Mangkunegara III: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan |
k tambahan mengenai Wasiat Dalem MN III |
||
Baris 1:
{{Refimprove|date=Desember 2020}}{{Infobox royalty
| name = Mangkunegara III<br/>{{jav|ꦩꦁꦏꦸꦤꦒꦫ꧇꧓꧇}}
| death_date = {{death date and age|1853|01|
| image = Portrait of Mangkunegara III.jpg
| alt =
| caption =
| succession = [[Mangkunagara|Adipati Mangkunegaran]] ke-3
| reign = 29 Januari 1835 -
| coronation = 16 Januari 1843
| predecessor = [[Mangkunegara II]]
Baris 33:
Beliau adalah cucu dari [[Mangkunegara II|KGPAA. Mangkunegara II]], melalui putrinya (dari permaisuri), BRAy. Sayati yang menikah dengan Kangjeng Pangeran Harya Natakusuma (putra dari KPH. Kusumadiningrat dan GRAy. Kusumadiningrat). Sehingga KGPAA. Mangkunegara III masih termasuk buyutdalem dari [[Pakubuwana III|Susuhunan Pakubuwana III]].
== Masa
KGPAA. Mangkunegara III lahir pada
Pada hari
Dari pernikahan tersebut kemudian dianugerahi dua orang putri bernama BRAj. Dunuk dan BRAj. Dénok. Selain permaisuri, BRM. Saréngat juga memiliki 14 orang selir yang memiliki keturunan. Sehingga secara total keseluruhan, beliau memiliki 42 orang anak dengan rincian : 28 anak hidup hingga dewasa, 14 anak meninggal ketika masih bayi/muda dan 5 anak yang tidak berputra.<ref name=silsilah/>
== Karier
BRM. Sarengat memasuki pendidikan Kadet Mangkunegaran
Ketika berusia Kangjeng Pangeran Arya Prabu Prangwadana ikut serta bersama kakeknya, KGPAA. Mangkunegara II, terlibat dalam [[Perang Diponegoro|Perang Jawa]] menghadapi perlawanan [[Diponegoro|Pangeran Diponegoro]] (1825-1830). Beliau ditempatkan di perbatasan antara wilayah Pura Mangkunegaran dan Kesultanan Yogyakarta tepatnya di Desa Jatinom dan Desa Kepurun (Klaten). Beliau juga mendapat penghargaan bintang militer Willems Order kelas 4 atas kontribusinya dalam perang tersebut.<ref name=silsilah/>
== Pemerintahan ==
Seusai Perang Jawa dan setelah sekitar 3 bulan pasca meninggalnya KGPAA. Mangkunegara II, tampuk kepemimpinan Pura Mangkunegaran diwariskan kepada KPA. Prabu Prangwadana. Beliau diangkat sebagai Pengageng Pura Mangkunegaran dengan memakai gelar '''"Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Prabu Prangwadana
== Wafat ==
== Minat Terhadap Kesenian Jawa ==
KGPAA. Mangkunegara III juga memiliki minat besar terhadap kesenian, terutama pada [[wayang purwa]]. Bahkan pada masa pemerintahannya,
== Petuah dan Wasiat KGPAA. Mangkunegara III<ref>Serat Wasiat Dalem Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara III</ref> ==
Selain memiliki minat pada kesenian Jawa, KGPAA. Mangkunegara III juga memiliki pemikiran filosofis yang dinamakan Panca Mutiara<ref>Buku Pengetan Khol Tahunan Sri Mangkunegara III</ref>, berisikan lima sifat yang perlu dimiliki orang Jawa dan masih relevan hingga masa kini, antara lain :
