Kesultanan Mataram: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k fix
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: kemungkinan perlu pemeriksaan terjemahan VisualEditor
Baris 67:
'''Kesultanan Mataram''' ({{lang-jv|{{jav|꧋ꦤꦒꦫꦶꦏꦱꦸꦭ꧀ꦠꦤꦤ꧀ꦩꦠꦫꦩ꧀}}, [[Abjad Pegon|Pegon]]: نَاڬَارِي كَسُلْطَانَن مَاتَارَام|Nagari Kasultanan Mataram}}) adalah negara berbentuk [[kesultanan]] di [[Jawa]] pada abad ke-16. Kesultanan ini didirikan sejak pertengahan [[abad ke-16]], tetapi baru menjadi negara berdaulat di akhir [[abad ke-16]] yang dipimpin oleh dinasti yang bernama [[wangsa Mataram]].<ref name="joglosemar">{{cite web | title = The Mataram Kingdom & Royal Palaces | publisher = joglosemar.co.id | url = https://www.joglosemar.co.id/mataramking.html | accessdate = 20 Agustus 2020 | archive-date = 2021-03-03 | archive-url = https://web.archive.org/web/20210303165956/https://www.joglosemar.co.id/mataramking.html | dead-url = yes }}</ref><ref name="Britannica" />
 
Sepanjang abad ke-16, tepatnya pada puncak kejayaannya di bawah pemerintahan [[Sultan Agung dari Mataram|Anyakrakusuma]], Mataram adalah salah satu negara terkuat di Jawa, kesultanan yang menyatukan sebagian besar pulau [[Jawa]], yakni sebagian besar wilayah [[Jawa Barat]], [[Jawa Timur]] dan [[Jawa Tengah]] kecuali [[Provinsi Banten|Banten]] di ujung barat dan [[Kerajaan Blambangan]] di ujung timur, selain itu juga menguasai daerah [[pulau Madura|Madura]], dan [[Kerajaan Tanjungpura|Sukadana]] ([[Kalimantan Barat]]), [[Makasar]], serta [[Pulau SumatraPalembang]] (Palembang dan [[Jambi]]). Kesultanan ini terdiri dari beberapa wilayah inti mulai dari: ''kutagara'', ''nagaragung'', ''mancanagara'', ''pasisiran'' dan sejumlah ''kerajaan vasal'', beberapa di antaranya dianeksasi ke dalam teritori kesultanan, sedangkan sisanya diberikan beragam tingkat otonomi.<ref>M.C. Ricklest. 2007. Sejarah Indonesia Modern. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. 1200-2004.</ref>
 
Kesultanan ini secara [[de facto]] adalah negara merdeka yang menjalin hubungan perdagangan dengan [[Kerajaan Belanda]] ditandai dengan kedua pihak saling mengirim duta besar. Menjelang keruntuhannya, Kesultanan Mataram menjadi negara [[protektorat]] [[Kerajaan Belanda]], dengan status [[swapraja|''pzelfbestuurende landschappen'']].{{Butuh rujukan}}
Baris 82:
==== Adeging nagari ====
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Poort van de Sultansgraven in Pasar Gedé de oude begraafplaats nabij Djokjakarta. TMnr 60004745.jpg|thumb|right|upright|[[Kutagede, Mataram|Kutagede]], bekas ibu kota Kesultanan Mataram, didirikan pada tahun 1582 oleh Panembahan Senapati.]]
Pada seperempat abad ke-16 Masehi, wilayah Kesultanan Mataram merupakan bagian dari wilayah [[Kesultanan Pajang]]. Statusnya sebagai [[kadipaten]] dengan penguasanya yaitu Bagus Kacung alias [[Ki Ageng Pamanahan]]. Setelah Bagus Srubut alias [[Senapati dari Mataram|Panembahan Senapati]] berkuasa di Kadipaten Mataram, ia memisahkan wilayahnya dari Kesultanan Pajang dan mendirikan Kesultanan Mataram.<ref>{{Cite journal|last=Munawar|first=Zaid|date=2020|title=Pengelolaan Pajak di Kerajaan Mataram Islam Masa Sultan Agung, 1613-1645 M|url=http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/juspi/article/view/7251/3576|journal=Jurnal Sejarah Peradaban Islam|volume=4|issue=1|pages=10}}</ref> Kesultanan Mataram didirikan olehnya pada tahun 1586. Selanjutnya pada tahun 1586 wilayah Pajang sudah menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Mataram diikuti penyerahan tahkta Pajang oleh [[Pangeran Benawa]] kepada [[Panembahan Senapati]]. Perkembangan Mataram begitu besar dan kuat sehingga sebagian besar sejarawan setuju bahwa itu telah didirikan selama beberapa generasi perintis Mataram.
 
