Kerajaan Blambangan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 69:
Namun karena tidak terlibat dalam Perang Nambi (1316) maka oleh Prabu Jayanagara, raja kedua Majapahit, daerah ini dianugerahi status sebagai Perdikan Sima. Tahun 1352 Balambangan bersama Pasuruan, Sumbawa, dan Bali mendapat Adipati baru dari trah Kepakisan Kediri. Adipati Blambangan pertama itu bernama Sira Dalem Sri Bima Chili Kepakisan (1352-1406).
 
Ketika Kerajaan Patron-nya, [[Majapahit]], runtuh akibat pemberontakan [[Sang Muggwing Jinggan]] dan saudara-saudaranya tahun [[1478]] dan raja Singhawikramawardhana Dyah [[Suraprabhawa]] (1466-1478) gugur di istana, maka kerajaan-kerajaan vasal Majapahit seperti [[Kesultanan Demak]], [[Kerajaan Bali]], [[Kadipaten Surabaya]], [[Kesunanan Giri]], '''Blambangan''', dll memilih merdeka sendiri-sendiri dan tidak mau mengakui kekuasaan para pemberontak yang mendirikan kerajaan baru di [[Keling]] [[Kediri]] ([[Kerajaan Daha]]).
 
Pada tahun [[1527]], daerah ini menjadi tempat pelarian bagi keturunan raja Majapahit-Daha [[Dyah Raṇawijaya|Girindrawardhana Dyah Ranawijaya]], yang tersingkir karena diserang oleh [[Sultan Trenggana]] dari [[Kesultanan Demak]].
 
== Sejarah Blambangan ==
Menurut Babad Sembar, penguasa pertama Blambangan adalah '''Mas Sembar''' dengan ibukota di sebelah timur wilayah ayahnya, '''Lembu Miruda''', ([[Lumajang]]) yakni di daerah [[Semboro, Jember|Semboro]] (di Jember).
 
Menjelang awal abad ke-15, pada tahun 1489, putra Mas Sembar yang bernama '''Bima Koncar''' telah meneguhkan dirinya sebagai penguasa [[Semenanjung Blambangan|Blambangan]] kedua yang memerintah hingga tahun 1501.
 
Dari laporan [[Tome Pires]], ''Bima Koncar'' memiliki putra bernama '''Pate Pimtor (Menak Pentor)''', memerintah antara 1501-1531, yang berhasil memperluas wilayah Blambangan. Di bawah kekuasaan ''Menak Pentor'', Blambangan menjadi kerajaan yang kuat, kaya, dan makmur. Wilayahnya meliputi Canjtam (Keniten/[[Pasuruan]] Timur) dan [[Lumajang]] di bagian barat hingga ke Supitan Blambangan (sekarang [[Selat Bali]]) di ujung timur [[Pulau Jawa]]. Letaknya pun cukup strategis, karena dikelilingi oleh lautan di ketiga sisinya, sehingga banyak memiliki pelabuhan. Di antara pelabuhan-pelabuhan Kerajaan Blambangan yang paling terkenal adalah [[Panarukan]] (di [[Situbondo]]) di pesisir utara , Ulu [[Lopampang|Pangpang]], (di [[Muncar, Banyuwangi|Muncar]]) di pesisir timur, dan [[Puger, Jember|Puger]] (di [[Kabupaten Jember|Jember]]) di pesisir selatan[[Pantai Selatan]].
 
Pada saat [[Trenggana|Sultan Trenggana]] raja ke-3 [[Kesultanan Demak]] pada 1546, memperlebar wilayah kekuasaannya ke timur, sebagian wilayah [[Jawa Timur]] berhasil dikuasainya, termasuk merebut [[Pasuruan]] dan [[Pajarakan, Probolinggo|Pajarakan]] dari tangan Blambangan pada tahun 1545 dan sejak saat itu Pasuruan menjadi kekuatan Islam yang penting di ujung timur Jawa.
 
Akan tetapi, usaha Demak menaklukkan Panarukan mengalami kendala karena kerajaan ini mampu bertahan walaupun telah dikepung selama tigaseratus bulanhari. Bahkan, pada 1546, Sultan Trenggana sendiri terbunuh di dekat Panarukan, setelah selama tiga bulan tidak mampu menembus kota Panarukan. Pemimpin Panarukan yang terkenal kala itu bernama '''Sontoguno.'''
 
Setelah Demak mundur, giliran [[Kerajaan Gelgel]] dari [[Bali]] yang menyerang dan berusaha merebut Blambangan dari tangan '''Menak Pangseng''' putra '''Menak Pentor'''.
 
