Kerteh: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
merapikan isi artikel |
|||
Baris 10:
Pada dekade 1960-an, permukiman di Kerteh masih berupa rumah-rumah tradisional. Bahan bangunan untuk pembuatan atap masih menggunakan [[rumbia]] atau [[seng]]. Pada dekade 1970-an, kondisi pantai yang menghadap [[Laut Tiongkok Selatan]] membentang sepanjang 225 km masih dalam keadaan tenang. Pendaratan penyu di pantai masih dapat diamati.{{Butuh rujukan}}
Sebelum tahun [[1979]], Kerteh belum menjadi tempat persinggahan. Namun sejak tahun 1979, [[Petronas]] mulai menugaskan para pekerjanya untuk mengukur tanah dalam rangka pembuatan bandar udara, saluran pipa gas untuk perumahan, dan [[stasiun cuaca]].{{Butuh rujukan}}
Pengelolaan pekerjaan oleh pekerja Petronas diatur oleh Wahab bin Abdul Rahman. Kondisi tanah diketahui dengan mengamati jejak kaki dari hewan seperti [[babi]], [[rusa]], [[beruang]], dan [[harimau]]. Penyeberagan dari tepi sungai ke tepi sungai lainnya masih dilakukan dengan berenang karena belum ada jembatan penghubung. Pertambangan minyak mulai dilakukan dan mulai digunakan istilah pertambangan seperti [[petroringgit]], [[pelantar minyak]], [[minyak mentah]] maupun [[gas petroleum cair]].{{Butuh rujukan}} Sebuah kampung bernama Kampung Labuhan di Kerteh memiliki fungsi sebagai sebuah kawasan [[pelabuhan]]. Di wilayahnya terdapat sebuah pantai yang diberi nama Pantai Ma'Daerah. Kampung Labuhan menjadi wilayah dengan ladang kelapa sawit terluas dan dikenal sebagai Loji Penapisan Minyak Terengganu. Di sekitar Kampung Labuhan terdapat sebuah perkampungan lain bernama Kampung Nyior Matir. Penduduk Kampung Labuhan berasal dari Kampung Nyior Matir. Ladang kelapa sawit mencakup wilayah Kampung Labuhan hingga ke Stasiun Tenaga Listrik Paka. Produk utama ladang tersebut ialah kelapa kering. Pelabuhan yang terletak di Kampung Labuhan menjadi lokasi eksor kelapa kering dari Terengganu ke negara lain.{{Butuh rujukan}}
|