Selanjutnya pada tahun 1586 wilayah Pajang sudah menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Mataram diikuti penyerahan tahkta Pajang oleh [[Pangeran Benawa]] kepada [[Panembahan Senapati]]. Perkembangan Mataram begitu besar dan kuat sehingga sebagian besar sejarawan setuju bahwa itu telah didirikan selama beberapa generasi perintis Mataram.
Menurut catatan Jawa, raja-raja Mataram adalah keturunan dari [[Ki Ageng Sela]] (Sela adalah sebuah desa dekat [[Demak]] sekarang). Pada tahun 1570-an, salah satu keturunan Ki Ageng Sela, Kyai Gede Pamanahan dianugerahi kekuasaan atas tanah Mataram oleh raja Pajang, [[Sultan Adiwijaya]], sebagai imbalan atas jasanya mengalahkan [[Arya Panangsang]], musuh Adiwijaya.<ref name ="Soekmono55">{{cite book | author= Soekmono | title= Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3 | publisher = Kanisius | page =55 }}</ref> Pajang terletak di [[kota Surakarta]] saat ini, dan Mataram awalnya adalah vasal dari Pajang.<ref name="Britannica">{{cite web | title = Mataram, Historical kingdom, Indonesia | publisher = Encyclopædia Britannica | url = http://www.britannica.com/EBchecked/topic/368940/Mataram | accessdate = 20 Agustus 2020}}</ref> Pamanahan sering disebut sebagai Kyai Gede Mataram. Seorang kyai adalah seorang ulama muslim yang berpendidikan tinggi dan cenderung disegani.
 
Menurut catatan Jawa, raja-raja Mataram adalah keturunan dari [[Ki Ageng Sela]] (Sela adalah sebuah desa dekat [[Demak]] sekarang). Pada tahun 1570-an, salah satu keturunan Ki Ageng Sela, Kyai Gede Pamanahan dianugerahiyang kekuasaanberhasil atasmenguasai tanahTanah MataramMentaok olehdi raja Pajang, [[Sultan Adiwijaya]], sebagai imbalan atas jasanya mengalahkan [[Arya Panangsang]], musuh AdiwijayaMataram.<ref name ="Soekmono55">{{cite book | author= Soekmono | title= Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3 | publisher = Kanisius | page =55 }}</ref> Pajang terletak di [[kota Surakarta]] saat ini, dan Mataram awalnya adalah vasal dari Pajang.<ref name="Britannica">{{cite web | title = Mataram, Historical kingdom, Indonesia | publisher = Encyclopædia Britannica | url = http://www.britannica.com/EBchecked/topic/368940/Mataram | accessdate = 20 Agustus 2020}}</ref> Pamanahan sering disebut sebagai Kyai Gede Mataram. Seorang kyai adalah seorang ulama muslim yang berpendidikan tinggi dan cenderung disegani.
Sedangkan di Pajang, terjadi perebutan kekuasaan besar-besaran yang terjadi setelah Sultan Adiwijaya wafat pada tahun 1582. Pewaris Adiwijaya adalah [[Pangeran Benawa]], digulingkan takhtanya oleh [[Arya Pangiri]] dari [[Demak]], dan disingkirkan ke [[Jipang, Cepu, Blora|Jipang]]. Putra Pamanahan, Sutawijaya atau Panembahan Senapati, menggantikan ayahnya sekitar tahun 1584, dan dia mulai melepaskan Mataram dari kekuasaan Pajang. Di bawah Sutawijaya, Mataram tumbuh secara substansial melalui kampanye militer melawan penguasaan Mataram atas Pajang oleh [[Arya Pangiri]], dan [[Pangeran Benawa]] dengan cepat menggalang dukungan untuk merebut kembali takhtanya dan merekrut dukungan Panembahan Senapati melawan [[Pajang, Laweyan, Surakarta|Pajang]]. Selanjutnya, Pajang diserang dari dua arah: oleh Pangeran Benawa dan oleh Panembahan Senapati. Perang antara Pajang melawan Mataram berakhir dengan kekalahan Arya Pangiri. Pangeran Benawa kemudian naik takhta di Pajang.<ref name ="Soekmono55"/> Selama periode itu tidak ada putra mahkota Pajang yang menggantikan Pangeran Benawa sehingga takhta Pajang diserahkan ke Panembahan Senapati. Kemudian yang menjadi bupati di sana ialah Pangeran Gagak Baning atau adik Panembahan Senapati. Peristiwa pada tahun 1586 ini menandai berakhirnya kerajaan Pajang dan berdirinya Nagari Kasultanan Mataram.
 
