Kota Surabaya: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Arsitektur kota: membetulkan ejaan
Baris 270:
[[Arsitektur]] di Surabaya adalah percampuran antara pengaruh [[kolonialisme|kolonial]], Asia, [[arsitektur Jawa|Jawa]], modern, dan post-modern. Di Surabaya masih banyak dijumpai bangunan peninggalan era kolonial yang masih berdiri kokoh hingga saat ini, seperti Hotel Majapahit (d/h Hotel Oranje) dan Kantor Pos Besar Surabaya. Sebagai sebuah kota yang relatif tua di Indonesia dan Asia Tenggara, kebanyakan bangunan masa kolonial di Surabaya dibangun sekitar kurun abad ke-17 hingga awal abad ke-20. Bangunan-bangunan ini menunjukan gaya Belanda / Eropa pada abad pertengahan.
 
Contoh dari bangunan era kolonial yang cukup dikenal di Surabaya yaitu ''De Simpangsche Sociёteit'' atau yang biasa disebut dengan "Gedung Balai Pemuda" yang dibangun pada tahun 1907 dengan corak arsitektur Eklektik, yaitu dengan menggabungkan arsitektur neoklasik, gothicarsitektur gotik, dan renaissancearsitektur renaisans yang didesain oleh arsitek berwarga negara Belanda Westmaes dan difungsikan sebagai gedung rekreasi penduduk ekspatriat Belanda di Surabaya.
 
Sebelum [[Perang Dunia Kedua]], di sekitar pusat kota lama Surabaya terdapat banyak bangunan-bangunan rumah toko, yang kebanyakan bertingkat dua. Rumah-rumah toko ini terinspirasi dari tradisi Eropa dan Tionghoa Peranakan. Walaupun sebagian telah dibongkar untuk pembangunan baru, masih banyak bangunan-bangunan lama yang dipertahankan sebagai cagar budaya dan ikon kota, yakni di sekitar wilayah Jalan Kembang Jepun, Jalan Karet, Jalan Gula, Jalan Slompretan, dan Jalan Rajawali.