Tifa Syawatsyawat merupakan [[alat musik]] tradisional yang mirip seperti [[gendang]] yang cara memainkannya adalah dengan dipukul. Alat musik ini yang terbuat dari sebatang [[kayu]] atau [[rotan]] yang dikosongi bagian isinya dan pada salah satu sisi ujungnya ditutupi dengan menggunakan kulit hewan yang telah dikeringkan untuk menghasilkan suara yang bagus dan indah. Formatnya pun biasanya dibuat dengan ukiran yang memiliki ciri khas masing-masing. Tifa Syawatsyawat sendiri telah berkembang di kalangan Sukusuku Kokoda yang oleh mereka disebut sebagai orkes musik dengan tetabuhan yang terdiri dari ''adrat'', ''tifa'', suling, dan gong kecil. Kesenian ini menjadi media da’wahdakwah penyebaran [[agama Islam]] yang dilakukan oleh para da’ida'i di luar wilayah tempat tinggal Sukusuku Kokoda. Tifa sendiri merupakan alat musik asli [[Papua]], sedangkan suling dan gong dibawa langsung oleh para da’ida'i tersebut dari tempat asal mereka. Kesenian ini biasanya ditampilkan ketika hari besar keagamaan tertentu seperti maulid nabi dan upacara-upacara seperti pengiring pengantin ke rumah keluarga laki-laki dan khitanan. Kesenian Tifa Syawatsyawat tersebut diyakini sebagai bentuk kebudayaan lokal yang muncul akibat ekspansi [[agama Islam]] ke wilayah [[Papua]], tepatnya di perkampungan Sukusuku Kokoda.<ref name=":0">Wekke, Ismail Suardi. 2012. TIFA SYAWAT DAN ENTITAS DAKWAH DALAM BUDAYA ISLAM: STUDI SUKU KOKODA SORONG PAPUA BARAT. Thaqafiyyat, Vol. 13, No. 1, Juni 2012</ref>
Namun demikian, kesenian Tifa Syawatsyawat tersebut sebenarnya tidak murni berasal dari Sukusuku Kokoda. Sebelumnya, kesenian tersebut pertama kali berkembang di wilayah [[Kokas, Fakfak]], Papua. Meskipun begitu, Sukusuku Kokoda telah menguasai kesenian tersebut dengan sangat terampil. Hampir di beberapa acara besar keagamaan seperti Maulid Nabi dan kegiatan perayaan masyarakat seperti pernikahan dan khitanan tidak pernah lepas dari adanya kesenian Tifatifa Syawatsyawat.<ref name=":0" /> Tidak heran jika kemudian mereka juga pernah menjadi juarai peringkat kedua pada Festival Seni Budaya Islam Se-Papua Barat.<ref>{{Cite web|url=http://www.lensapapua.com/religi-budaya/festival-seni-budaya-se-papua-barat-akan-digelar-di-kabupaten-sorong/|title=Festival Seni Budaya Se-Papua Barat Akan Digelar di Kabupaten Sorong – Lensapapua.com|website=www.lensapapua.com|language=id-ID|access-date=2017-11-08}}</ref>
=== Tradisi peminangan ===
Beberapa tradisi yang sangat terkenal di kalangan suku Kokoda adalah tradisi peminangan. Tradisi ini dilakukan ketika seorang laki-laki Suku Kokoda akan meminang (mengajak menikah) perempuan dari suku yang sama. Mula-mula, tua-tua adat sebagai orang yang dipercaya dan "ditokohkan" oleh suku Kokoda akan meminta ibu-ibu untuk berkumpul di ''titara'', yaitu suatu balai pertemuan yang biasa mereka gunakan untuk menyelesaikan berbagai persoalan dan merundingkan berbagai macam hal. Di tempat ini, pihak laki-laki akan bermusyawarah terkait rencana pernikahannya dengan penduduk yang hadir di sana. Ketika sudah mendapat persetujuan, keluarga laki-laki akan mendatangi pihak perempuan yang akan dilamar dengan maksud untuk menyampaikan keseriusannya. Setelahnya, keluarga pihak perempuan akan melakukan musyawarah terkait permintaan pinangan pihak laki-laki berikut maskawin atau [[mahar]] yang diharapkan. Ibu-ibu dari pihak keluarga perempuan akan mendatangi rumah laki-laki tersebut untuk menyampaikan hasil musyawarah mereka, apakah lamarannya diterima atau tidak.<ref name=":1" /> Sementara itu, pihak laki-laki harus bisa menerima dengan lapang dada apa pun yang menjadi keputusan dari keluarga perempuan.