Majapahit: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Mengembalikan suntingan oleh Orangpadaeng (bicara) ke revisi terakhir oleh Mojopahit1293
Tag: Pengembalian
Orangpadaeng (bicara | kontrib)
k Membutuhkan referensi
Tag: Dikembalikan
Baris 145:
{{Sejarah Indonesia|Kerajaan Hindu-Buddha}}
{{Sejarah Malaysia}}
'''Majapahit''' ({{lang-jv|꧋ꦩꦙꦥꦲꦶꦠ꧀}}; {{IPA-jv|madʒapaɪt}}; [[Sanskerta]]: ''Wilwatikta'')<ref group="Catatan">Literatur istana yang terpengaruh budaya India menggunakan nama Sanskerta ini, yang berarti sama dengan kata "Majapahit", contohnya pada Nagarakretagama pupuh 1 bait 2 dan Kidung Harsawijaya. Kadang-kadang juga ditulis secara terbalik sebagai Tiktawilwa, contohnya pada Nagarakretagama pupuh 18 bait 4. Meskipun begitu kekaisaran ini tetap dikenal dengan nama Jawanya, seperti yang dicatat dalam hikayat-hikayat dari Aceh, Banjar, Melayu, Palembang, dan lain-lain.</ref> adalah sebuah [[kemaharajaan]] yang berpusat di [[Provinsi Jawa Timur]], [[Indonesia]], yang pernah berdiri sekitar tahun [[1293]]–[[1527]] [[Masehi|M]]. Kemaharajaan ini didirikan oleh [[Raden Wijaya]] menantu [[Kertanagara]], maharaja [[kerajaan Singhasari|Singhasari]] terakhir, dan mencapai puncak kejayaannya menjadi kemaharajaan raya yang menguasai wilayah yang luas di [[Nusantara]] pada masa kekuasaan raja [[Hayam Wuruk]], yang berkuasa dari tahun [[1350]]–[[1389]]{{cn}}.
 
Kemaharajaan Majapahit adalah kemaharajaan [[Hindu]]-[[Agama Buddha|Buddha]] terakhir yang menguasai [[Nusantara]] dan dianggap sebagai monarki terbesar dalam [[sejarah Indonesia]].{{sfn|Ricklefs|2008|p=12, 37}} Menurut [[Negarakertagama]], kekuasaannya terbentang dari [[Jawa]], [[Sumatra]], [[Semenanjung Malaya]], [[Kalimantan]], [[Filipina]] ([[Kepulauan Sulu]]), [[Manila]] (Saludung), [[Sulawesi]], [[Papua]], dan lainnya.<ref>Prapantja, Rakawi, trans. by Theodore Gauthier Pigeaud, ''Java in the 14th Century, A Study in Cultural History: The Negara-Kertagama by Pakawi Parakanca of Majapahit, 1365 AD'' (The Hague, Martinus Nijhoff, 1962), vol. 4, hlm. 29. 34; [[G.J. Resink]], ''Indonesia’s History Between the Myths: Essays in Legal History and Historical Theory'' (The Hague: W. van Hoeve, 1968), hal. 21.</ref>
 
Peninggalan reruntuhan bangunan kuno banyak ditemukan di [[Kabupaten Mojokerto]] karena pernah menjadi ibukota [[Majapahit]]{{cn}}.
 
== Historiografi ==
Baris 161:
[[Berkas:Harihara Majapahit 1.JPG|jmpl|kiri|lurus|Arca Harihara (paduan [[Siwa]] dan [[Wisnu]]) perwujudan [[Kertarajasa]] dari Candi Simping, [[Blitar]], kini koleksi [[Museum Nasional Republik Indonesia|Museum Nasional]].]]
 
Sebelum berdirinya Majapahit, [[Singhasari]] telah menjadi kerajaan paling kuat di Jawa. Hal ini menjadi perhatian [[Kubilai Khan]], penguasa [[Dinasti Yuan]] di [[Tiongkok]]{{cn}}. Ia mengirim utusan yang bernama [[Meng Chi]]<ref name="bennysetiono">{{cite web|last = Setiono|first = Benny |authorlink = |coauthors = |year = |url = http://www.indonesiamedia.com/lipsus/lipsus-2003-martabattionghoa2.htm|title = Kehancuran dan Kebangkitan Martabat/ Jati Diri Etnis Tionghoa Di Indonesia (bagian 1)|format = |work = |publisher = |accessdate = 16 Juni|accessyear = 2008|quote =
}}</ref> ke Singhasari yang menuntut [[upeti]]. [[Kertanagara]], penguasa kerajaan Singhasari yang terakhir menolak untuk membayar upeti dan mempermalukan utusan tersebut dengan merusak wajahnya dan memotong telinganya.<ref name="bennysetiono"/><ref>David Bor - ''Khubilai khan and Beautiful princesses of Tumapel'' 2006</ref> Kubilai Khan marah dan lalu memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa tahun [[1293]]{{cn}}.
Ketika itu, [[Jayakatwang]], adipati [[Kerajaan Kediri|Kediri]], sudah menggulingkan dan membunuh Kertanegara. Atas saran penasehat kerajaan [[Aria Wiraraja]], Jayakatwang memberikan pengampunan kepada [[Raden Wijaya]], menantu [[Kertanegara]], yang datang menyerahkan diri. Kemudian, Wiraraja mengirim utusan ke [[Daha]], yang membawa surat berisi pernyataan, Raden Wijaya menyerah dan ingin mengabdi kepada Jayakatwang.<ref name="Mulyana">{{Harvnb|Mulyana|2006|p=122}}</ref> Jawaban dari surat di atas disambut dengan senang hati.<ref name="Mulyana"/> [[Raden Wijaya]] kemudian diberi hutan [[Tarik, Sidoarjo|Tarik]]. Ia membuka hutan itu dan membangun desa baru dengan pelabuhan utama di [[Canggu, Jetis, Mojokerto|Canggu]]. Desa itu dinamai ''Majapahit'', yang namanya diambil dari buah [[maja]], dan rasa "pahit" dari buah tersebut. Ketika pasukan [[Bangsa Mongol|Mongol]] tiba, Wijaya bersekutu dengan pasukan Mongol untuk bertempur melawan Jayakatwang. Setelah berhasil menjatuhkan Jayakatwang, Raden Wijaya berbalik menyerang sekutu Mongolnya sehingga memaksa mereka menarik pulang kembali pasukannya secara kalang-kabut karena mereka berada di negeri asing.<ref>Groeneveldt, W.P. ''Historical Notes on Indonesia and Malaya: Compiled from Chinese Sources''. Djakarta: Bhratara, 1960.</ref><ref name="slametmuljana">Slamet Muljana. ''Menuju Puncak Kemegahan'' (LKIS, 2005)</ref> Saat itu juga merupakan kesempatan terakhir mereka untuk menangkap angin [[muson]] agar dapat pulang, atau mereka terpaksa harus menunggu enam bulan lagi di pulau yang asing.