Folklor Maluku: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Cun Cun (bicara | kontrib)
k Menghapus Kategori:Budaya Indonesia menggunakan HotCat
Tag: halaman dengan galat kutipan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 3 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.5
Baris 1:
Cerita rakyat [[Maluku]] dan [[Maluku Utara]] adalah [[legenda]] atau cerita kuno yang dipercayai sakral dan mistis, yang mencerminkan [[budaya]], [[adat]], dan kehidupan masa lampau masyarakat Maluku dan Maluku Utara, Indonesia.<ref name="Adicita">{{cite web| url= http://www.sejarahkota.com/2013/02/jenis-dan-definisi-cerita-rakyat.html| title= ''Pengertian Legenda/Cerita Rakyat''| publisher= Adicita.com| accessdate= 30 April 2014}}{{Pranala mati|date=Februari 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref> Cerita rakyat masih populer di tengah kehidupan masyarakat Maluku dan Maluku Utara hingga saat ini.<ref name="Adicita" /> Cerita rakyat Maluku seperti Nenek Luhu, Batu Badaong, Bulu Pamali, Legenda Tanifai, Buaya Tembaga, Petualangan Empat Kapiten dari Maluku, dan lain sebagainya.<ref name="Cerita Rakyat Nusantara">{{cite web|url= http://ceritarakyatnusantara.com/id/browse/25-Maluku| title= ''Maluku''|publisher= Cerita Rakyat Nusantara| accessdate= 30 April 2014|archive-date= 2014-06-26|archive-url= https://web.archive.org/web/20140626223204/http://ceritarakyatnusantara.com/id/browse/25-Maluku|dead-url= no}}</ref> Sedangkan cerita rakyat Maluku Utara adalah Asal Mula Telaga Biru, dan Batu Belah.<ref name="Cerita Rakyat Nusantara" />
 
== Nenek Luhu ==
<!--[[Berkas:Nenek Luhu.jpg|jmpl|Nenek Luhu|kiri|150 px]]-->
 
'''Nenek Luhu''' adalah seorang tokoh yang dikisahkan hilang secara misterius menurut kepercayaan masyarakat Ambon, Maluku, Indonesia.<ref name="Cerita Nusantara">{{cite web| url= http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/199-Nenek-Luhu| title= ''Nenek Luhu''| publisher= Cerita Rakyat Nusantara| accessdate= 1 Mei 2014| archive-date= 2023-06-05| archive-url= https://web.archive.org/web/20230605031944/http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/199-Nenek-Luhu| dead-url= no}}</ref> Konon katanya pada zaman Belanda, di Negeri Luhu, Pulau Seram, Maluku diperintah oleh seorang raja yang bernama Raja Gimelaha Luhu Tuban yang lebih dikenal dengan nama Raja Luhu.<ref name="Kumpulan Cerita">{{cite web| url= http://indofiles.web.id/showthread.php/74803-Kumpulan-Cerita-Rakyat/page4| title= ''Nene Luhu''| publisher= Indofile| accessdate= 1 April 2014}}{{Pranala mati|date=Februari 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref> Sang Raja memiliki seorang permaisuri yang bernama ''Puar Bulan''.<ref name="Cerita Rakyat Nusantara" /> Sang Raja dan Sang Permaisuri dikaruniai 3 orang anak.<ref name="Kumpulan Cerita Rakyat" /> Anak sulung adalah perempuan yang bernama ''Ta Ina (Luhu)'', dan dua anak yang lain adalah laki-laki yang bernama ''Sabadin (Luhu)'' dan ''Kasim (Luhu)''.