Pengajaran bahasa komunikatif: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Add 1 book for Wikipedia:Pemastian (20211109)) #IABot (v2.0.8.2) (GreenC bot |
Fitur saranan suntingan: 3 pranala ditambahkan. |
||
Baris 4:
Para pembelajar bahasa di dalam lingkungan pembelajaran yang menggunakan teknik CLT yaitu belajar dan berlatih bahasa target melalui interaksi dengan satu sama lain beserta dengan instrukturnya, pembelajaran tentang "naskah asli" (yang ditulis dalam bahasa target untuk tujuan selain pembelajaran bahasa), serta melalui penggunaan bahasa baik di dalam maupun di luar kelas.
Peserta didik saling berbagi tentang pengalaman pribadi dengan rekan mitranya, dan instruktur mengajarkan topik di luar bidang [[tata bahasa]] tradisional untuk meningkatkan keterampilan bahasa dalam berbagai jenis situasi. Metode ini juga menuntut untuk mendorong peserta didik agar menambahkan pengalaman pribadi mereka ke dalam lingkungan belajar bahasa mereka, dan supaya fokus pada pengalaman belajar selain mempelajari bahasa target.
Menurut CLT, tujuan pendidikan bahasa adalah kemampuan untuk berkomunikasi dalam bahasa target. Hal ini berbeda dengan pandangan sebelumnya di mana [[Metode terjemahan tata bahasa|kompetensi tata bahasa]] umumnya ditempatkan sebagai prioritas utama. CLT juga berfokus pada peran guru sebagai seorang fasilitator, bukan sebagai instruktur. Selanjutnya, pendekatan teknik ini adalah sistem non-metodis yang tidak menggunakan seri-seri buku pelajaran untuk mengajarkan bahasa target, akan tetapi lebih pada pengembangan keterampilan lisan atau verbal yang baik sebelum pembelajaran lanjut tentang membaca dan menulis.
Baris 11:
=== Pengaruh Sosial ===
Pengajaran bahasa pada awalnya dianggap mengacu pada masalah kognitif, terutama melibatkan pada penghafalan. Kemudian sebaliknya, pengajaran tersebut dianggap sebagai sosio-kognitif, yang berarti bahwa bahasa dapat dipelajari melalui proses [[interaksi sosial]]. Namun, saat ini, teknik dominan dalam mengajar jenis bahasa apa pun yaitu dengan Pengajaran Bahasa Komunikatif (CLT).
Mengacu pada teori-teori [[Noam Chomsky]] pada tahun 1960-an, yang berfokus pada kompetensi dan kinerja dalam pembelajaran bahasa yang memunculkan pengajaran bahasa secara komunikatif, tetapi dasar konseptual untuk CLT dibuat pada tahun 1970 oleh ahli bahasa bernama Michael Halliday, yang mempelajari bagaimana fungsi-fungsi bahasa diungkapkan melalui tata bahasa, dan Dell Hymes, seorang yang memperkenalkan gagasan tentang kompetensi komunikatif yang lebih luas dari pada kompetensi linguistik milik Chomsky yang lebih sempit. Munculnya teknik CLT pada tahun 1970-an dan awal 1980-an sebagian merupakan sebagai tanggapan terhadap kurangnya keberhasilan dengan metode pengajaran bahasa tradisional dan sebagian lagi karena peningkatan permintaan untuk pembelajaran bahasa. Di Eropa, munculnya [[Masyarakat Ekonomi Eropa|Pasar Bersama Eropa]], sebuah pendahulu Ekonomi Uni Eropa yang menyebabkan terjadinya migrasi di Eropa dan peningkatan populasi penduduk yang memerlukan belajar bahasa asing untuk bekerja atau karena alasan pribadi. Pada saat yang sama, banyak anak-anak yang diberikan kesempatan untuk belajar bahasa asing di sekolah, karena jumlah sekolah menengah yang menawarkan pembelajaran bahasa meningkat di seluruh dunia sebagai bagian dari tren umum perluasan dan modernisasi kurikulum, dan pembelajaran bahasa asing tidak lagi terbatas untuk akademi kaum elit saja. Di Inggris, pengenalan [[sekolah komprehensif]], yang menawarkan pembelajaran bahasa asing untuk semua anak permintaannya sangat meningkat untuk pembelajaran bahasa daripada beberapa sekolah yang dipilih untuk [[sekolah tata bahasa]] elit, .
