Perebutan Melaka (1511): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: referensi YouTube VisualEditor
Surijeal (bicara | kontrib)
Copy edit
Baris 29:
Namun kota ini dibangun di atas tanah rawa dan dikelilingi oleh [[hutan tropis]] yang tidak ramah, dan perlu mengimpor segala sesuatu untuk kelangsungan hidupnya, seperti beras penting, yang dipasok oleh orang Jawa. Untuk memasok penduduknya, Melaka bergantung pada setidaknya 100 jung setiap tahun mengimpor beras dari berbagai lokasi: Sekitar 50–60 jung dari Jawa, 30 dari Siam, dan 20 dari Pegu.{{sfn|Reid|1980|p=237}}<ref>Reid, Anthony (1989). [https://archive.org/details/reid-anthony-the-organization-of-production-1989/mode/2up?q The Organization of Production in the Pre-Colonial Southeast Asian Port City]. In Broeze, Frank (Ed.), ''Brides of the Sea: Asian Port Cities in the Colonial Era'' (pp. 54–74). University of Hawaii Press.</ref>{{Rp||pages=57}} Melaka terutama merupakan kota perdagangan tanpa daerah pedalaman pertanian yang substansial sama sekali. Seperti yang dicatat Ma Huan di abad sebelumnya: "Semuanya berpasir, tanah asin. Iklimnya panas di siang hari, dingin di malam hari. Ladang tidak subur dan tanamannya buruk; (dan) orang-orang jarang bertani".{{sfn|Huan|1970|p=109}}
 
Malaka memiliki sekitar 10.000 bangunan tetapi kebanyakan terbuat dari jerami, dan hanya sekitar 500 yang terbuat dari ''adobe'' (tanah liat yang dikeringkan atau [[bata jemuran]]), mereka juga kekurangan perbentengan yang layak.<ref name=":4">{{Cite journal|last=Subrahmanyam|first=Sanjay|last2=Parker|first2=Geoffrey|date=2008|title=Arms and the Asian: Revisiting European Firearms and their Place in Early Modern Asia|journal=Revista de Cultura|volume=26|pages=12-42}}</ref>{{Rp||pages=40}} Malaka tidak memiliki tembok kecuali benteng bambu yang didirikan untuk pertahanan sementara. Jenis kota ini mirip dengan Johor, Brunei, dan Aceh.{{sfn|Reid|1980|p=242}} Para saudagar kaya menyimpan barang dagangannya dengan menyimpannya di ''gedong'' (gudang) atau gudang batu, yang sebagian dibangun di bawah permukaan tanah.{{sfn|Mills|1930|p=127}}{{sfn|Reid|1980|p=246}} Ma Huan menulis:<blockquote>Setiap kali [[Kapal khazanah Tiongkok|kapal harta karun]] dari Negara Tengah (China) tiba di sana, mereka segera mendirikan barisan pagar kayu, seperti tembok kota, dan mendirikan menara untuk genderang penjaga di empat gerbang; pada malam hari mereka melakukan patroli polisi yang membawa lonceng; di dalam, sekali lagi, mereka mendirikan pagar kayu kedua, seperti tembok kota kecil, (di dalamnya) mereka membangun gudang dan lumbung; (dan) semua uang dan perbekalan disimpan di dalamnya.{{sfn|Huan|1970|p=113}}</blockquote>According to

Menurut Brás de Albuquerque, theyang sonmerupakan ofputra Afonso de Albuquerque:
 