<ref name="Irwan Souf dan Shenia Ananda">''Rangkuman 100 Cerita Rakyat dari Sabang sampai Merauke'', PT TransMedia, 2013</ref> Ta Ina Luhu memiliki perangai yang baik, penurut, rajin beribadah, mandiri, serta sayang kepada keluarga.<ref name="Kumpulan Cerita Rakyat" /> Suatu ketika kabar tentang kekayaan dan ketentraman Negeri Luhu didengar oleh penjajah Belanda yang berkedudukan di Ambon.<ref name="Kumpulan Cerita" /> Belanda pun menyerang Negeri Luhu dengan persenjataan lengkap.<ref name="Irwan Souf dan Shenia Ananda" /> Raja Luhu dan pasukannya berusaha melakukan perlawanan, tetapi belanda berhasilkan menjatuhkan Negeri Luhu dan menguasainya.<ref name="Irwan Souf dan Shenia Ananda" /> Raja Luhu dan keluarganya serta seluruh rakyatnya tewas dalam pertempuran tersebut.<ref name="Cerita Rakyat Nusantara" /> Satu-satunya orang yang selamat pada saat itu adalah putri raja, Ta Ina Luhu.<ref name="Irwan Souf dan Shenia Ananda" /> Namun, ia ditangkap dan dibawa oleh penjajah Belanda ke Ambon, untuk dijadikan istri panglima perang Belanda.<ref name="Kumpulan Cerita Rakyat" /> Dengan penolakkan untuk dijadikan istri, Ta Ina Luhu diperkosa oleh Panglima Belanda.<ref name="Cerita Rakyat Nusantara" /> Karena selalu diperlakukan tidak senonoh oleh panglima tersebut, Ta Ina Luhu berusaha melarikan diri.<ref name="Cerita Rakyat Nusantara" /> Suatu malam, Ta Ina Luhu berhasil melarikan diri dari Kota Ambon.<ref name="Kumpulan Cerita" /> Pada malam itu juga Ta Ina Luhu berjalan menuju ke sebuah negeri yang bernama Negeri Soya.<ref name="Irwan Souf dan Shenia Ananda" /> Di Negeri Soya Ta Ina Luhu disambut baik oleh Keluarga Raja Soya, bahkan dianggap sebagai keluarga istana Soya.<ref name="Irwan Souf dan Shenia Ananda" /> Setelah beberapa bulan tinggal di istana Soya, Ta Ina Luhu hamil dan berniat melarikan diri dari istana Soya.<ref name="Irwan Souf dan Shenia Ananda" /> Esoknya, saat suasana istana sedang sepi di malam hari, ia mengendap-endap menuju pintu belakang dan menaiki kuda Sang Raja.<ref name="Irwan Souf dan Shenia Ananda" /> Ia sengaja tak memberitahu kepergiannya kepada keluarga Raja Soya, karena pastinya keluarga Raja Soya tidak akan mengizinkannya.<ref name="Cerita Rakyat Nusantara" />
 
Sesampainya di puncak gunung, Ta Ina Luhu beristirahat di bawah pohon jambu.<ref name="Kumpulan Cerita" /> Ketika hari menjelang siang ia mendengar suara para pasukan Raja Soya memanggilnya dari kejauhan.<ref name="Kumpulan Cerita Rakyat" /> Ia akhirnya meninggalkan tempat itu. Tak begitu lama seteleh kepergiannya, sebagian rombongan pengawal Raja Soya tiba ditempat itu dan menemukan kulit jambu bekas Ta Ina Luhu.<ref name="Kumpulan Cerita Rakyat" /> Konon, rombongan itulah yang menamakan gunung tersebut dengan nama ''Gunung Nona''.<ref name="Kumpulan Cerita Rakyat" /> Sementara itu, Ta Ina Luhu terus memacu kudanya menuruni lereng gunung menuju pantai Amahusu dengan kencang sehingga topinya diterbangkan angin.<ref name="Kumpulan Cerita Rakyat" /> Ketika sang putri hendak mengambil topi itu, tiba-tiba topinya berubah menjadi batu.<ref name="Kumpulan Cerita Rakyat" /> Batu itu dinamakan ''Batu Capeu'' hingga sekarang.<ref name="Kumpulan Cerita Rakyat" /> Setelah itu Ta Ina Luhu melanjutkan perjalanannya. Namun, begitu ia hendak memacu kudanya, ia dihadang oleh pengawal Raja Soya.<ref name="Kumpulan Cerita Rakyat" /> Ta Ina Luhu memohon agar tidak dibawa pulang ke istana Soya, karena ia tak mau merepotkan orang lain.<ref name="Kumpulan Cerita Rakyat" />