Sedangkan di Pajang, terjadi perebutan kekuasaan besar-besaran yang terjadi setelah Sultan Adiwijaya wafat pada tahun 1582. Pewaris Adiwijaya adalah [[Pangeran Benawa]], digulingkan takhtanya oleh [[Arya Pangiri]] dari [[Demak]], dan disingkirkan ke [[Jipang, Cepu, Blora|Jipang]]. Putra Pamanahan, Bagus Srubut atau Panembahan Senapati, menggantikan ayahnya sekitar tahun 1584, dan dia mulai melepaskan Mataram dari kekuasaan Pajang yang seperti itu.
 
Di bawah Bagus Srubut, Mataram tumbuh secara substansial melalui kampanye militer melawan penguasaan Mataram atas Pajang oleh [[Arya Pangiri]], dan [[Pangeran Benawa]] dengan cepat menggalang dukungan untuk merebut kembali takhtanya dan merekrut dukungan Bagus Srubut untuk melawan [[Pajang, Laweyan, Surakarta|Pajang]]. Selanjutnya, Pajang diserang dari dua arah: oleh Pangeran Benawa dan oleh Bagus Srubut.
 
Perang antara Pajang melawan Jipang + Mataram berakhir dengan kekalahan Arya Pangiri. Pangeran Benawa kemudian naik takhta di Pajang.<ref name="Soekmono55">{{cite book|author=Soekmono|title=Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3|publisher=Kanisius|page=55}}</ref> Selama periode itu tidak ada putra mahkota Pajang yang menggantikan Pangeran Benawa sehingga takhta Pajang diserahkan kepada Bagus Srubut yang kemudian bergelar Panembahan Senapati. Kemudian yang menjadi bupati di sana ialah Pangeran Gagak Baning yang merupakan adik Bagus Srubut. Peristiwa pada tahun 1586 ini menandai berakhirnya kerajaan Pajang dan berdirinya Nagari Kasultanan Mataram.
 
==== Kebangkitan Mataram ====
[[Berkas:KITLV 3850 - Kassian Céphas - Graves of Senapati (1) Sultan Sepoeh (2), two consorts of Senapati (3, 4) and Panembahan Seda Krapjak in the tomb of Senapati and his Pasar Gede - 1896.tif|thumb|right|upright|[[Pasarean Mataram]], makam dari Panembahan Senapati dan Panembahan Seda ing Krapyak.]]
[[SenapatiBagus dari Mataram|Sutawijaya]]Srubut menjadi pemimpin monarki dengan menyandang gelar "[[Panembahan]]" (secara harfiah berarti "orang yang dijunjung"). Dia mengungkapkan sifat pemerintahannya yang ekspansif dan mulai memproyeksasi manuver politiknya sesuai ketentuan, layanan, dan fungsi administrasi ke timur di sepanjang [[Bengawan Solo]].<ref name ="Soekmono55"/>

Pada 1590 menaklukkan Madiun, dan berbelok ke timur dari Madiun untuk menaklukkan Kediri pada tahun 1591 dan Ponorogo.<ref name ="Soekmono56">{{cite book | author= Soekmono | title= Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3 | publisher = Kanisius | page =56 }}</ref> Pada saat yang sama ia juga menaklukkan Jipang dan Jagaraga (utara Magetan sekarang). Dia berhasil mencapai timur sejauh Pasuruan.