Pada tahun 1597, giliran Blambangan diserang oleh pasukan [[Pasuruan]] namun Blambangan dapat mengatasinya. Setelah mengalahkan Pasuruan, terjadi huru-hara di internal Blambangan dan tampillah '''Menak Pati''' atau Sang Dipati Lampor dan putranya Menak Lumpat.
Baris 90:
Selanjutnya Menak Lumpat digantikan oleh putranya yang bernama ''Pangeran Singosari'' atau Menak Seruyu bergelar '''Prabu Tawang Alun I'''.
 
Kemudian pada tahun 1638-1639, giliran [[Kesultanan Mataram]] menyerang Blambangan, hingga membuat ''Tawang Alun I'' terpaksa melarikan diri ke timur gunung (wilayah Banyuwangi saat ini di daerah Kedawung [[Sraten, Cluring, Banyuwangi]]), sedangkan putra mahkotanya, ''Mas Kembar'', menjadi tawanan dan diboyong ke Mataram.
 
Kemudian,Blambangan usahadapat parabertahan penguasadi sebelah timur gunung dan usaha-usaha Mataram dalammelebarkan menundukkankekuasaan Blambanganke mengalamidaerah ini tidak pernah kegagalanberhasil. Hal ini mengakibatkan kawasan Blambangan Timur (dan Banyuwangi pada umumnya) tidak pernah masuk ke dalam budaya [[Jawa Tengah]]. Maka dari itu, sampai sekarang kawasan Banyuwangi memiliki ragam bahasa yang cukup berbeda dengan bahasa Jawa baku.
Di bawah kekuasaan [[Kesultanan Mataram]], pada tahun 1649, ''Mas Kembar'' naik tahta dengan gelar '''Pangeran Tawang Alun II'''. Pada tahun 1652, saat berada di Istana Mataram, Tawang Alun II mendeklarasikan diri di hadapan Sunan Amangkurat Agung ([[Amangkurat I]]), bahwa mulai sejak saat itu Blambangan adalah wilayah yang merdeka. Sepulangnya ke Balambangan dia menyandang gelar sebagai Susuhunan Macanputih untuk menunjukkan bahwa tahtanya sederajat dengan Mataram yang kala itu dipimpin oleh Susuhunan Mangkurat Agung.
 
Selanjutnya, di bawah kekuasaan [[Kesultanan Mataram]], pada tahun 1649, ''Mas Kembar'' naik tahta dengan gelar '''Pangeran Tawang Alun II'''.
Blambangan dapat merebut daerah-daerah kekuasaannya kembali dari tangan Mataram setelah Kangjeng Sunan Tawang Alun II membantu [[Raden Trunajaya]] dan [[Karaeng Galesong]] melawan Mangkurat Agung ([[Amangkurat I]]) dalam Perang Trunajaya. Di bawah pemerintahan Kangjeng Suhunan Tawang Alun II, kerajaan Blambangan maju dengan pesat di mana kekuasaannya menyatu dari [[Banyuwangi]], hingga ke [[Kediri]].
 
Di bawah kekuasaanSepeninggal [[KesultananSultan Agung dari Mataram]], padaketika tahunMataram 1649,dipimpin ''Masoleh Kembar''Sunan naikAmangkurat tahtaAgung dengan([[Amangkurat gelarI]]), '''Pangeranketika Tawangmenghadiri Alun II'''. Pada[[Pisowanan]] (tahun 1652, saat berada) di Istanaistana Mataram, Tawang Alun II mendeklarasikan diri di hadapan sang Sunan Amangkurat Agung ([[Amangkurat I]]), bahwa mulai sejak saat itu Blambangan adalah wilayah yang merdeka. Sepulangnya ke Balambangan dia menyandang gelar sebagai '''Susuhunan Macanputih''' untuk menunjukkan bahwa tahtanya sederajat dengan tahta Mataram yang kala itu dipimpin oleh Susuhunan Mangkurat Agung.
Kemudian, usaha para penguasa Mataram dalam menundukkan Blambangan mengalami kegagalan. Hal ini mengakibatkan kawasan Blambangan (dan Banyuwangi pada umumnya) tidak pernah masuk ke dalam budaya [[Jawa Tengah]]. Maka dari itu, sampai sekarang kawasan Banyuwangi memiliki ragam bahasa yang cukup berbeda dengan bahasa Jawa baku.
 
Blambangan dapat merebut daerah-daerah kekuasaannya kembali dari tangan Mataram setelahSelanjutnya Kangjeng SunanSuhunan Tawang Alun II membantu [[Raden Trunajaya]] dan [[Karaeng Galesong]] melawan Mangkurat Agung ([[Amangkurat I]]) dalam Perang Trunajaya sehingga Blambangan dapat merebut daerah-daerah kekuasaannya kembali dari tangan Mataram. Di bawah pemerintahan Kangjeng Suhunan Tawang Alun II, kerajaan Blambangan maju dengan pesat di mana kekuasaannya menyatu dari [[Banyuwangi]], hingga ke [[Kediri]].
 
== Keruntuhan Blambangan ==