{{quote|Kerajaan Malaka dibatasi di satu bagian oleh Kerajaan Kedah dan di sisi lain oleh Kerajaan Pahang dan panjangnya 100 ''légua'' di garis pantai dan 10 ''légua'' ke daratan hingga pegunungan yang berpisah dengan Kerajaan Siam. Seluruh negeri ini dulunya tunduk pada Kerajaan Siam sampai kira-kira sembilan puluh tahun sebelumnya (sampai kedatangan Afonso de Albuquerque ke daerah itu) [...]|Brás de Albuquerque, dalam ''Comentários do Grande Afonso de Albuquerque''<ref>Brás de Albuquerque, 1557 [https://books.google.com/books?id=64xwQwAACAAJ ''Comentários do Grande Afonso de Albuquerque''], disunting oleh António Baião, 1923, bagian II bab XVII</ref>}}
Baris 67 ⟶ 69:
Pada saat itu, Kesultanan Malaka meliputi seluruh Semenanjung Malaya dan sebagian besar Sumatra bagian utara.<ref>{{cite journal |last=McRoberts |first=R. W. |title=An Examination of the Fall of Melaka in 1511 |journal=Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society |volume=57 |issue=1 [246] |year=1984 |pages=26–39 [p. 29] |jstor=41492970 }}</ref> Semua bawahan sultan tampaknya telah mematuhi panggilannya untuk berperang sesuai dengan kapasitasnya. Palembang, Indragiri, Minangkabau, dan Pahang semuanya tercatat mengirimkan pasukan, dan mungkin juga wilayah lain; Satu-satunya negara pemberontak yang tercatat adalah Kampar, yang memberi Portugis basis lokal. Sultan juga merekrut ribuan tentara bayaran dari Jawa, yang dibayar pada awal Agustus dan diberi upah tiga bulan di muka, dan mempekerjakan 3.000 tentara bayaran Turki dan Iran. Akhirnya, ia mengumpulkan gudang senjata berisi 8.000 senjata mesiu, termasuk meriam. Sebagian besar dari ini adalah [[lantaka]] atau [[cetbang]] yang menembakkan peluru 1/4 hingga 1/2 pon (mereka juga termasuk banyak [[Arquebus Jawa|''arquebus'' berat yang diimpor dari Jawa]]).{{sfn|Birch|1875|p=128}}<ref name="Egerton">{{Cite book|last=Egerton|first=W.|title=An Illustrated Handbook of Indian Arms|publisher=W.H. Allen|year=1880}}</ref>{{Rp|96}} Menurut pedagang Cina yang membocorkan informasi ke Portugis, total pasukan sultan berjumlah sebanyak 20.000 prajurit. Mereka awalnya dikumpulkan untuk kampanye melawan musuh utama Malaka di Sumatra, [[Kerajaan Aru]].<ref>{{Harvnb|McRoberts|1984|pp=32–33}}.</ref>
 
Penduduk asli semenanjung Melayu tidak menggunakan kapal besar. Dalam peperangan laut, orang Melayu menggunakan [[Lancaran (kapal)|lancaran]] dan [[Banting (perahu)|banting]], digerakkan oleh dayung dada (dayung pendek) dan 2 tiang layar, dengan 2 kemudi (satu di kedua sisi lambung kapal). Orang Melayu tidak terbiasa mengarungi samudra, mereka hanya melakukan pelayaran pesisir menyusuri pantai semenanjung Melayu.{{sfn|Mills|1930|p=36}} Catatan Melayu dari berabad-abad kemudian menyebut penggunaan kapal [[Ghali (kapal)|ghali]], namun ini sebenarnya hanyalah kisah anakronisme: Kapal ghali muncul di Nusantara setelah diperkenalkan orang Portugis berdasarkan kapal ''galley'' [[Mediterania]],<ref name=":02">Halimi, Ahmad Jelani (2023, June 20). ''Mendam Berahi: Antara Realiti dan Mitos'' [Seminar presentation]. Kapal Mendam Berahi: Realiti atau Mitos?, Melaka International Trade Centre (MITC), Malacca, Malaysia. https://www.youtube.com/watch?v=Uq3OsSc56Kk</ref> dan kapal jenis itu baru dicatat digunakan oleh armada lokal pada akhir 1530-an.<ref name=":1">Manguin, Pierre-Yves (2012). Lancaran, Ghurab and Ghali: Mediterranean impact on war vessels in Early Modern Southeast Asia. In G. Wade & L. Tana (Eds.), ''Anthony Reid and the Study of the Southeast Asian Past'' (pp. 146–182). Singapore: ISEAS Publishing.</ref>{{Rp|164}}
 
Meskipun memiliki banyak artileri dan senjata api, senjata itu sebagian besar dan terutama dibeli dari orang Jawa dan Gujarat, di mana orang Jawa dan Gujarat adalah operator senjatanya. Pada awal abad ke-16, sebelum kedatangan Portugis, orang Melayu kekurangan senjata api. ''[[Sejarah Melayu]]'', menyebutkan bahwa pada tahun 1509 mereka tidak mengerti "mengapa peluru membunuh", menunjukkan ketidakbiasaan mereka menggunakan senjata api dalam pertempuran, jika tidak dalam upacara.{{sfn|Charney|2012|p=3}} Sebagaimana dicatat ''Sejarah Melayu'':
Baris 79 ⟶ 81:
Mencerminkan beberapa dekade kemudian tentang betapa buruknya nasib orang Melayu melawan Portugis di Malaka dan di tempat lain, kartografer [[Manuel Godinho de Erédia]] menyebutkan banyak kelemahan pasukan darat mereka. Diantaranya adalah kurangnya taktik dan formasi militer yang teratur, artileri yang relatif ringan, kurangnya baju pelindung, ketergantungan pada busur dan [[sumpitan]], dan per[[benteng]]<nowiki/>an yang tidak efektif.
 