Setelah berhasil menyatukan bekas wilayah Pajang, Panembahan Senapati mengalihkan perhatiannya ke Jawa bagian barat, dengan menjalin hubungan baik dengan Cirebon<ref>{{Cite book|last=Notosusanto|first=Marwati Djoened, Poesponegoro, Nugroho|date=2008|url=https://books.google.com/books?id=J0RPEAAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PA56&dq=%22Panembahan+Ratu%22+Benawa&hl=en|title=Sejarah Nasional Indonesia Jilid 3: Zaman Pertumbuhan & Perkembangan Kerajaan Islam di Indonesia|publisher=Balai Pustaka (Persero), PT|isbn=978-979-407-409-1|language=id}}</ref> dan menaklukkan Galuh pada tahun 1595.<ref name ="Soekmono56" /> Usahanya untuk menaklukkan Banten pada tahun 1597 gagal, dikarenakan kurangnya transportasi air.<ref name ="Soekmono56" /> Panembahan Senapati wafat pada tahun 1601 dan dimakamkan di Kota Gede, sebagai raja Jawa ia berhasil membangun fondasi negara baru yang kokoh. Penggantinya, Raden Mas Jolang atau yang kemudian bergelar sebagai Susuhunan [[Anyakrawati]].<ref name ="Soekmono56" />
 
Kontak pertama antara Mataram dan Belanda (VOC) terjadi pada era Susuhunan Anyakrawati. Kegiatan Belanda pada saat itu hanya sebatas perdagangan dari pemukiman pesisir utara Jawa, sehingga interaksi mereka dengan wilayah pedalaman Jawa dibatasi, meskipun dibelakang mereka membentuk siasat untuk melawan Mataram. Susuhunan Anyakrawati wafat karena kecelakaan sewaktu berburu rusa di hutan Krapyak. Dari peristiwa itu ia dikenal dengan gelar anumerta ''Panembahan Seda ing Krapyak'' (Panembahan yang wafat di Krapyak).
Baris 96 ⟶ 106:
=== Masa kejayaan ===
[[Berkas:Koninklijk toernooi op Java, 1676, RP-P-OB-47.468 (cropped).jpg|jmpl|Turnamen bela diri antara dua penunggang kuda bertombak di kerajaan Mataram, diadakan di alun-alun depan keraton.]]
Anyakrawati digantikan oleh putranya, [[Pangeran Martapura]]. Namun Martapura, kesehatannya buruk dan dengan cepat digantikan oleh saudaranya, Raden Mas Rangsang pada tahun 1613, yang menyandang gelar ''Susuhunan Anyakrakusuma'', dan kemudian pada tahun 1641 mengambil gelar ''Sultan Agung Adi Prabu Anyakrakusuma'' ([[Sultan Agung]]).<ref name ="Soekmono56"/>

Kesultanan Mataram di bawah pemerintahan Anyakrakusuma dikenang sebagai puncak kekuasaan Mataram, dan masa keemasan kekuasaan asli Jawa sebelum [[imperialisme]] [[Eropa]] pada abad berikutnya. Di bawah kepemimpinannya, Anyakrakusuma tidak mengizinkan Serikat Dagang Hindia Timur ([[VOC]]) untuk mendirikan loji-loji dagang di pantai utara. Hal ini ditolak lantaran ia tidak ingin ekonomi di pantai utara akan melemah jika dikuasai oleh VOC. Penolakan ini membuat hubungan Mataram dengan VOC merenggang.{{Butuh rujukan}}
 
