Pengguna:FelixJL111/Test8: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
FelixJL111 (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
FelixJL111 (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 38:
Selain gerakan-gerakan politik pada tingkat nasional dan kedaerahan, beberapa tokoh pejuang juga mendirikan berbagai [[sekolah]] dan perguruan untuk mencerdaskan anak bangsa, dengan harapan bahwa kelak mereka menjadi penyokong untuk negara merdeka kelak. [[Habis Gelap Terbitlah Terang|Surat-surat]] dari [[Kartini]], seorang wanita keturunan [[priayi]] [[Suku Jawa|Jawa]], semasa hidupnya (1879–1904) kepada [[Sahabat pena|sahabat-sahabat pena]] di [[Eropa]], yang membahas tentang masalah sosial, ketimpangan gender, dan harapan akan [[emansipasi]] bagi wanita, membuat [[Conrad Theodor van Deventer]], seorang anggota [[Dewan Negara Belanda|parlemen Belanda]] dan pemerhati [[Hindia Belanda]], tergerak untuk lebih memperhatikan kondisi perempuan-perempuan pribumi di Belanda, sehingga ia beserta istrinya mendirikan Yayasan Kartini pada tahun 1912 sebagai wadah penggalangan dana, lalu membangun tempat-tempat pengajaran khusus perempuan yang diberi nama "[[Sekolah Kartini]]", dimulai pada tahun 1912 di [[Kota Semarang|Semarang]].<ref>{{Cite web|last=Anjani|first=Anatasia|title=Mengenal Sekolah yang Didirikan Kartini, Berawal dari Surat-suratnya|url=https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6043754/mengenal-sekolah-yang-didirikan-kartini-berawal-dari-surat-suratnya|website=detikedu|language=id-ID|access-date=2023-06-16}}</ref> Kemudian di [[Kota Bandung|Bandung]], seorang wanita priayi [[Suku Sunda|Sunda]] bernama [[Dewi Sartika]] mendirikan suatu tempat pendidikan bagi perempuan bernama "Sakola Istri" pada tanggal 16 Januari 1904 di [[Pendopo]] [[Kota Bandung|Kabupaten Bandung]], lalu diubah menjadi Sekolah Kaoetamaan Isteri ([[Ejaan yang Disempurnakan|EYD]]: "Sekolah Keutamaan Istri") pada tahun 1910 dan menyebar ke seluruh wilayah Jawa bagian barat.<ref>{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2021-05-20|title=Raden Dewi Sartika: Kehidupan, Gagasan, dan Kiprahnya Halaman all|url=https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/20/173614179/raden-dewi-sartika-kehidupan-gagasan-dan-kiprahnya|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2023-06-16}}</ref> Selanjutnya, [[Soewardi Soerjaningrat]], yang kemudian mengganti namanya menjadi [[Ki Hadjar Dewantara]] pada tanggal 28 Februari 1928,<ref>{{Cite web|last=Wulandari|first=Trisna|title=Hari Pendidikan Nasional: Nama Asli Ki Hajar Dewantara dan Alasan Perubahannya|url=https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6699540/hari-pendidikan-nasional-nama-asli-ki-hajar-dewantara-dan-alasan-perubahannya|website=detikedu|language=id-ID|access-date=2023-06-16}}</ref> mendirikan lembaga pengajaran berbasis pendidikan [[Humanisme|humanis]], [[kerakyatan]], dan [[kebangsaan]], yang bernama National Onderwijs Institut (Lembaga Pendidikan Nasional) "[[Sekolah Taman Siswa|Taman Siswa]]" pada tanggal 3 Juli 1922 di [[Daerah Istimewa Yogyakarta|Yogyakarta]], yang kemudian menyebar ke seluruh [[Jawa]] dan bahkan ke luar pulau.