHKULON/SEJARAH DESA PEHKULON.docx# ftn6|[6]]] Tahun 1784 Ronggo Prawirodirjo I wafat dan dimakamkan di Pemakaman Taman yang kemudian oleh Sultan Hamengku Buwono ditetapkan sebagai Tanah Perdikan.
 
Pada tahun (1797-1810) cucunya yang bernama '''Ronggo Prawirodirjo III''' menjabat Bupati Madiun ke 16 beliau juga menantu Sultan Hamengku Buwono II atau suami dari  Gusti Kanjeng Ratu Maduretno, Ronggo Prawirodirjo III gugur saat perang melawan Pasukan Yogyakarta, atas kehendak Belanda di  Kertosono (17-12-1810), kemudian dimakamkan di pemakaman  Banyu Sumurup. Tahun 1957 oleh Sultan Hamengku Buwono IX, Ronggo Prawirodirjo III dimakamkan kembali di Pemakaman Giripurno, Gunung Bancak disamping makam Permaisurinya yaitu GKR Maduretno. Beliau mempunyai penasehat keagamaan yang bernama Kyai '''Bilawi''' yang merupakan putra dari Kyai Muhammad bin Umar Banjarsari Madiun. Kyai Bilawi ini juga di makamkan di Pemakaman Giripurno Gunung Bancak, Magetan.
 
Pada tanggal 1 Januari tahun 1800 VOC dibubarkan dan kekuasaan atau kendali atas daerah-daerah jajahan diambil oleh Pemerintah Belanda, keadaan Kerajaan Jawa diperparah akibat pergantian VOC ke tangan pemerintahan Hindia Belanda. Pada tahun 1808 M Hindia Belanda  membuat jalan raya dari Anyer (Banten) sampai Panarukan (Besuki) tujuannya sebagai pos pertahanan untuk menghadapi Inggris. Selain itu Pemerintahan Hindia Belanda juga menjadikan para Bupati di pesisir Jawa sebagai pegawai negeri dengan mendapatkan gaji tetap dari pemerintah Hindia Belanda (1808 M). Pada tahun 1811 M Hindia Belanda tidak mau membayar uang sewa lagi atas daerah pesisir kepada Kerajaan. Hal inilah yang menjadi kerisauan kerajaan karena pendapatannya akan berkurang. Alasan Hindia Belanda melakukan kebijakan ini agar dapat menutupi kerugian dan hutang VOC yang  besar pada pemerintahan Kerajaan Belanda dan mengefisienkan administrasi pemerintahan.
 
Situasi politik yang tidak menentu di perparah dengan adanya perang Diponegoro yang meliputi sebagian besar wilayah kerajaan Mataram di Jawa seperti Semarang, Kedu, Bagelan, Tegal, Pati, Pekalongan, Pacitan, Banyumas, Rembang, Bojonegoro, dan Kediri. Peperangan yang terjadi antara tahun 1825-1830 ini menelan korban tidak kurang 15000 tentara dan menghabiskan biaya lebih dari 20 Juta Gulden. Sementara pada penduduk pribumi hampir 200.000 ribu hilang atau meninggal.[[:Berkas:///E:/BUKU BUKU PENTING/Coretanku/SEJARAH DESA PEHKULON/SEJARAH DESA PEHKULON.docx# ftn7|[7]]]
Baris 37:
Pabrik gula mulai banyak didirikan untuk mendukung kebijakan ekonomi tersebut di daerah-daerah. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya pabrik-pabrik gula yang berproduksi khususnya di Pulau Jawa. Selain itu, banyaknya tenaga kerja dari penduduk sekitar dan bahan baku tebu yang diambil dari lahan perkebunan penduduk sekitar pabrik dapat membantu meningkatkan taraf hidup masyarakat serta mendorong majunya perekonomian di daerah tersebut. Namun, dampak langsung dari pendirian pabrik tersebut kebutuhan akan persediaan kayu yang cukup besar, sehingga menyebabkan hutan lenyap, lahan yang sedianya subur dan dipergunakan untuk menghasilkan beras, ditanami tebu dan banyak buruh yang diambil dari penduduk sekitar dipekerjakan secara paksa.[[:Berkas:///E:/BUKU BUKU PENTING/Coretanku/SEJARAH DESA PEHKULON/SEJARAH DESA PEHKULON.docx# ftn9|[9]]] Pendirian pabrik ini menyebar di seluruh pelosok pulau Jawa termasuk di daerah Kediri, ada pabrik gula Meritjan yang didirikan pada tahun 1809, dan pabrik gula Minggiran pada tahun 1831.[[:Berkas:///E:/BUKU BUKU PENTING/Coretanku/SEJARAH DESA PEHKULON/SEJARAH DESA PEHKULON.docx# ftn10|[10]]]
 
