Malin Kundang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Dedi A (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Dedi A (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 36:
Kalau endingnya tetap ibu yang mengutuk anaknya (apapun alasannya), maka moralitas ibu tersebut pantas dan patut dipertanyakan. Dan ibu seperti ini telah melakukan tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), dan telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), sehingga dia malah tidak pantas untuk dipanggil 'ibu'. Padahal maksud dan ide cerita Malin Kundang (dan juga cerita-cerita lainnya yang mirip) adalah mengajarkan bahwa anak harus hormat dan santun kepada orang tua (yang terkadang harus diembel-embeli dengan hukuman yang sangat berat).
Karena itu kepada pencerita, baik secara tertulis atau bercerita lisan, sangat dianjurkan untuk menekankan bahwa Malin Kundang 'menjadi terkutuk' karena mengingkari ibunya sendiri, dan bukannya 'dikutuk' oleh ibunya sendiri. Sedapat mungkin pencerita harus menghindari pernyataan 'ibu yang marah lantas mengutuk'.
 
Bagi pencerita yang lebih berhati-hati, bisa dikatakan cerita saling kutuk seperti ini sebenarnya tidak dianjurkan untuk diceritakan kepada masyarakat, apalagi kepada anak-anak yang masih bersih jiwanya, masih bersih dari anasir dan sifat anarkis yang membudaya di Indonesia. Kalau bisa, mungkin lebih baik mencari cerita lain yang lebih mendidik.
 
== Adaptasi ==