<ref>{{Cite web|last=Zulfikar|first=Fahri|title=Sekolah Taman Siswa Ki Hajar: Konsep Pendidikan Tanpa 'Perintah dan Sanksi'|url=https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6712276/sekolah-taman-siswa-ki-hajar-konsep-pendidikan-tanpa-perintah-dan-sanksi|website=detikedu|language=id-ID|access-date=2023-06-16}}</ref><ref>{{Cite web|last=SMP|first=Admin|date=2022-05-06|title=Yuk Mengenal Sekolah Taman Siswa Milik Ki Hajar Dewantara|url=https://ditsmp.kemdikbud.go.id/yuk-mengenal-sekolah-taman-siswa-milik-ki-hajar-dewantara/|website=Direktorat SMP|language=id-ID|access-date=2023-06-16}}</ref> Selain itu, organisasi-organisasi yang mengajarkan tentang [[kepanduan]] ([[Gerakan Pramuka Indonesia|pramuka]]) juga berdiri sebagai sarana menyalurkan semangat untuk meraih kebebasan dan kemerdekaan, yaitu Nederlandsch Indische Padvinders Vereeniging (Perhimpunan Pandu Hindia Belanda; NIPV), Nationale Padvinderij (Pandu Nasional), dan Persaoedaraan Antar Pandoe Indonesia ([[Ejaan yang Disempurnakan|EYD]]: Persaudaraaan Antarpandu Indonesia), Kepandoean Bangsa Indonesia ([[Ejaan yang Disempurnakan|EYD]]: Kepanduan Bangsa Indonesia), dan lain sebagainya.<ref>{{Cite web|last=Kwartir Nasional Gerakan Pramuka|date=2022-01-07|title=Kepanduan Indonesia|url=https://pramuka.or.id/kepanduan-indonesia|website=Gerakan Pramuka Indonesia|language=|access-date=2023-06-16}}</ref>
Menyadari ancaman dari organisasi-organisasi berbasis [[nasionalisme]] yang menuntut kebebasan dari cengkeraman [[kolonialisme]] [[Belanda]], maka pada dekade 1930-an, pemerintah kolonial [[Hindia Belanda]] mulai melakukan pelarangan dan penutupan terhadap organisasi-organisasi tersebut, serta memenjarakan sejumlah pemimpin politik nasional. Meskipun Belanda tidak dapat sepenuhnya membungkam suara-suara lokal yang menuntut perubahan, mereka berhasil mencegah pergolakan secara luas. Walaupun sentimen nasionalisme tetap tinggi selama tahun-tahun tersebut, gerakan-gerakan nyata untuk memperjuangkan kemerdekaan tetap mampu dibatasi oleh pemerintah kolonial.<ref>{{Cite book|last=Ricklefs|first=M.C.|year=1991|title=A Modern History of Indonesia, 2nd edition|publisher=MacMillan|isbn=0-333-57690-X|pages=chapters 14–15|ref=harv|no-pp=true}}</ref> Namun, pecahnya [[Perang Dunia II]] sejak tanggal 1 September 1939 menimbulkan berbagai perubahan dramatis pada kekuatan politik dunia, termasuk [[Kerajaan Belanda]] yang melemah akibat terlibat dalam perang besar tersebut, terutama karena posisi Belanda kali ini adalah pihak utama yang terlibat dalam pertempuran, bukan seperti pada waktu [[Perang Dunia I]], yaitu ketika Belanda hanya berposisi sebagai pihak pembantu. Melemahnya kekuatan Belanda tersebut diperparah dengan [[Pertempuran Belanda|jatuhnya Belanda]] ke tangan militer [[Jerman Nazi]] pada tanggal 14 Mei 1940.<ref>{{citation|editor1-first=Herman|editor1-last=Amersfoort|editor2-first=Piet|editor2-last=Kamphuis|year=2005|title=Mei 1940 — De Strijd op Nederlands grondgebied|language=nl|location=Den Haag|publisher=Sdu Uitgevers|isbn=90-12-08959-X}}</ref> Kekacauan tersebut berpengaruh hingga ke [[Hindia Belanda]], terutama ketika pasukan [[Jepang]] masuk ke Hindia Belanda untuk mengusir pasukan Belanda dan menduduki wilayah ini. Pertempuran ini membuka kesempatan bagi para nasionalis untuk kembali menajamkan taringnya dan menyuarakan kemerdekaan.<ref>{{Cite journal|last=Benda|first=Harry S.|date=1956|title=The Beginnings of the Japanese Occupation of Java|journal=The Far Eastern Quarterly|volume=14|issue=4|pages=541–560|doi=10.2307/2941923|jstor=2941923|s2cid=155352132}}</ref>
Pada masa [[Perang Dunia II]], sewaktu Belanda sedang diduduki oleh [[Jerman Nazi]], [[Jepang|Kekaisaran Jepang]] berhasil menguasai Indonesia. Setelah mendapatkan Indonesia pada tahun 1942, Jepang melihat bahwa para pejuang Indonesia merupakan rekan perdagangan yang kooperatif dan bersedia mengerahkan prajurit bila diperlukan. [[Soekarno]], [[Hatta|Mohammad Hatta]], [[Mas Mansur, Kiai Haji|KH. Mas Mansur]], dan [[Ki Hajar Dewantara]] diberikan penghargaan oleh [[Hirohito|Kaisar Jepang]] pada tahun 1943.{{fact}}
|