Baris 21:
Setelah mengetahui arti mata air tersebut, Kepala Desa menyuruh warga dusun Lisawa berkumpul.<ref name="Cerita Rakyat" /> Tetua adat menanyakan kelengkapan setiap anggota keluarga yang hadir.<ref name="Cerita Rakyat" /> Masing-masing sibuk menghitung anggota keluarganya.<ref name="Cerita Rakyat" /> Akhirnya diketahui ternyata ada dua keluarga yang belum lengkap.<ref name="Cerita Rakyat" /> Mereka adalah Majojaru (nona/cewek) dan Magohiduruu (nyong/cowok). Setelah itu, salah seorang warga yang ada di kumpulan tersebut bercerita tentang mereka berdua.<ref name="Cerita Rakyat" />
 
Konon, dahulu ada sepasang kekasih yang berjanji untuk sehidup semati.<ref name="Cerita Rakyat">{{cite web|url= http://www.cerita-rakyat.com/2012/07/asal-mula-telaga-biru/| title= ''Asal Mula Telaga Biru''| publisher= cerita-rakyat.com| accessdate= 4 Mei 2014.18}}</ref> Mereka bernama Mojojaru dan Magohiduruu.<ref name="Cerita Rakyat" /> Pada suatu hari Magohiduruu pergi merantau ke negeri seberang.<ref name="Cerita Rakyat" /> Majojaru menanti dengan setia dan cemas, hampir satu tahun Magohiduruu tidak kembali.<ref name="Cerita Rakyat" /> Suatu hari Majojaru melihat kapal yang dinaiki Magohiduruu datang.<ref name="Cerita Rakyat" /> Majojaru bertanya tentang kekasihnya itu kepada awak kapal.<ref name="Cerita Rakyat" /> Awak kapal mengatakan bahwa ia mendengar kabar Magohiduruu telah meninggal dunia di negeri seberang.<ref name="Cerita Rakyat" /> Mendengar kabar tersebut, hati Majojaru sangat hancur dan pedih.<ref name="Marina Asril Reza" /> Dengan sedih, Majojaru berjalan mencari tempat berteduh untuk menenangkan diri.<ref name="Marina Asril Reza" /> Kemudian ia berteduh di bawah pohon Beringin sambil menangis meratapi kepergian kekasih hatinya.<ref name="Marina Asril Reza" />
Air mata Mojojaru mengalir sangat deras hingga menggenang dan menenggelamkan bebatuan yang ada di sekitar pohon Beringin.<ref name="Marina Asril Reza" /> Pada akhirnya, Mojojaru tenggelam oleh air matanya.<ref name="Marina Asril Reza" /> Saat itu juga, langsung terbentuk sebuah telaga.<ref name="Marina Asril Reza" /> Airnya sebening mata wanita-wanita Lisawa.<ref name="Marina Asril Reza" />
 
Baris 28:
'''Batu Badaong''' adalah cerita rakyat yang berasal dari Maluku dan Maluku Utara.<ref name="Marina Asril Reza" /> Batu Badaong adalah nama dari Maluku, sedangkan di Maluku Utara cerita ini bernama Batu Belah.<ref name="Marina Asril Reza" /> Di sebelah utara kepulauan Maluku, tepatnya di daerah Tobelo hidup sebuah keluarga nelayan di rumah yang berdinding daun Rumbia.<ref name="Marina Asril Reza" />
