Muhammad Syam Marfaly: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
Baris 64:
Pada tanggal 14 Juni 1983 karena lokasinya tidak memungkinkan untuk mengembangkan pendidikan, Abu Syam memindahkan Dayah Bustanul Huda ke [[Desa]] Kedai Siblah yaitu di lokasi sekarang. Di lokasi baru tersebut, perkembangan Dayah mulai pesat. [[Santri]] yang berdatangan untuk menetap di Dayah Bustanul Huda tidak hanya berasal dari wilayah Blangpidie dan wilayah Aceh lainnya. Namun juga ada dari [[Sumatra Utara]], [[Sumatra Barat]], [[Jambi]], dan [[Riau]]. Pada tahun 1989, Abu Syam mulai menerima santri putri untuk menetap dan belajar di Dayah Bustanul Huda Blangpidie.
Beberapa santri Abu Syam yang berhasil mendirikan dayah lainnya di berbagai daerah diantaranya adalah Tgk. Hajad pimpinan Dayah Nurul Muhsinin [[Beureunun]], [[Pidie]]; Tgk. Abubakar Yusuf, pimpinan Dayah Bustanul Huda [[Mutiara Timur, Pidie]]; Tgk. M. Husen pimpinan Dayah Teungku Chik Fadil Diriwat [[Kembang Tanjung, Pidie]]; Tgk. Lukmanul Hakim pimpinan
Selain menjadi pimpinan pesantren, Abu Syam dalam kesehariannya juga merupakan seorang [[petani]] yang perannya bagai tokoh persawahan. Masyarakat menganggap Abu bagaikan [[keujruen blang]], dalam artian masyarakat mengikuti arahan-arahan dari Abu bila musim [[sawah]] tiba. Tugas Abu yang paling penting dalam hal ini adalah mengatur air untuk dimasukkan ke dalam sawah dan bergotong royong bersama masyarakat, karena pada ketika itu belum ada pembangunan [[irigasi]].
Pernah suatu ketika, masyarakat Blangpidie dan sekitarnya tidak turun kesawah untuk bercocok tanam disebabkan tidak ada orang yang mengatur [[air]] untuk di masukkan ke dalam sawah, hal ini terjadi karena Abu sudah tidak kuat untuk mengurusi sawah.
Hal lain yang menjadi kepedulian Abu terhadap masyarakat adalah tidak membiarkan mereka hidup dalam kejahilan yang buta tentang [[agama]], maka Abu membuka [[majelis taklim]] untuk masyarakat. Seperti malam Jumat Abu membuka pengajian untuk umum di Masjid Jamik Kuta Tinggi, sedangkan malam Sabtu pengajian umum
Selain dari hari yang telah disebutkan, Abu Syam juga membuka pengajian untuk umum pada hari rabu dan ini diadakan di Dayah Bustanul Huda yang diikuti oleh Teungku Imam, Teungku Khatib dan Teungku Bilal, dan juga ada masyarakat biasa. Akibat [[konflik Aceh]] yang berkepanjangan membuat jamaah pengajian dihantui oleh rasa takut sehingga para jamaah pun dari hari kehari semakin berkurang ditambah lagi dengan kondisi Abu sudah mulai sakit-sakitan yang pada akhirnya pengajian hari Rabu tersebut tidak lagi berlanjut sampai sekarang.
Tidak hanya pengajian yang dilakukan, tetapi Abu juga mengajak masyarakat untuk banyak beribadah kepada Allah dengan mengadakan shalat sunnat taubat. Shalat sunnat taubat ini dilakukan secara
Setelah Abu Syam meninggal pada tahun 2009, kepemimpinan Dayah Bustanul Huda Blangpidie diteruskan oleh putra Abu Syam bernama [[Muhammad Qudusi Syam Marfaly|Tgk. H. Muhammad Qudusi Syam Marfaly]].<ref>{{Cite web|title=Ma had Bustanul Huda Diniyah Islamiyah Asyafi iyah - PDF Free Download|url=https://docplayer.info/53039418-Ma-had-bustanul-huda-diniyah-islamiyah-asyafi-iyah.html|website=docplayer.info|access-date=2022-06-26}}</ref>
|