Pengguna:FelixJL111/Test8: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 36:
Sejak pimpinan PNI ditangkap, aktivitas partai menjadi lumpuh. Sementara Soekarno dan tokoh-tokoh petinggi PNI lainnya mendapat [[putusan pengadilan|putusan]] hukuman penjara pada sidang vonis tanggal 22 Desember 1930,<ref>{{Cite web|last=Liputan6.com|date=2020-12-22|title=22 Desember 1930: Indonesia Menggugat dan Vonis 4 Tahun Penjara Bung Karno|url=https://www.liputan6.com/news/read/4438675/22-desember-1930-indonesia-menggugat-dan-vonis-4-tahun-penjara-bung-karno|website=liputan6.com|language=id|access-date=2023-06-13}}</ref> pada bulan yang sama, beberapa anggota PNI memisahkan diri dan bersama [[Sutan Sjahrir|Soetan Sjahrir]] dan [[Mohammad Hatta]] membentuk organisasi baru yang bernama Pendidikan National Indonesia ([[Ejaan yang Disempurnakan|EYD]]: Pendidikan Nasional Indonesia), yang disebut "PNI Baru". Berbeda dengan cita-cita PNI "lama", organisasi ini bertujuan untuk membina [[Kader|kader-kader]] yang diharapkan akan menjadi pemimpin politik di masa depan. Sjahrir ditunjuk sebagai ketua sementara sembari menunggu Hatta menyelesaikan studinya di Belanda.<ref>{{cite book|last1=Cribb|first1=Robert|last2=Kahin|first2=Audrey|year=2004|title=Historical Dictionary of Indonesia|publisher=Scarecrow Press Inc|isbn=978-0-8108-4935-8}}</ref> Pada 25 April 1931, [[Sartono (politikus)|Sartono]], sebagai ketua PNI saat itu, memutuskan untuk membubarkan PNI demi menghindari stigma buruk yang ditimbulkan oleh vonis Soekarno, dan kemudian mendirikan [[Partai Indonesia|Partij Indonesia]] ([[Ejaan yang Disempurnakan|EYD]]: Partai Indonesia; disingkat Partindo). Pada tanggal 31 Desember 1931, Soekarno dibebaskan lebih awal setelah pemerintah kolonial mendapat tekanan dari pihak luar dan dalam. Ia mengalami dilema setelah melihat PNI yang tepecah dua tersebut. Awalnya Soekarno berusaha untuk menyatukan kedua organisasi tersebut, tetapi setelah melihat bahwa usahanya itu sia-sia, ia memilih masuk menjadi anggota Partindo dan kemudian menjadi ketua organisasi tersebut pada tanggal 28 Juli 1932.<ref name="Adams 1965">{{cite book|last1=Sukarno|last2=Adams|first2=Cindy|year=1965|title=Sukarno, An Autobiography|publisher=The Bobbs-Merrill Company Inc|pages=79–80}}</ref> Pada bulan yang sama, Hatta etelah menyelesaikan studinya dan kembali ke Hindia Belanda, lalu menjadi anggota PNI Baru dan diangkat sebagai ketuanya pada bulan Agustus 1932.<ref>{{cite book|last=Noer|first=Deliar|year=2012|title=Mohammad Hatta:Hati Nurani Bangsa|location=[[Jakarta]]|publisher=Gramedia Pustaka Utama|isbn=978-979-709-633-5|editor=Jaap Erkelens|ref={{sfnRef|Noer|2012}}|authorlink=Deliar Noer}}</ref> Selain mengelola partai, Soekarno juga membuka usaha biro [[arsitektur]] "Soekarno & Roosseno" bersama [[Roosseno Soerjohadikoesoemo]], sembari mengunjungi beberapa tokoh nasionalis lainnya di [[Jawa|Pulau Jawa]] dan menulis artikel mengenai kemerdekaan pada [[koran]] ''Fikiran Ra'jat'' ([[Ejaan yang Disempurnakan|EYD]]: "Pikiran Rakyat"),<ref>{{Cite web|last=Liberti|first=Pasti|title=Persahabatan Sukarno-Roosseno dan Masjid Istiqlal|url=https://news.detik.com/x/detail/intermeso/20190225/Persahabatan-Sukarno-Roosseno-dan-Masjid-Istiqlal/|website=detikx|access-date=2023-06-14}}</ref> sementara Mohammad Hatta menulis artikel yang bertujuan membangkitkan semangat kader politik masa depan di koran ''Daulat Ra'yat'' ([[Ejaan yang Disempurnakan|EYD]]: "Daulat Rakyat"). Akibat tulisan-tulisan yang Soekarno buat di koran tersebut pada pertengahan tahun 1933, yang pada saat ini dikumpulkan sebagai sebuah risalah bernama ''Mentjapai Indonesia Merdeka'' ([[Ejaan yang Disempurnakan|EYD]]: "Mencapai Indonesia Merdeka"), ia sekali lagi ditangkap dan dijebloskan ke dalam tahanan oleh polisi pada tanggal 1 Agustus 1933.