Pada [[1641]], utusan Jawa yang dikirim Anyakrakusuma ke [[Jazirah Arab|Arab]] telah tiba setelah mendapat izin menyandang gelar "[[Sultan]]" dari [[Mekah]]. Nama dan gelar Islam yang diperolehnya dari [[Makkah|Mekah]] adalah "Sultan Abdul Muhammad Maulana Matarami".<ref name ="Soekmono63">{{cite book|author=Soekmono| title=Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3|publisher=Kanisius |page=63}}</ref>
 
Pada 1645 Sultan AgungAnyakrakusuma mulai membangun [[Permakaman Imogiri|Imogiri]], sebagai tempat pemakaman, sekitar lima belas kilometer selatan Yogyakarta. Imogiri tetap menjadi tempat peristirahatan sebagian besar keluarga [[Kesunanan Surakarta]] dan [[Kesultanan Yogyakarta]] hingga sekarang. Sultan AgungAnyakrakusuma wafat pada musim semi tahun 1646, meninggalkan sebuah negara yang ia bangun, membentang cakrawala sebagian besar Jawa, Madura, dan pulau-pulau sekitarnya.
 
=== Masa kemunduran ===
Sepeninggal Sultan Agung, tahtaterjadi diambilperang alihsaudara olehdi anaknya,Mataram antara Raden Mas Alit dengan saudaranya yang kelak menjadi [[Amangkurat I]]. PusatSetelah pemerintahanmemenangkan dipindahkanperang, Amangkurat I memindahkan pusat pemerintahan ke [[Keraton Plered]] yang lokasinya tak jauh dari keraton sebelumnya.

Di bawah kepemimpinannya, Mataram diwarnai dengan gejolak politik yang tidak stabil karena adanya tekanan dari VOC, sehingga terjadi banyak pemberontakan dan perang saudara. Masa kepemimpinannya juga menjadi titik awal masa kemunduran Mataram.
 
==== Pemberontakan Raden Mas Alit ====
Sikap Amangkurat I yang cenderung lunak dan tunduk kepada Belanda memunculkan beberapa perlawanan. Salah satunya adalah pemberontakan Raden Mas Alit, adik dari Amangkurat I pada 1678 yang menelan ribuan korban jiwa. Raden Mas Alit pun tewas dalam pemberontakan ini.<ref name="tirto" />
 
==== Kemerdekaan Blambangan ====
Pada tahun 1652, Pangeran Mas Tawangalun mendeklarasikan kemerdekaan Blambangan dari Mataram, di hadapan Amangkurat I. Sejak itu Pangeran Mas Tawangalun mulai menyandang gelar Kangjeng Suhunan Macanputih untuk menunjukkan bahwa dia kini berderajat sama dengan Suhunan Mataram, Amangkurat I. Dengan demikian Kerajaan Blambangan telah merdeka penuh.
 
==== Pemberontakan Raden Mas Alit dan Trunojoyo ====
Ada pula pemberontakan yang dipimpin oleh Raden Mas Rahmat, anak Amangkurat I yang saat itu telah menjadi Pangeran Adipati Anom atau putra mahkota. Ia keberatan dengan pengalihan gelar yang ia sandang kepada saudaranya, yakni Pangeran Singasari. Ia mengajak [[Trunojoyo]], putra penguasa [[Madura]], untuk melaksanakan misi tersebut pada 1670.
Sikap Amangkurat I yang cenderung lunak dan tunduk kepada Belanda memunculkan beberapa perlawanan. Salah satunya adalah pemberontakan Raden Mas Alit, adik dari Amangkurat I pada 1678 yang menelan ribuan korban jiwa. Raden Mas Alit pun tewas dalam pemberontakan ini.<ref name=tirto/>
 
