Suku Asmat: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Yohanes bambang (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Herryz (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Baris 1:
{{rapikan}}
{{refimprove}}
{{infobox ethnic group
|group=Suku Asmat
|image= [[Berkas:Orang Asmat.jpg|250px]]
|caption= Seorang dari suku Asmat tengah membuat ukiran kayu
| population = -+ 70.000
| regions = '''{{flag|Indonesia}}'''<br>([[Papua Selatan]], [[Papua Pegunungan]])
| tablehdr =
| region1 =
| pop1 =
| region2 =
| pop2 =
| region3 =
| pop3 =
|languages =
|langs= [[Bahasa Asmat]], [[Bahasa Indonesia]]
|rels= {{•}}[[Berkas:Christian cross.svg|12px]] [[Kekristenan]]([[Protestanisme|Protestan]], [[Katolik]])<br>{{•}}[[Berkas:Allah-green.svg|15px]] [[Islam]]<br>{{•}}[[Berkas:AnimismSymbol.PNG|15px]] [[Animisme]]
|related=
}}
 
'''Suku Asmat''' adalah sebuah suku di [[Papua Selatan]]. Suku Asmat dikenal dengan hasil ukiran kayunya yang unik. Populasi suku Asmat terbagi dua, yaitu mereka yang tinggal di pesisir pantai dan mereka yang tinggal di bagian pedalaman. Kedua populasi ini saling berbeda satu sama lain dalam hal [[dialek]], cara hidup, [[struktur sosial]] dan [[ritual]]. Populasi pesisir pantai selanjutnya terbagi ke dalam dua bagian, yaitu suku Bisman yang berada di antara Sungai Sinesty, dan suku Simai di Sungai Nin.<ref name="SUKU">{{cite web|url=https://www.kompas.com/stori/read/2023/03/24/100318079/suku-asmat-suku-asli-papua|title=Suku Asmat Suku Asli Papua|website=www.kompas.com|accessdate=9 Juli 2023}}</ref>
 
 
 
[[Berkas:Canoe Warriers in West Papua.jpg|jmpl|[[Perahu Asmat|Perahu Lesung]], alat transportasi suku Asmat.]]
 
== Etimologi ==
Baris 32 ⟶ 26:
Wilayah yang ditempati Suku Asmat adalah dataran coklat lembek yang tertutup oleh jaring laba-laba sungai. Wilayah yang ditinggali Suku Asmat ini telah menjadi Kabupaten sendiri dengan nama Kabupaten Asmat dengan 7 [[Kecamatan]] atau [[Distrik]]. Hampir setiap hari hujan turun dengan curah 3000-4000 mm/tahun. Setiap hari juga pasang surut laut masuk kewilayah ini, sehingga tidak mengherankan kalau permukaan tanah sangat lembek dan berlumpur. Jalan hanya dibuat dari papan kayu yang ditumpuk di atas tanah yang lembek. Praktis tidak semua kendaraan bermotor bisa lewat jalan ini. Orang yang berjalan harus berhati-hati agar tidak terpeleset, terutama saat hujan.
 
== PertentanganPersebaran ==
[[Berkas:Canoe Warriers in West Papua.jpg|jmpl|[[Perahu Asmat|Perahu Lesung]], alat transportasi suku Asmat.]]
Ada banyak pertentangan di antara desa berbeda Asmat. Yang paling mengerikan adalah cara yang dipakai suku Asmat untuk membunuh musuhnya. Ketika musuh dibunuh, mayatnya dibawa ke kampung, kemudian dipotong dan dibagikan kepada seluruh penduduk untuk dimakan bersama. Mereka menyanyikan lagu kematian dan memenggalkan kepalanya. Otaknya dibungkus daun sago yang dipanggang dan dimakan. Namun hal ini sudah jarang terjadi bahkan hilang resmi dari ingatan.
 