<ref>{{Cite web|title=SUKARNO; Dibawah Bendera Revolusi Jilid I. Mentjapai Indonesia Merdeka: hlm. 257-324.|url=https://perpusbungkarno.perpusnas.go.id/index.php/koleksi-pbk/26-koleksi-langka/190-sukarno-dibawah-bendera-revolusi-jilid-i-mentjapai-indonesia-merdeka-hlm-257-324|website=perpusbungkarno.perpusnas.go.id|access-date=2023-06-14}}</ref> Ia beserta keluarga lalu [[Pengasingan|diasingkan]] ke [[Ende (kota)|Endeh]] (sekarang [[Ende (kota)|Ende]]) pada tahun 1934,<ref>{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2021-08-19|title=4 Tahun Bung Karno Diasingkan di Ende hingga Merenungkan Pancasila Halaman all|url=https://regional.kompas.com/read/2021/08/19/085420678/4-tahun-bung-karno-diasingkan-di-ende-hingga-merenungkan-pancasila|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2023-06-14}}</ref> dan kemudian dipindahkan ke [[Bengkulu|Bencoolen]] (sekarang [[Bengkulu]]) pada tahun 1938.<ref>{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2022-08-04|title=Rumah Pengasingan Bung Karno di Bengkulu, Saksi Bisu Perjuangan Halaman all|url=https://travel.kompas.com/read/2022/08/04/121610527/rumah-pengasingan-bung-karno-di-bengkulu-saksi-bisu-perjuangan|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2023-06-14}}</ref> Sementara pada awal tahun 1934, giliran Hatta dan Sjahrir yang ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara. Keduanya diasingkan ke [[Kabupaten Boven Digoel|Boven Digoel]] pada tahun 1935,<ref>{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2022-12-04|title=Mengapa Mohammad Hatta Dibuang ke Boven Digoel? Halaman all|url=https://www.kompas.com/stori/read/2022/12/04/070000579/mengapa-mohammad-hatta-dibuang-ke-boven-digoel-|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2023-06-14}}</ref> lalu dipindahkan ke [[Banda Neira]] setahun setelahnya,<ref>{{Cite web|last=Indonesia|first=C. N. N.|title=Spirit Juang dari Rumah Bung Hatta dan Sjahrir di Banda Neira|url=https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20220922112447-269-851178/spirit-juang-dari-rumah-bung-hatta-dan-sjahrir-di-banda-neira|website=gaya hidup|language=id-ID|access-date=2023-06-14}}</ref> dan akhirnya dipindahkan lagi ke [[Kota Sukabumi|Sukabumi]] pada tahun 1941.<ref>{{Cite web|last=Fatimah|first=Siti|title=Cerita Bung Hatta dan Sjahrir Usai Keluar dari Rumah Tahanan di Sukabumi|url=https://www.detik.com/jabar/wisata/d-6480253/cerita-bung-hatta-dan-sjahrir-usai-keluar-dari-rumah-tahanan-di-sukabumi|website=detikjabar|language=id-ID|access-date=2023-06-14}}</ref>
 