{{quote|Angkatan bersenjata Melayu tidak mengikuti taktik militer teratur Eropa: mereka hanya menggunakan serangan dan sergapan dalam formasi massal: Satu-satunya rencana mereka adalah membangun penyergapan di jalan sempit dan hutan dan semak belukar, dan kemudian melakukan serangan dengan pasukan bersenjata: Setiap kali mereka mempersiapkan diri untuk berperang, mereka membebaskan diri mereka sendiri dan biasanya menderita kerugian besar ... Senjata yang biasanya mereka gunakan dalam peperangan adalah pedang, perisai, tombak, busur dan anak panah, dan sumpitan dengan panah beracun. Pada hari ini, sebagai akibat dari pertemuan dengan kami, mereka menggunakan senapan dan meriam. Pedang, dengan bilah berukuran 5 jengkal (110 cm), disebut ''pedang'': seperti pedang Turki, pedang ini memiliki satu sisi. Belati, yang disebut ''[[Keris|Cris]]'', adalah bilah berukuran panjang 2 jengkal (44 cm), dan terbuat dari baja bagus; itu mengandung racun yang mematikan; sarungnya dari kayu, gagangnya dari tanduk binatang atau dari batu langka ... Tombak yang disebut ''azagaya'' panjangnya 10 jengkal (2,2 m): tombak ini banyak digunakan dengan dilempar. Ada tombak lain, sepanjang 25 jengkal (5,5 m)... Artileri mereka, biasanya, tidak berat; sebelumnya mereka menggunakan mortir dan meriam putar yang terbuat dari berbagai logam{{refn|Versi Portugis asli menyebutkan ''berços'' dan ''pedreyros'', ''berços'' merujuk pada [[meriam putar isian belakang]], sedangkan ''pedreyros'' merujuk pada meriam abad pertengahan atau mortir penembak ''piedra'' (batu)<ref>De Erédia, 1881: 21</ref>|group=Catatan}}... Mengenai penggunaan artileri di kalangan Melayu, kita tahu bahwa pada penaklukan Malaka pada tahun 1511, Afonso de Albuquerque menangkap banyak artileri kecil, ''[[Cetbang|esmeril]]'', ''[[Lela (meriam)|falconet]]'', dan ''saker'' berukuran sedang... Benteng-benteng dan perkubuan orang Melayu biasanya terdiri dari struktur tanah dan ditempatkan di antara papan tegak. Kami memang menemukan beberapa bangunan yang terbuat dari batu berbentuk yang disatukan tanpa [[lepa]] atau [[gegala]]... Dalam gaya sederhana ini dibangun benteng-benteng utama dan istana kerajaan... Biasanya, bagaimanapun, penduduk asli menggunakan benteng dan pagar dan [[palisade]] yang terbuat dari kayu besar, yang jumlahnya banyak di sepanjang Sungai Panagim di pantai yang sama... Jadi di masa lalu benteng mereka, selain hanya terbuat dari tanah, dibangun dalam bentuk yang sederhana, tanpa titik militer yang layak.|''Declaraçam de Malaca e India Meridional com o Cathay'' oleh Godinho de Erédia, 1613.<ref>Godinho de Erédia, "Description of Malacca", Journal Of The Malayan Branch Of The Royal Asiatic Society, 1930, Vol. 8; Reprint 14, RM55. [https://archive.org/stream/in.ernet.dli.2015.281670/2015.281670.Journal-Of_djvu.txt Archived text].</ref>{{sfn|De Erédia|1881|p=20-21}}|source=}}
 
Karena orang Melaka baru diperkenalkan dengan senjata api baru-baru ini setelah tahun 1509, mereka belum mengadopsi praktik kota-kota Eropa dan India dalam membentengi pelabuhan mereka. Karena itu, mereka mengandalkan orang-orang Gujarat untuk membantu mereka membangun pertahanan semacam itu. Orang Gujarat menangani pekerjaan membangun benteng Melaka sepenuhnya. Seorang kapten Gujarat yang ingin berperang dengan Portugis menyediakan Melaka dengan kapal-kapal Gujarat dan menjanjikan bantuan 600 prajurit dan 20 bombard. Pembela asing Melaka lainnya adalah orang Iran, yang merupakan pedagang penting di Samudra Hindia.{{sfn|Charney|2012|p=3}}