Pada tahun  1835 M  wilayah mancanagara  (diluar  karesidenan Surakarta  dan  Yogyakarta) dijadikan pemerintah Hindia Belanda sebagai lahan tanam paksa yang berlangsung hampir 40 tahun. Lahan rakyat yang diwajibkan untuk tanam paksa hanya 1/5 dari miliknya tapi pada prateknya 1/2 lebih lahan digunakan. Lahan rakyat itu ditanami produk-produk pertanian yang mempunyai harga jual tinggi. Sejak saat itu diperkenalkan produk pertanian yang baru di Jawa. Diantaranya adalah tebu, nila dan lada.
 
Tanam paksa berakhir sejak dibuatnya UU Agraria tahun 1870M. Sejak saat itulah muncul privatisasi dan liberalisasi di Hindia Belanda. Para petani tidak lagi diwajibkan bercocok tanam secara paksa tetapi mulai menjadi buruh  kontrak  ataupun menyewakan  lahan  tanahnya bagi  perusahaan  swasta asing.  Buruh  kontrak tersebut dipekerjakan pada perkebunan dan pabrik milik perusahaan asing. Sejak saat itu diperkenalkan produk perkebunan yang baru di Jawa. Dan sejak saat itulah kapitalisasi dan industrialisasi hadir di Pulau Jawa.[[:Berkas:///E:/BUKU BUKU PENTING/Coretanku/SEJARAH DESA PEHKULON/SEJARAH DESA PEHKULON.docx# ftn11|[11]]]
 
Kesenjangan sosial antara golongan priyayi (bangsawan-red) dengan rakyat semakin besar. Sebaliknya pada tahun 1840 M perdagangan dan pelayaran Orang Jawa mulai marak kembali karena pemerintah  Hindia Belanda mulai memberikan keluasaan. Dibuktikan dengan adanya pelayaran Orang Jawa yang naik haji ke Mekah meningkat drastis sejak separuh kedua abad ke 19M. Golongan yang naik haji terutama adalah golongan pedagang karena meningkatnya perekonomian terutama perdagangan pada paruh abad ke-19M.
 
'''B.     Awal Kedatangan'''
 
Pada saat itu, sekitar paruh abad 18 M, sebuah rombongan yang terdiri dari keluarga prajurit prajurit Mataram yang telah lelah karena harus di paksa berperang melawan saudaranya sendiri, dengan di pimpin oleh seorang pemuda mantan prajurit Mataram yang cakap, yang berasal dari Bagelen Purworejo Jawa Tengah yang juga berasal dari keturunan Demak melakukan perjalanan ke arah timur, mencari tempat baru untuk meneruskan kehidupannya sempat tersedak oleh peperangan, dengan penuh harapan mereka menemukan suatu daerah yang masih belum berpenghuni.
Baris 61:
'''(Sebelum Menjadi Pehkulon-Pehwetan)'''
 
'''A.   Masa Perintisan Desa dan Perkampungan (Babad Desa)'''
 
Tidak ada sumber tertulis atau peninggalan yang otentik selain dari sumber cerita lisan para sesepuh Desa bagaimana awal terbentuknya perkampungan atau Desa Pehkulon. Hanya seperti yang di ceritakan pada masa awal kedatangan bahwa ada sekelompok orang dari Mataram yang datang di pimpin oleh seorang yang bernama '''Joyo Rejo''' yang konon berasal dari Bagelen Purworejo atau menurut cerita yang lain berasal dari Demak.[[:Berkas:///E:/BUKU BUKU PENTING/Coretanku/SEJARAH DESA PEHKULON/SEJARAH DESA PEHKULON.docx# ftn13|[13]]] Prakiraan tahun kedatangannya hanya berdasarkan perkiraan masa-masa sebelum mbah Bulawi yaitu sekitar paruh pertama dari tahun 1700 an.
Baris 73:
Tugu berbentuk persagi panjang dari batu yang dikenal oleh orang-orang sebagai situs Watu Jagak sangat berkaitan erat dengan awal mula pembukaan wilayah perkampungan ini. Ada berbagai kemungkinan apa dan bagaimana fungsi dari watu jagak ini. Kemungkinan pertama watu jagak ini di buat oleh mbah Joyo sebagai penanda Desa atau semacam prasasti. Kemungkinan kedua watu jagak ini sudah ada sebelum orang-orang datang yang mungkin peninggalan purba atau peninggalan masa Hindu yang memang banyak berada di wilayah Kediri yang kemudian di alih fungsikan sebagai tugu penanda desa. Hal ini memerlukan penelitian arkeologis lebih lanjut. Tetapi jelas menurut semua orang Watu Jagak ini bukan merupakan kuburan atau makam dari mbah Joyo Rejo.
 
