Permanu, Pakisaji, Malang: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Puranatan71 (bicara | kontrib) Penambahan sejarah dan sedikit budaya Tag: Dikembalikan VisualEditor |
||
Baris 16:
Wilayah Desa Permanu diapit oleh dua aliran sungai, yaitu Sungai Mbabar dan Sungai Gesang. Keadaan jalan di Desa Permanu sudah berupa aspal. Penduduk Desa Permanu menggunakan air bersih untuk memasak dan minum menggunakan air dari PDAM dan air Swadaya.
== Sejarah ==
Desa Permanu merupakan salah satu bagian dari wilayah [[Malang Raya]], sehingga masih ada kaitannya dengan kerajaan yang pernah berada di daerah sekitar Malang. Sampai saat ini tidak diketahui pasti bagaimana Permanu terbentuk karena tidak ada catatan sejarah yang resmi terkait hal ini. Namun terdapat penjelasan dari beberapa cerita rakyat dan sejarah turun-temurun warga desa.
Berawal dari zaman [[Kerajaan Singasari|kerajaan Singosari]], secara singkat kerajaan Singosari kalah dari [[Kerajaan Kadiri|kerajaan Kediri]] dalam [[Pertempuran Genter|perang Genter]]. Karena kekalahan tersebut, beberapa anggota dan rakyat kerajaan Singosari terpaksa melarikan diri untuk menyelamatkan nyawa mereka. Salah satu anak dari selir [[Ken Arok]] bernama Raden Permono kabur ke arah selatan (ke sekitar daerah [[Pakisaji, Malang|Pakisaji]]) bersama beberapa rakyat pengikutnya. Kemudian tibalah Raden Permono di sebuah daerah yang sekarang dikenal dengan nama Permanu. Dengan inisiatifnya ia membangun pemukiman di daerah tersebut untuk melanjutkan hidup dan untuk mengayomi pengikutnya yang banyak. Tak butuh waktu lama bagi Raden Permono untuk mendirikan pemukiman yang damai karena daerah tersebut tanahnya sangat subur, sehingga pertanian menjadi sumber makanan utama.
Setelah berhasil mengamankan diri berserta rakyat pengikutnya, Raden Permono kemudian melakukan perjalanan ke luar desa. Kekuasaan di daerah yang telah dibangun oleh Raden Permono ini diberikan kepada salah satu orang kepercayaannya yaitu [[Resi]] Sindhu Wongso. Sebagai bentuk penghormatan dan rasa terimakasih, rakyat kemudian menamai daerah ini dengan sebutan "Permanu" yang diambil dari nama Raden Permono tersebut. Sejak saat itu daerah tersebut bernama "Desa Permanu" dan ada sampai sekarang dengan keadaan yang damai dan tentram.
Selang waktu berjalan, Resi Sindhu Wongso meninggal dikarenakan faktor yang tidak diketahui. Hingga saat kini pun makam dari Resi Sindhu Wongso pun tidak diketahui keberadaannya. Karena hal tersebut warga membuat beberapa [[Punden berundak|punden]] pada masing-masing dusun. Punden ini digunakan untuk berdoa kepada dewa dan menghormati jasa Raden Permono serta Resi Sindhu Wongso. Dalam [[relief]] yang berada pada punden tersebut ditemukan bahwa rakyat pada zaman itu menganut kepercayaan Siwa-Buddha ([[Agama Hindu|Hindu]] dan [[Siddhartha Gautama|Buddha]]). Punden Resi Sindhu Wongso ini kemudian dinamakan dengan punden Reco Banteng. Berdasarkan cerita setempat, punden tersebut merupakan perwujudan dari "banteng" yang berada di daerah tersebut. Kepala dari banteng berada pada gunung Katu, sebelah utara desa Permanu dan badannya berlokasi tepat di Desa Permanu
== Geografi ==
Baris 58 ⟶ 67:
Penduduk Desa mayoritas berasal dari suku [[Jawa]] sehingga menjunjung nilai adat. Banyak kegiatan yang dilakukan warga seperti kerja bakti gotong royong, tahlilan, dan lainnya. Tiap tahun juga diadakan Selametan Desa dan kegiatan bersih desa guna untuk melestarikan adat istiadat di desa Permanu. Dalam praktik seni budaya sendiri, desa mendukung setiap kesenian yang ada selama tidak menyalahi aturan, adat, dan norma desa.
Di Desa Permanu sendiri telah dibentuk beberapa [[Seni|kesenian]] daerah seperti Terbang Jidor, Kuda Lumping, Bantengan, Orkes Melayu dan yang paling terkenal adalah Tari Topengnya. Kesenian tari topeng desa tidak hanya mencakup tarian saja namun juga mencakup literasi budaya dan segala yang mendukung keberlangsungan seni tersebut. Dalam sanggar seni juga digunakan sebagai latihan [[gamelan]], latihan pengrajin topeng, latihan [[Tari Topeng|tari topeng]], dan perawatan peralatan kesenian.
Upacara bersih deso atau nyadran dilakukan saat hari Senin Legi menurut [[Kalender Jawa|kalender jawa]] pada bulan Sapar, apabila pada bulan Sapar tidak terdapat senin legi, maka bisa mengambil Senin Legi pada bulan Suro. pada tanggal 1 Sapar/Suro, tepatnya jam 12 malam, warga biasanya akan melakukan ritual ke punden yang berada di dusun yang kemudian disusul dengan pengajian sampai pagi. {{Pakisaji, Malang}}
{{Authority control}}
|