== Persebaran ==
Suku Asmat tersebar dan mendiami wilayah disekitar pantai [[Laut Arafura|Laut Arafuru]] dan [[Pegunungan Jayawijaya]], dengan medan yang lumayan berat mengingat daerah yang ditempati adalah hutan belantara, dalam kehidupan suku Asmat, batu yang biasa kita lihat dijalanan ternyata sangat berharga bagi mereka. Bahkan, batu-batu itu bisa dijadikan sebagai [[maskawin]]. Semua itu disebabkan karena tempat tinggal suku Asmat yang membetuk [[Rawa|rawa-rawa]] sehingga sangat sulit menemukan batu-batu jalanan yang sangat berguna bagi mereka untuk membuat [[kapak]], [[palu]], dan sebagainya.
 
Baris 62 ⟶ 55:
 
== Adat Istiadat ==
 
Suku Asmat adalah suku yang menganut Animisme, sampai dengan masuknya para Misionaris pembawa ajaran baru, mereka mulai mengenal agama lain selain agama nenek moyang. Kini, masyarakat suku Asmat telah menganut berbagai macam agama, seperti [[Protestanisme|Protestan]], [[Katolik]] dan [[Islam]].
Seperti masyarakat pada umumnya, dalam menjalankan proses kehidupannya, masyarakat suku Asmat pun melalui berbagai proses, yaitu:
* Kehamilan, selama proses ini berlangsung, bakal generasi penerus dijaga dengan baik agar dapat lahir secara selamat dengan bantuan ibu kandung atau ibu mertua.
Baris 79 ⟶ 72:
(Kal Muller, Mengenal Papua, 2008, hal.31)
 
=== Kepercayaan Dasar ===
Adat istiadat suku Asmat mengakui dirinya sebagai anak dewa yang berasal dari dunia mistik atau gaib yang lokasinya berada di mana mentari tenggelam setiap sore hari. Mereka yakin bila nenek moyangnya pada zaman dulu melakukan pendaratan di bumi di daerah pegunungan. Selain itu orang suku Asmat juga percaya bila di wilayahnya terdapat tiga macam roh yang masing-masing mempunyai sifat baik, jahat dan yang jahat namun mati. Berdasarkan mitologi masyarakat Asmat berdiam di Teluk Flamingo, dewa itu bernama Fumuripitis.
Orang Asmat yakin bahwa di lingkungan tempat tinggal manusia juga diam berbagai macam roh yang mereka bagi dalam 3 golongan.
Baris 125 ⟶ 118:
== Mitologi ==
Dalam hal kepercayaan orang Asmat yakin bahwa mereka adalah keturunan dewa yang turun dari dunia gaib yang berada di seberang laut di belakang ufuk, tempat matahari terbenam tiap hari. Menurut keyakinan orang Asmat, dewa nenek-moyang itu dulu mendarat di bumi di suatu tempat yang jauh di pegunungan. Dalam perjalanannya turun ke hilir sampai ia tiba di tempat yang kini didiami oleh orang Asmat hilir, ia mengalami banyak petualangan.
 
Dalam mitologi orang Asmat yang berdiam di Teluk Flaminggo misalnya, dewa itu namanya Fumeripitsy. Ketika ia berjalan dari hulu sungau ke arah laut, ia diserang oleh seekor buaya raksasa. Perahu lesung yang ditumpanginya tenggelam. Dalam perkelahian sengit yang terjadi, ia dapat membunuh si buaya, tetapi ia sendiri luka parah. Ia terbawa arus yang mendamparkannya di tepi sungai [[Asuwetsy, Agats, Asmat|Asewetsy]], Desa Syuru sekarang. Untung ada seekor burung Flamingo yang merawatnya sampai ia sembuh kembali; kemudian ia membangun rumah yew dan mengukir dua patung yang sangat indah serta membuat sebuah genderang E''m'', yang sangat kuat bunyinya. Setelah ia selesai, ia mulai menari terus-menerus tanpa henti, dan kekuatan sakti yang keluar dari gerakannya itu memberi hidup pada kedua patung yang diukirnya. Tak lama kemudian mulailah patung-patung itu bergerak dan menari, dan mereka kemudian menjadi pasangan manusia yang pertama, yaitu nenek-moyang orang Asmat.