Ayah keluarga itu adalah seorang nelayan dan ibu adalah ibu rumah tangga.<ref name="Marina Asril Reza" /> Keluarga itu memiliki dua anak.<ref name="Marina Asril Reza" /> Yang sulung seorang anak perempuan yang bernama O Bia Moloku dan yang bungsu adalah laki-laki yang bernama O Bia Mokara.<ref name="Marina Asril Reza" />
Pada suatu hari ayah mereka pergi melaut, dan ibu mereka pergi berkebun.<ref name="Anak Nusantara">{{cite web| url= http://anaknusantara.com/klasik-2/legenda-batu-badaong| title= ''Legenda Batu Badaong''| publisher= Anaknusantara.com| accessdate= 10 Mei 2014| archive-date= 2017-12-01| archive-url= https://web.archive.org/web/20171201043207/http://anaknusantara.com/klasik-2/legenda-batu-badaong| dead-url= no}}</ref> Sebelum ibu mereka pergi, dia berpesan kepada O Bia Moloku dan O Bia Mokara untuk tidak memakan telur ikan yang ada di dapur, karena akan membahayakan ayah mereka di laut.<ref name="Anak Nusantara" />
Tiga jam berlalu, O Bia Mokara merasa lapar, dan meminta telur ikan yang ada di dapur.<ref name="Anak Nusantara" /> O Bia Moloku tak mau memberikan telur ikan kepada adiknya.<ref name="Anak Nusantara" /> Namun, O Bia Mokara menangis dan makin lama tangisannya makin membesar.<ref name="Anak Nusantara" /> Karena merasa kasihan, O Bia Moloku memberikan telur ikan tersebut kepada adiknya.<ref name="Anak Nusantara" /> Tak lama kemudian, ibunya kembali dari kebun dengan membawa hasil kebun.<ref name="Anak Nusantara" /> Ibunya menggendong O Bia Mokara, dan menyanyi bersama di pangkuannya.<ref name="Anak Nusantara" /> Ibunya terkejut, melihat sisa-sisa telur ikan yang melekat di gigi O Bia Mokara dan memastikan telur ikan di dapur.<ref name="Anak Nusantara" /> Ibunya sangat kecewa, pesannya telah dilanggar, telur ikannya nihil.<ref name="Marina Asril Reza" /> Ibunya merasa telah melanggar aturan, dan pasti suaminya tidak akan selamat di lautan.<ref name="Anak Nusantara" /> Itu sudah merupakan adat dan pantangan yang dipercayai oleh seluruh masyarakat.<ref name="Anak Nusantara" /> Kemudian dia melarikan diri menyusuri pesisir pantai.<ref name="Anak Nusantara" /> Sambil menggendong O Bia Mokara, O Bia Moloku mengejar ibunya, memanggil-manggil ibunya.<ref name="Anak Nusantara" /> Ibunya hanya menjawab, menyuruh O Bia Moloku memberikan susu kepada adiknya dari daun Katang-katang.<ref name="Anak Nusantara" /> Pada saat itu O Bia Moloku melihat ibunya masuk ke dalam laut.<ref name="Anak Nusantara" /> Saat ibunya masuk ke laut, tiba-tiba muncul batu besar di permukaan air laut.<ref name="Marina Asril Reza" /> Ibunya merayap dan berdiri di atas batu tersebut.<ref name="Anak Nusantara" /> Lalu dia berteriak meminta batu tersebut membuka mulutnya.<ref name="Anak Nusantara" /> Tiba-tiba batu tersebut mengikuti perintah dan terbuka lebar.<ref name="Anak Nusantara" /> Kemudian ibu O Bia Moloku dan O Bia Mokara masuk ke dalam batu.<ref name="Anak Nusantara" /> Setelah itu, ibu mereka menyuruh batu itu menutup, dan batu itu pun menutup dan menelan ibu mereka dengan sendirinya.<ref name="Anak Nusantara" />