Arnold de Vlaming: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 19:
Hingga sekitar tahun 1800an, [[cengkeh]], [[lada]], dan [[pala]] hanya dapat ditemukan di [[Kepulauan Maluku]] yang sekarang menjadi bagian dari [[Indonesia]] dan dahulu dijuluki sebagai ''Kepulauan Rempah-Rempah''. [[Rempah-rempah]] memiliki banyak kegunaan, yakni sebagai obat, untuk bumbu makanan dan minuman, dan sebagai parfum. Cengkeh seharusnya menjadi obat untuk hilang ingatan dan sakit gigi, lada untuk mabuk laut dan ruam. Namun, volume perdagangan rempah-rempah tetap kecil karena hanya sedikit orang yang mampu membeli barang mewah seperti itu. Mengingat potensi pasar yang terbatas, satu-satunya kemungkinan bagi pedagang untuk mendapatkan banyak uang adalah dengan mengontrol transportasi ke [[Eropa]]. Sejak tahun 1500an, [[Portugis]] berhasil melakukannya. Kemudian sekitar tahun 1660an monopoli jatuh ke tangan [[VOC]] kemudian [[Inggris]] mengeluhkan bahwa tidak mungkin memindahkan satu cengkeh tanpa izin dari Belanda.<ref>Leaves of the same tree: trade and ethnicity in the Straits of Melaka, By Leonard Y. Andaya. England and the Netherlands: the ties between two nations The spice trade</ref>
Gubernur Jenderal [[Jan Pieterszoon Coen]] (1587-1629) dan banyak lainnya juga menggunakan kekerasan untuk mengamankan monopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku dan menyingkirkan persaingan Inggris. Penduduk asli [[Suku Banda (Indonesia)|Banda]] diperbudak dengan kejam dan bahkan dibantai oleh VOC. VOC membuat pohon cengkeh milik musuh dicabut dan desa-desa dibakar. [[Ekspedisi Hongi]] adalah ekspedisi militer inspeksi oleh armada bersenjata Praus. Kata "hongi" berasal dari [[pulau Ternate]] di Maluku yang berarti "armada". Setidaknya dibutuhkan sepuluh tahun sebelum cengkeh dapat dipanen dari pohon muda. Jadi, penduduk kehilangan mata pencaharian dan tidak punya pilihan selain pindah atau mati kelaparan.<ref>{{cite web|url=http://resources.huygens.knaw.nl/retroboeken/nnbw/#source=7&page=639&view=imagePane&size=1219&accessor=accessor_index|title=Nieuw Nederlandsch Biografisch Woordenboek|language=nl|access-date=13 Februari 2022|website=resources.huygens.knaw.nl}}</ref>
Pada tahun 1651, setelah masa yang kurang lebih tenang, pemberontakan baru melawan kekuasaan Belanda pecah di Maluku. Untuk melindungi monopoli perdagangan cengkeh, VOC sekali lagi memberlakukan pembatasan penanaman pohon cengkeh. Majira, seorang kepala suku Huamual di [[Pulau Seram]], menolak untuk menghancurkan sebagian dari perkebunan muda dan juga ingin menjual cengkeh kepada pedagang Asia. Amasser, sebuah kota di [[pulau Sulawesi]] yang diperintah oleh [[Kesultanan Gowa]], mendukung para pemberontak, seperti yang dilakukan [[Kesultanan Ternate]].
|