Baris 24:
Pada tahun 1966, ahli bahasa dan antropolog [[Dell Hymes]] mengembangkan konsep [[kompetensi komunikatif]] . Kompetensi komunikatif mendefinisikan kembali apa artinya "mengetahui" suatu bahasa; pembicara selain memiliki penguasaan atas unsur-unsur struktural bahasa, mereka juga harus dapat menggunakan unsur-unsur struktural tersebut dengan tepat dalam berbagai penguasaan berbicara. Hal ini dapat disimpulkan dengan tepat oleh Hymes dalam pernyataannya, "Terdapat aturan penggunaan yang tanpanya aturan tata bahasa tidak akan berguna." Gagasan kompetensi komunikatif berasal dari konsep Chomsky tentang [[kompetensi linguistik]] dari pembicara asli yang ideal. Hymes tidak membuat formulasi konkret kompetensi komunikatif, tetapi para penulis selanjutnya telah mengaitkan konsep ini dengan pengajaran bahasa, terutama Michael Canale. Canale dan Swain (1980) mendefinisikan kompetensi komunikatif dalam tiga komponen: kompetensi tata bahasa, kompetensi [[sosiolinguistik]], dan kompetensi strategis. Canale (1983) menyempurnakan model tersebut dengan menambahkan kompetensi wacana, yang berisi konsep [[Kohesi (linguistik)|kohesi]] dan [[Koherensi (linguistik)|koherensi]] .
Sebuah perkembangan yang berpengaruh dalam sejarah pengajaran bahasa komunikatif adalah karya [[Majelis Eropa|Dewan Eropa]] dalam menciptakan silabus bahasa baru. Ketika pengajaran bahasa komunikatif telah secara efektif menggantikan pengajaran bahasa situasional sebagai standar dengan para ahli bahasa terkemuka, Dewan Eropa berusaha untuk sekali lagi mendukung perkembangan metode baru. Hal ini membuat Dewan Eropa membuat silabus bahasa baru. Pendidikan adalah prioritas tinggi untuk Dewan Eropa, dan mereka telah mengatur untuk memberikan silabus yang akan memenuhi kebutuhan para imigran Eropa. Di antara pembelajaran yang digunakan oleh dewan ketika merancang kursus yaitu hanya satu oleh ahli [[bahasa Inggris]], DA Wilkins, yang mendefinisikan bahasa menggunakan "gagasan" dan "fungsi", daripada kategori yang lebih tradisional dari tata bahasa dan kosakata. Silabus baru memperkuat gagasan bahwa bahasa tidak dapat dijelaskan secara memadai oleh tata bahasa dan sintaksis, dan sebaliknya mengandalkan interaksi nyata.
Pada pertengahan tahun 1990-an, manifestasi Dogme 95 mempengaruhi pengajaran bahasa melalui gerakan [[pengajaran bahasa Dogme]] . Manifestasi tersebut mengusulkan bahwa materi yang diterbitkan menghambat pendekatan komunikatif. Dengan demikian, tujuan pendekatan Dogme untuk pengajaran bahasa yaitu untuk fokus pada percakapan nyata tentang mata pelajaran praktis, di mana komunikasi adalah teknik utama dalam pembelajaran. Gagasan di balik pendekatan Dogme adalah bahwa komunikasi dapat mengarah pada penjelasan, yang akan mengarah pada pembelajaran lebih lanjut. Pendekatan ini adalah kebalikan dari pengajaran bahasa situasional, yang menekankan pembelajaran melalui naskah dan memprioritaskan tata bahasa daripada komunikasi.
|