Selain gerakan-gerakan politik pada tingkat nasional dan kedaerahan, beberapa tokoh pejuang juga mendirikan berbagai [[sekolah]] dan perguruan untuk mencerdaskan anak bangsa, dengan harapan bahwa kelak mereka menjadi penyokong untuk negara merdeka kelak. [[Habis Gelap Terbitlah Terang|Surat-surat]] dari [[Kartini]], seorang wanita keturunan [[priayi]] [[Suku Jawa|Jawa]], semasa hidupnya (1879–1904) kepada [[Sahabat pena|sahabat-sahabat pena]] di [[Eropa]], yang membahas tentang masalah sosial, ketimpangan gender, dan harapan akan [[emansipasi]] bagi wanita, membuat [[Conrad Theodor van Deventer]], seorang anggota [[Dewan Negara Belanda|parlemen Belanda]] dan pemerhati [[Hindia Belanda]], tergerak untuk lebih memperhatikan kondisi perempuan-perempuan pribumi di Belanda, sehingga ia beserta istrinya mendirikan Yayasan Kartini pada tahun 1912 sebagai wadah penggalangan dana, lalu membangun tempat-tempat pengajaran khusus perempuan yang diberi nama "[[Sekolah Kartini]]", dimulai pada tahun 1912 di [[Kota Semarang|Semarang]].<ref>{{Cite web|last=Anjani|first=Anatasia|title=Mengenal Sekolah yang Didirikan Kartini, Berawal dari Surat-suratnya|url=https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6043754/mengenal-sekolah-yang-didirikan-kartini-berawal-dari-surat-suratnya|website=detikedu|language=id-ID|access-date=2023-06-16}}</ref> Kemudian di [[Kota Bandung|Bandung]], seorang wanita priayi [[Suku Sunda|Sunda]] bernama [[Dewi Sartika]] mendirikan suatu tempat pendidikan bagi perempuan bernama "Sakola Istri" pada tanggal 16 Januari 1904 di [[Pendopo]] [[Kota Bandung|Kabupaten Bandung]], lalu diubah menjadi Sekolah Kaoetamaan Isteri ([[Ejaan yang Disempurnakan|EYD]]: "Sekolah Keutamaan Istri") pada tahun 1910 dan menyebar ke seluruh wilayah Jawa bagian barat.<ref>{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2021-05-20|title=Raden Dewi Sartika: Kehidupan, Gagasan, dan Kiprahnya Halaman all|url=https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/20/173614179/raden-dewi-sartika-kehidupan-gagasan-dan-kiprahnya|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2023-06-16}}</ref> Selanjutnya pada tahun 3 Juli 1922 di [[Daerah Istimewa Yogyakarta|Yogyakarta]], [[Soewardi Soerjaningrat]], yang kemudian mengganti namanya menjadi [[Ki Hadjar Dewantara]] pada tanggal 28 Februari 1928,<ref>{{Cite web|last=Wulandari|first=Trisna|title=Hari Pendidikan Nasional: Nama Asli Ki Hajar Dewantara dan Alasan Perubahannya|url=https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6699540/hari-pendidikan-nasional-nama-asli-ki-hajar-dewantara-dan-alasan-perubahannya|website=detikedu|language=id-ID|access-date=2023-06-16}}</ref> mendirikan lembaga pengajaran bernama National Onderwijs Institut (Lembaga Pendidikan Nasional) "[[Sekolah Taman Siswa|Taman Siswa]]".
Selain gerakan-gerakan politik pada tingkat nasional dan kedaerahan, beberapa tokoh pejuang juga mendirikan berbagai [[sekolah]] dan perguruan untuk mencerdaskan anak bangsa, dengan harapan bahwa kelak mereka menjadi penyokong untuk negara merdeka kelak. Surat-surat dari [[Kartini]], seorang wanita keturunan [[priayi]], kepada [[Sahabat pena|sahabat-sahabat pena]] di [[Eropa]], yang membahas tentang masalah sosial, ketimpangan gender, dan harapan akan [[emansipasi]] bagi wanita.
 
Pada masa [[Perang Dunia II]], sewaktu Belanda sedang diduduki oleh [[Jerman Nazi]], [[Jepang|Kekaisaran Jepang]] berhasil menguasai Indonesia. Setelah mendapatkan Indonesia pada tahun 1942, Jepang melihat bahwa para pejuang Indonesia merupakan rekan perdagangan yang kooperatif dan bersedia mengerahkan prajurit bila diperlukan. [[Soekarno]], [[Hatta|Mohammad Hatta]], [[Mas Mansur, Kiai Haji|KH. Mas Mansur]], dan [[Ki Hajar Dewantara]] diberikan penghargaan oleh [[Hirohito|Kaisar Jepang]] pada tahun 1943.{{fact}}