'''B.     Masa Pemerintahan Mbah Bulawi (1762-1802 M)'''[[:Berkas:///E:/BUKU BUKU PENTING/Coretanku/SEJARAH DESA PEHKULON/SEJARAH DESA PEHKULON.docx# ftn19|[19]]]
 
Tidak ada keterangan tertulis dari masa ini kecuali hanya cerita lisan bahwa beliau berasal dari Logujek Papar Kediri, yang di tahbiskan menjadi pemimpin Desa untuk menggantikan Mbah Joyo Rejo. Dari asumsi ini, melihat analisis Rickfles bahwa terjadi gelombang perpindahan penduduk besar-besaran dari Jawa tengah karena tekanan ekonomi akibat kebijakan politik[[:Berkas:///E:/BUKU BUKU PENTING/Coretanku/SEJARAH DESA PEHKULON/SEJARAH DESA PEHKULON.docx# ftn20|[20]]], bisa jadi beliau berasal dari keluarga prajurit Mataram yang ''desersi'' atau lari mengungsi ke wilayah-wilayah yang relatif lebih aman dan subur seperti tepian sungai Brantas. Wilayah Papar mungkin menjadi wilayah lebih dahulu di datangi oleh para pendatang tersebut di banding wilayah sebelah selatan. Dari kelompok-kelompok awal pendatang baru dari Mataram ini, yang tinggal sepanjang tepian sungai Brantas sebelah timur, dimungkinkan berasal dari kelompok-kelompok yang sama yaitu mereka yang lari dari tekanan politik atau ekonomi dari daerah Mataram. Dari jaringan inilah yang memungkinkan terjadinya penunjukkan mbah '''Bulawi''' oleh mbah Joyo sebagai pemimpin Desa sebagai pengganti beliau. Nama Bulawi bisa jadi berasal dari '''''Baidhowi''''' nama seorang tokoh agama perintis agama Islam yang ada di Bagelen.[[:Berkas:///E:/BUKU BUKU PENTING/Coretanku/SEJARAH DESA PEHKULON/SEJARAH DESA PEHKULON.docx# ftn21|[21]]]
Baris 83:
Belum diketahui dengan pasti bagaimana keadaan pemerintahan pada saat itu, serta apakah beliau mempunyai keturunan serta siapa saja keturunannya.[[:Berkas:///E:/BUKU BUKU PENTING/Coretanku/SEJARAH DESA PEHKULON/SEJARAH DESA PEHKULON.docx# ftn22|[22]]]
 
'''C.   Masa Pemerintahan Mbah Prawiro Sentiko (1802-1847)'''
 
'''D.   Masa Pemerintahan Mbah Wongso Semito (1847-1879)'''
 
----[[:Berkas:///E:/BUKU BUKU PENTING/Coretanku/SEJARAH DESA PEHKULON/SEJARAH DESA PEHKULON.docx# ftnref1|[1]]] [[Sultan Agung dari Mataram|http://wiki-indonesia.club/wiki/Sultan_Agung_dari_Mataram]], di akses tanggal 12 Pebruari 2014
Baris 103:
[[:Berkas:///E:/BUKU BUKU PENTING/Coretanku/SEJARAH DESA PEHKULON/SEJARAH DESA PEHKULON.docx# ftnref8|[8]]] Wikipedia, culturstelseel, diakses 10 Desember 2014
 
[[:Berkas:///E:/BUKU BUKU PENTING/Coretanku/SEJARAH DESA PEHKULON/SEJARAH DESA PEHKULON.docx# ftnref9|[9]]] Kano, H., Husken, F. & Surjo, D. 1996.  Di Bawah Asap Pabrik Gula. Bandung: Akatiga dan Gadjah Mada University Press, hlm. 50-51.
 
[[:Berkas:///E:/BUKU BUKU PENTING/Coretanku/SEJARAH DESA PEHKULON/SEJARAH DESA PEHKULON.docx# ftnref10|[10]]] ''Geillustreed Weekblad Voor Nederland en Kolonien  – 10 Jan 1923,'' diakses dari blog.
 
[[:Berkas:///E:/BUKU BUKU PENTING/Coretanku/SEJARAH DESA PEHKULON/SEJARAH DESA PEHKULON.docx# ftnref11|[11]]] History of Java, h. 71-74