Van Heiden Tot Christen: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
→Sejarah: Menambahkan beberapa {{kalimat Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
→Perbedaan Suku Bare'e & Toraja: Menambahkan ==Papa i Wunte Tag: kemungkinan perlu pemeriksaan terjemahan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
Baris 50:
Tetapi perkembangannya Suku Bare'e yang beragama Lamoa lebih banyak yang ikut dengan [[Orang Tojo|Suku Bare'e]] yang ber[[agama islam]] karena belum terbiasa dengan kebiasaan hidup Orang-orang Belanda yang berkulit putih dan bermata biru.
==Papa i Wunte==
Setelah takluknya Benteng Jalaja di wotu, dan kemudian penjajah [[Hindia Belanda]] mengadakan suatu budaya "Monangu Buaya", yang memisahkan antara penduduk pendatang dari wotu dengan penduduk asli yang dikenal dengan nama [[Suku Bare'e]],
Maka tahun 1909 pernah mencatatkan bahwa upacara adat Padungku di jaman Penjajahan [[Hindia Belanda|Belanda]] sangat dilarang dirayakan oleh [[Umat Kristen]] saat itu, karena Upacara adat Padungku identik dengan Perayaan Pengucapan Rasa Syukur dan Pemujian kepada Tuhan [[Lamoa|Suku Bare'e yaitu PueMpalaburu]], yang mana sewaktu [[Albertus Christiaan Kruyt]] mengajarkan injil di wilayah desa Wawo Pebato, [[Albertus Christiaan Kruyt]] di tantang oleh Papa I Wunte yaitu seorang kepala desa dari salah satu wilayah di [[Kerajaan Tojo|Wawo pebato]] mengenai cara berladang dengan memakai [[Momparilangka|wurake (dukun)]] yang ternyata hasilnya masih banyak kekurangannya, dan setelahnya diadakan Festival Panen Padungku yang ternyata dipenuhi [[Lamoa|"kafir"]].
Dan pada awalnya, Kruyt, seperti para pendahulunya di bidang misi lainnya, mencoba untuk "membuktikan" bahwa [[roh]]-roh dan kekuatan yang ditakuti dan disembah oleh orang Toraja itu tidak nyata, dan tidak ada. Tetapi orang-orang tidak menerima pendapat "[[ilmiah]]"-nya. Kruyt memutuskan untuk memahami sikap mereka dan berhenti menyerang agama mereka secara langsung. Sebaliknya, ia berpendapat bahwa Tuhan dengan pesan yang dia bawa bersamanya adalah lebih kuat daripada [[Lamoa|dewa lokal dan roh]]. Ini adalah tingkat berdebat yang bisa dimengerti orang. Dan melihat banyaknya cara berladang [[Suku Bare'e]] dengan memakai [[Momparilangka|wurake (dukun)]], pemerintah [[Hindia Belanda]] kemudian melarang semua sistem berladangnya suku bare'e tersebut dan menganggap mereka sebagai [[Suku Bare'e|Suku Kafir (Van Heiden)]], apalagi budaya padungku dan wurake adalah termasuk budaya [[Kerajaan Tojo|poso-tojo]] bukan budaya [[Kerajaan Luwu|luwu]], yang mana semua [[Suku Toraja]] dan umat kristen di [[Kerajaan Tojo|poso-tojo]] harus mendukung semua budaya [[Kerajaan Luwu|luwu]]<ref>"POSSO",page 151:
, ''ingatlah Lazarus dan harus mendukung semua budaya luwu '' , [https://www.delpher.nl/nl/boeken/view?identifier=MMKB24:072383000:00001&query=Posso&coll=boeken&rowid=1]</ref>. [[Lamoa|Budaya padungku dan wurake]] jauh berbeda dengan [[Tari Moraego]] yang diperbolehkan oleh [[Umat Kristen]] Belanda sampai ke wilayah pantai barat sulawesi, dan sudah pasti [[Tari Moraego]] asalnya dari [[Suku Bare'e]] yang semuanya sudah beragama Islam sejak tahun 1770, dan yang sekarang ini PueMpalaburu (Tuhan Pemilik Langit dan Bumi) setelah [[Suku Bare'e]] ber[[agama Islam]] dikenal dengan nama [[Allah]].<ref>AGAMA KAFIR, ditulis oleh N. Adriani dan A.C. Kruyt''[https://www.delpher.nl/nl/boeken/view?identifier=MMKB31:038848000:00005&query=Adriani+De+bare%27e-sprekende+&page=10&coll=boeken&rowid=9]".</ref>
Dan Beberapa tahun kemudian, [[Albertus Christiaan Kruyt|A.C.Kruyt]] menyerang agama mereka secara langsung, untuk membuktikan hal tersebut, di sebuah desa ditata dua set [[kebun]]: satu disertai dengan ritual adat, yang lain tanpa ritual apapun, dengan tujuan untuk melihat mana yang akan melakukan lebih baik. Ketika tidak ada perbedaan sama sekali, desa tersebut menyatakan bahwa mereka siap untuk merangkul iman Kristen. Namun, Kruyt berpendapat bahwa "serangan" langsung pada agama tradisional tidak cukup. Seperti pendahulunya dari abad ke-19, dia ingin pesan Injil untuk menembus ke dalam hati orang-orang dan membawa mereka ke pertobatan pribadi. Tapi lebih baik daripada mereka, dia mengerti bahwa untuk menyentuh bagian terdalam dari para pendengarnya, dia harus mengetahui pola yang berlaku dalam pikiran mereka. Jadi dia mulai mempelajari agama dan budaya setempat di beberapa daerah lain di [[Hindia Belanda]] dengan intensitas tanpa preseden dalam misi penginjilan, yang membuatnya salah satu ahli [[etnografi]] terkemuka pada masanya.<ref>Suku Bare'e, suku asli pemilik wilayah kabupaten poso dan tojo una-una, ''[https://opacperpus.sonobudoyo.com/index.php?p=show_detail&id=12735&keywords=]".</ref>
==Referensi==
|