# '''Temen''', artinya bersungguh-sungguh.
# '''Mantep''', artinya setia atau teguh.
# '''Gelem Nglakoni''', artinya mau melakukan dan menerima konsekuensi.
# '''Aja Kagetan''', artinya jangan mudah kaget atau terperanjat.
# '''Aja Gumunan''', artinya jangan mudah heran.
Selain itu Panca Mutiara di atas, KGPAA. Mangkunegara III juga membuat suatu petuah yang sangat baik dan memberikan suatu gambaran bagaimana kerukunan bisa terjalin baik dalam keluarga dan selebihnya kepada masyarakat umumnya. Petuah tersebut dituangkan dalam bentuk tembang macapat Gambuh Wewarah Marang Kerukunan. Terdiri dari 3 bait sebagai berikut :
'''1. Lamun sirarsa rukun, lawan kadang sanak miwah karuh, hangluberna sih marma marang sasami, kang anom kudu miturut, kang tuwa wajib angemong.'''
Artinya : ''Jikalau dapat hidup rukun terhadap sanak saudara, agar supaya memberikan perhatian / cinta kasih terhadap sesama, yang muda hendaknya menurut (pada yang lebih tua), dan yang tua harus bisa merawat (memberi arahan).''
'''2. Tegese ngemong iku, amot mengku anuju mrih sarju, aywa ladak ing ulat wuwus lan wengis, manis arum yen pitutur, hangungak wenganing batos.'''
▲KGPAA. Mangkunegara III memiliki minat besar terhadap kesenian [[wayang purwa]]. Bahkan pada masa pemerintahannya, Kitab Serat Dewa Ruci diperintahkan oleh beliau untuk disalin kembali. Minat terhadap kesenian tersebut kemudian dilanjutkan oleh para penguasa Pura Mangkunegaran selanjutnya yang terus mengembangkan kebudayaan Jawa terutama pewayangan dan pedhalangan ''gagrag'' Mangkunegaran.
Artinya : ''Maksud dari merawat itu mampu menampung supaya dapat menyenangkan hati orang, janganlah bermuka angkuh apalagi suka menghardik secara bengis, namun hendaknya manis dalam bertutur kata, agar hatinya dapat lebih terbuka.''
'''3. Tegese kang miturut, nuting pangreh ing bener rahayu, eling-eling wong urip tan lawas lalis, den gayuh hayuning kayun, ywa tinggal ganda lir bosok.'''
TAMBAHAN :▼
Artinya : ''Maksud dari yang menurut adalah menuruti pemimpin yang benar dan selamat, harus selalu ingat bahwa orang hidup itu tidak lama dan akan mati, capailah mimpi yang menjadi tujuan, jangan hanya meninggalkan bau yang tidak sedap (tidak memiliki kebaikan).''<blockquote>
Terdapat kemiripan namun tetap ada bedanya, antara gelar Adipati Pura Mangkunegaran dan Adipati Anom Kasunanan.▼
▲====== TAMBAHAN : ======
▲</blockquote>Terdapat kemiripan namun tetap ada bedanya, antara gelar Adipati Pura Mangkunegaran dan Adipati Anom Karaton Kasunanan Surakarta.
Adipati Mangkunegaran bergelar : "Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Amengkunegara Senapati ing Ayudha Sudibyaningprang".
sumber : Pustaka Sri Radyalaksana<ref>{{Cite web|title=Pustaka Sri Radyalaksana, Prajaduta, 1939, #272 (Hlm. 001–103)|url=https://www.sastra.org/arsip-dan-sejarah/kasunanan/912-pustaka-sri-radyalaksana-prajaduta-1939-272-hlm-001-103|website=Sastra Jawa|language=jv|access-date=2023-07-22}}</ref> dan Serat Centhini<ref>{{Cite web|title=Cênthini, Kamajaya, 1985–91, #761 (Jilid 01: Pupuh 001–023)|url=https://www.sastra.org/kisah-cerita-dan-kronikal/serat-centhini/949-centhini-kamajaya-1985-91-761-jilid-01-pupuh-001-023|website=Sastra Jawa|language=jv|access-date=2023-07-22}}</ref>.
|