Demang Lehman: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 32:
}}</ref>
Pada awal tahun [[1859]] [[Nyai Ratu Komala Sari]], permaisuri almarhum [[Sultan Adam]], telah menyerahkan surat kepada Pangeran Hidayatullah II, bahwa kesultanan Banjar diserahkan kepadanya, sesuai dengan surat wasiat Sultan Adam. Selanjutnya Pangeran Hidayat mengadakan rapat-rapat untuk menyusun kekuatan dan memberi bantuan kepada [[Tumenggung Abdul Jalil]] (Kiai Adipati Anom Dinding Raja) berupa 20 pucuk senapan. Sementara itu [[Pangeran Antasari]] dan Demang Lehman mendapat tugas yang lebih berat yaitu mengerahkan kekuatan dengan menghubungi [[Tumenggung Surapati]] dan Pambakal
Perlawanan rakyat terhadap Belanda berkobar di daerah-daerah di bawah pimpinan Pangeran Antasari yang berahsil menghimpun pasukan sebanyak 3.000 orang dan menyerbu pos-pos Belanda. Pos-pos Belanda di Martapura dan Pengaron diserang oleh pasukan Antasri pada tanggal 28 April 1859. Di samping itu, kawan-kawan seperjuangan Pangeran Antasari juga telah mengadakan penyerangan terhadap pasukan-pasukan Belanda yang dijumpai. Pada saat pangeran Antasari mengepung benteng Belanda di Pengaron, Kiai Demang Leman dengan pasukannya telah bergerak disekitar Riam Kiwa dan mengancam benteng Belanda di Pengaron. Bersama-sama dengan Haji Nasrun, Habib Shohibul Bahasyim pada tanggal 30 Juni 1859, kiai Demang Leman menyerbu pos Belanda yang berada di istana Martapura. Dalam bulan Agustus 1859 bersama
Pada tanggal 27 September 1859 pertempuran terjadi juga di benteng Gunung Lawak yang dipertahankan oleh Kiai Demang Leman dan kawan-kawan. Dalam pertempuran ini kekuatan pasukan Kiai Demang Leman ternyata lebih kecil dibandingkan dengan kekuatan musuh sehingga ia terpaksa mengundurkan diri. Karena rakyat berkali-kali melakukan penyerangan gerilya, Belanda setalah beberapa waktu lamanya menduduki benteng tersebut, kemudian merusak dan meninggalkannya. Sewaktu meninggalkan benteng, pasukan Belanda mendapat serangan dari pasukan Kiai Demang Leman yang masih aktif melakukan perang gerilya di daerah sekitarnya.<ref name="Nusantara pada abad ke-18 dan ke-19">{{id}} {{cite book|author=Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan|year=1992|url=http://books.google.co.id/books?id=N5jc0h1BktwC&lpg=PA282&ots=yQx4msvFyr&dq=pangeran%20perbatasari&hl=id&pg=PA282#v=onepage&q=pangeran%20perbatasari&f=false|title=Sejarah nasional Indonesia: Nusantara pada abad ke-18 dan ke-19|publisher=PT Balai Pustaka|isbn=9794074101|pages=280|access-date=2014-05-22|archive-url=https://web.archive.org/web/20140522195810/http://books.google.co.id/books?id=N5jc0h1BktwC&lpg=PA282&ots=yQx4msvFyr&dq=pangeran%20perbatasari&hl=id&pg=PA282#v=onepage&q=pangeran%20perbatasari&f=false|archive-date=2014-05-22|dead-url=yes}}ISBN 978-979-407-410-7</ref>
|