Ada pula pemberontakan yang dipimpin oleh Raden Mas Rahmat, anak Amangkurat I yang saat itu telah menjadi Pangeran Adipati Anom atau putra mahkota. Ia keberatan dengan pengalihan gelar yang ia sandang kepada saudaranya, yakni Pangeran Singasari. Ia mengajak [[Trunojoyo]], putra penguasa [[Madura]], untuk melaksanakan misi tersebut pada 1670. Trunojoyo menyanggupi karena ia ingin Madura merdeka dari penguasaan Kesultanan Mataram Islam di bawah kepemimpinan Amangkurat I. Namun, Trunojoyo malah menumpas satu demi satu wilayah-wilayah kekuasaan Mataram, dan akan menyerang keraton Plered. Hal ini membuat Pangeran Adipati Anom berubah haluan mendukung ayahandanya, kemudian melakukan pelarian menuju [[Tegal]]. Disinilah Amangkurat I sakit dan wafat,tewas karena diracun oleh karenanyaanaknya itu. Amangkurat I diberi nama anumerta ''Susuhunan Tegal Arum''.<ref name="tirto" />
 
DisisiDi sisi lain, Trunojoyo semakin kuat setelah menjalin kerjasama dengan Karaeng Galseong dan Suhunan Blambangan Tawangalun, sehingga Pangeran Adipati Anom terpaksa menjalin kerja sama dengan VOC untuk menumpas Trunojoyo sekaligus merebut kembali takhta Mataram Islam. Kompeni bersedia membantu tapi dengan syarat. Akhirnya, Pangeran Adipati Anom diangkat menjadi penerus tahta dengan gelar [[Amangkurat II]]. Disini kembali terjadi pemindahan pusat pemerintahan, kali ini menuju ke [[Kartasura, Sukoharjo|Kartasura]] yang berada di bagian timur ibukota lama.<ref name="tirto">[https://tirto.id/sejarah-runtuhnya-kesultanan-mataram-islam-daftar-raja-raja-gabc Mengenal Sejarah Runtuhnya Kesultanan Mataram dan Daftar Raja-raja]</ref>
 
==== Perebutan Takhta Kekuasaan ====
Baris 119 ⟶ 139:
Terjadinya peristiwa [[Geger Pacinan]] di [[Batavia]] berefek pada migrasi etnis [[Tionghoa-Indonesia|Tionghoa]] secara besar-besaran ke Jawa Tengah. Hal inilah yang kemudian mendorong pemberontakan bersama yakni etnis Jawa dan etnis Tionghoa melawan para penjajah di tahun 1740. Pemberontakan ini dipimpin oleh [[Amangkurat V|Sunan Kuning]] yang kelak diangkat oleh sebagian pengikutnya menjadi Amangkurat V, dibantu oleh pasukan dari etnis Tionghoa dan mengajak [[Raden Mas Said]], anak dari [[Pangeran Mangkunagara|Pangeran Arya Mangkunagara]] yang merupakan saudara kandung lain ibu dari [[Pakubuwana II]], penguasa Mataram saat itu.<ref name=solo>[https://surakarta.go.id/?p=22773 Solo, Kota yang Terbentuk Dari Geger Pecinan]</ref>
 
Pakubuwana II berhasil mempertahankan gelarnya dengan bantuan VOC. Namun, keraton Kartasura hancur lebur dalam penyerangan tersebut. VOC juga meminta imbalan untuk bantuan yang diberikan, dimana Pakubuwana II harus melepaskan [[Bangkalan|Madura Barat]], [[Surabaya]], [[Rembang]], [[Jepara]] dan [[Blambangan]] (yang sebenarnya sudah bukan hak nya). Hal tersebut dituangkan dalam bentuk [[Perjanjian Mataram dan VOC tahun 1743|Perjanjian Panaraga]] pada tahun 1743.
 
Karena keraton Kartasura dirasa sudah tidak layak lagi, Pakubuwana II memutuskan untuk memindahkan pusat pemerintahannya. Kali ini ia memilih desa [[Sala]], wilayah di timur Kartasura yang berada di tepi sungai [[Bengawan Solo|Bengawan]]. Disana Pakubuwana II membeli tanah dari lurah Desa Sala, yaitu Ki Gede Sala, sebesar 10.000 ringgit ([[gulden Belanda]]) untuk membangun istana Mataram yang baru. Di sinilah cikal bakal [[Keraton Surakarta Hadiningrat]].<ref name=solo/>