Sariqah (Pencurian): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k pembersihan kosmetika dasar, added orphan, uncategorised, underlinked tags
k fix
 
Baris 2:
{{Orphan|date=Februari 2023}}
 
'''Sariqah''' adalah mengambil suatu harta yang tidak ada hak baginya dari tempat penyimpanan”.  Sariqah adalah bentuk mashdar ٌطس – طسقا kata dari ق -عشق dan secara etimologis berarti mengambil harta milik seseorang secara sembunyisembunyi dan dengan tipu daya. Sementara itu, secara terminologis pencurian (Sariqah) adalah mengambil harta orang lain dengan sembunyi-sembunyi dari tempat penyimpanannya. Menurut bahasa pencurian adalah: انسشلخ ًْ اخز انًبل انًتمٕ يهك نهغٍش فى حشص يثهّ خفٍخ “Pencurian adalah mengambil harta orang lain yang bernilai secara diam-diam dari tempatnya yang tersimpan”. Sedangkan menurut syara’, pencurian adalah: انسشلخ ًْ أخز انًكهف خفٍخ لذس عششح دساْى فضشٔثخ يحشصح أٔ خبفظ ثال شجٓخ “Pencurian adalah mengambil harta [[orang]] lain yang oleh mukallaf secara sembunyi-sembunyi dengan nisab 10 Dirham yang dicetak, disimpan pada tempat penyimpanan yang biasa digunakan atau dijaga oleh seorang penjaga dan tidak ada [[syubhat]]”.
 
== Menurut Pandangan Ulama ==
Baris 48:
* Pengambilan secara diam-diam atau sembunyi-sembunyi
 
Pengambilan secara diam-diam terjadi apabila pemilik (korban) tidak mengetahui terjadinya pengambilan barang tersebut dan ia tidak merelakanya.  Contohnya, mengambil barang-barang milik orang lain dari dalam rumahnya pada malam hari ketika ia (pemilik) sedang tidur. Pengambilan harta harus dilakukan dengan sempurna jadi, sebuah perbuatan tidak di anggap sebagai tindak pidana jika tangan pelaku hanya menyentuh barang tersebut.
 
* Barang yang diambil berupa harta
Baris 54:
Salah satu unsur yang penting untuk dikenakannya hukuman potong tangan adalah bahwa barang yang dicuri itu harus barang yang bernilai mal (harta), ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dikenakan hukuman potong tangan, syarat-syarat tersebut adalah:
 
# Barang yang dicuri harus mal mutaqawwin yaitu barang yang dianggap bernilai menurut syara’. Menurut, Syafi’i, Maliki dan Hambali, bahwa yang dimaksud dengan benda berharga adalah benda yang dimuliakan syara’, yaitu bukan benda yang diharamkan oleh syara’ seperti khamar, babi, anjing, bangkai, dan seterusnya, karena benda-benda tersebut menurut Islam dan kaum muslimin tidak ada harganya. Karena mencuri benda yang diharamkan oleh syara’, tidak dikenakan sanksi potong  tangan. Hal ini diungkapkan oleh Abdul Qadir Awdah, “Bahwa tidak divonis potong tangan kepada pencuri anjing terdidik (helder) maupun anjing tidak terdidik, meskipun harganya mahal, karena haram menjual belinya.
# Barang tersebut harus barang yang bergerak Untuk dikenakanya hukuman had bagi pencuri maka disyaratkan barang yang dicuri harus barang atau benda yang bergerak. Suatu benda dapat dianggap sebagai benda bergerak apabila benda tersebut bisa dipindahkan dari satu tempat ke tempat lainya.
# Barang tersebut harus barang yang tersimpan Jumhur fuqaha berpendapat bahwa salah satu syarat untuk dikenakannya hukuman had bagi pencuri adalah bahwa barang yang di curi harus tersimpan di tempat simpanannya. Sedangkan Zhahiriyah dan sekelompok ahli hadis tetap memberlakukan hukuman had walaupun pencurian bukan dari tempat simpanannya apabila barang yang dicuri mencapai nisab yang dicuri.
Baris 86:
dan penggantian kerugian dapat dilaksanakan bersama-sama terdapat dua hak, yaitu hak Allah sedangkan penggantian kerugian dikenakan sebagai imbangan dari hak manusia.
 
Menurut Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya penggantian kerugian dapat dikenakan terhadap pencuri apabila ia tidak dikenakan hukuman potong tangan. Akan tetapi apabila hukuman potong tangan dilaksanakan maka pencuri tidak dikenai hukuman untuk pengganti kerugian. Dengan demikian menurut mereka, hukum potong tangan dan penggantian kerugian tidak dapat dilaksanakan sekaligus Bersama-sama.  Alasanya adalah Bahwa Al-Qur’an hanya  menyebutkan hukuman potong tangan untuk tindak pidana pencurian, sebagaimana yang tercantum dalam surat Al-Maidah ayat 38, dan tidak menyebutkan penggantian kerugian.
 
* Hukuman Potong Tangan