Halim Ambiya: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 19:
'''Halim Ambiya''' menamakan program dakwahnya dengan istilah '''Pengenalan Peta Jalan Pulang.''' Melalui program ini, santri binaannya tak hanya diajarkan pendidikan ruhani melalui shalat, dzikir, pembacaan Al-Quran dan kitab-kitab, tetapi juga dengan melakukan pemberdayaan ekonomi dan sosial. Anak-anak Punk dan Jalanan binaanya diberi pembekalan dan pelatihan, serta praktik kewirausahaan. Kini, Pondok Tasawuf Underground telah memiliki lini usaha kafe, laundry, sablon, bengkel motor, cucian mobil, penjualan buah-buahan dan penjualan motor custom.
 
Tokoh agama yang inspiratif ini mengawali kariernya sebagai wartawan dan dosen, inibahkan dia pun dikenal jugadikenal sebagai penulis dan editor buku-buku keislaman. Di tengah kesibukannya berdakwah dan membina santri-santri Punk, Halim Ambiya hingga sekarang masih menggeluti dunia penerbitan buku.
 
== Kehidupan Pribadi ==
Baris 27:
Selain mengikuti pendidikan Sekolah Dasar (SD) di pagi hari di Desa Bugis, Kecamatan Anjatan, Kabupaten Indramyu, Halim kecil juga menempuh pendidikan agama di lembaga yang didirikan oleh sang kakek (KH Abdul Muin)--sebuah lembaga yang dikenal dengan "Yayasan Dewi Sartika." Di sore hari, dia pun mengikuti pelajaran agama di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Tarbiyah wa Ta'lim yang didirikan keluarganya tersebut. Setelah menamatkan SD dan MI sekaligus, Halim melanjutkan Madrasah Tsanawiyah (MTs) GUPPI Bugis pada yayasan serupa.
 
Saat ditanya mengenai keberaniannya untuk berdakwah di kalangan preman bertato, Halim menyebut bahwa keberaniannya sudah didapat dari kakek dan pamannya. "Dulu di zaman Operasi Petrus, di sungai desa saya menjadi tempat pembuangan mayat para korban operasi itu, Hampir tiap minggu saya melihat mayat. Kebanyakan penjahat yang mati itu bertato. Maka, banyak preman bertato yang tidak ada sangkut pautnya dengan kejahatan berat merasa ketakutan. Nah, akhirnya ada saja preman bertato yang akhirnya menjadi santri kakek saya. Jadi, saya sudah biasa bergaul dengan preman sejak kecil," aku Halim.
 
Kecintaannya terhadap ilmu agama pun kian berlanjut. Halim Ambiya melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren Gading, Kroya, Cilacap di bawah asuhan KH Amin Ma'mun Basya. Pesantren yang menggambungkan sistem pendidikan salaf (tradisional) dan khalaf (modern) ditempuh dari tahun 1989-1993. Halim tidak hanya mendapatkan pelajaran berbasis kurikulum ala Kulliatul Mua'limin Al-Islamiyah (KMI) Gontor, tetapi juga mendapat pengayaan pengajaran kitab-kitab thuras ala pesantren Nahdliyyin.
Baris 37:
Pada tahun 1994, Halim Ambiya memulai kuliahnya di Fakultas Ushuluddin, Jurusan Akidah dan Filsafat, IAIN/[[Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta|UIN Syarif Hidayatullah Jakarta]]. Pengenalan pada ilmu tasawuf Halim banyak didapatkan di bangku kuliah. Menurutnya, di masa itu kurikulum dan silabus di jurusannya banyak memuat matakuliah terkait tasawuf. Hampir 50 persen dari beban SKS di Jurusan Akidah dan Filsafat mengajarkan matakuliah tasawuf, akhlak, aliran-aliran pemikiran dalam Islam, tafsir dan hadis tentang tasawuf.
 
"Alhamdulillah saya bersyukur dapat menimba ilmu dari guru-guru mulia. Saya mendapatkan matakuliah ilmu tasawuf 2 semester dari Prof Dr. KH Sayid Agil Siraj. Kuliah tafsir dari Prof Dr. KH Sayyid Aqil Al-Munawwar dan Prof Dr. KH Ali Mustafa Ya'qub. Ulumul-Quran dari Prof Dr. KH Nasaruddin Umar. Bahkan saya mendapat matakuliah Tafsir tasawuf dari KH Saepuddin Amsir. Begitu juga dengan matakuliah Ilmu Tasawuf dan Filsafat Islam, alhamdulillah saya mendapat dari Prof Dr MulyadhyMulyadhi KartanegaKartanegara. Prof Dr. Komaruddin Hidayat, dan Prof Dr Kautsar Azhari Noer," ungkapnya.
 
Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Ciputat ini mendapat kesempatan menjadi Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Ushuluddin IAIN Jakarta di tahun 1997-1998, sebuah periode bersejarah bagi para aktivis ketika itu. Setelah meletus Reformasi 98 dan sebelum menamatkan pendidikanya, Halim Ambiya sudah memulai kariernya di dunia jurnalistik sejak tahun 1998. Dia bergabung menjadi wartawan Jawa Pos Group.
Kecintaannya pada ilmu tasawuf pun kian bertambah di akhir penyelesaian kuliahnya. Halim Ambiya merasa terpikat dengan KItab Risalah Al-Laduniyah karya Imam Al-Ghazali hingga memperdalam filsafat ilmu dalam Islam dalam penelitian ilmiahnya. Skripsinya berjudul "Epistemologi Islam; Suatu Gagasan Naquib Al-Atas tentang Islamisasi Ilmu," akhirnya menjadi jalan untuk mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliah program pascasarjana di Negeri Jiran, yakni di ISTAC, Kuala Lumpur, Malaysia--sebuah institusi pendidikan tinggi yang didirikan oleh Sayid Muhammad Naquib Alattas.
 
Kecintaannya pada ilmu tasawuf pun kian bertambah di akhir penyelesaian kuliahnya. Halim Ambiya merasa terpikat dengan KItab Risalah Al-Laduniyah karya Imam Al-Ghazali hingga memperdalam filsafat ilmu dalam Islam dalampada penelitian ilmiahnya. Skripsinya berjudul "Epistemologi Islam; Suatu Gagasan Naquib Al-Atas tentang Islamisasi Ilmu," akhirnya menjadi jalan untuk mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliah program pascasarjana di Negeri Jiran, yakni di ISTAC, Kuala Lumpur, Malaysia--sebuah institusi pendidikan tinggi yang didirikan oleh Sayid Muhammad Naquib Alattas.
Halim Ambiya mengikuti program studi Sejarah dan Kebudayaan Islam di ISTAC selama 4 tahun. "Saya benar-benar seperti masuk pesantren lagi di ISTAC. "Ini kampus internasional. Tradisi thuras di kampus ini luar biasa. Dan, perpustakaan ISTAC itu lengkap sekali. Bayangkan, manuskrip-manuskrip dari Perpustakaan Nasional Bosnia saja diboyong ke kampus ini. Di samping mendapat bimbingan langsung dari Prof Alattas, kami banyak mendapat pengajaran profesor-profesor dari berbagai negara, seperti Turki, Sudan, Iran, Belanda, Jerman dan Amerika Serikat," tutur Halim.
 
Halim Ambiya mengikuti program studi Sejarah dan Kebudayaan Islam di ISTAC selama 4 tahun. "Saya benar-benar seperti masuk pesantren lagi di ISTAC. "Ini kampus internasional. Tradisi thuras di kampus ini luar biasa. Dan, perpustakaan ISTAC itu lengkap sekali. Bayangkan, manuskrip-manuskrip dari Perpustakaan Nasional Bosnia saja diboyong ke kampus ini. Di samping mendapat bimbingan langsung dari Prof Alattas dan Prof Dr Wan Mohammad Nor Wan Daud, kami banyak mendapat pengajaran profesor-profesor dari berbagai negara, seperti Turki, Sudan, Iran, Belanda, Jerman dan Amerika Serikat," tutur Halim.
"Saya merasa dapat banyak berkah ilmu di Kuala Lumpur. Karena itu, pengalaman saya di Kuala Lumpur ini saya abadikan dalam novel saya berjudul Sor Baujan dan Novel Indon Menjerit," ujarnya lagi. Di ISTAC ini, Halim Ambiya banyak belajar dan mengkaji tentang sejarah dan kebudayaan Islam di Nusantara, hal ini tampak jelas dalam cerita novelnya. Dirinya bersentuhan langsung dengan manuskrip-manuskrip Melayu tentang tasawuf dan thariqah yang tidak didapatkan di Indonesia.
 
"Saya merasa dapat banyak mendapat berkah ilmu di Kuala Lumpur. Karena itu, pengalaman saya di Kuala Lumpur ini saya abadikan dalam novel saya berjudul Sor Baujan dan Novel Indon Menjerit," ujarnya lagi. Di ISTAC ini, Halim Ambiya merasa banyak belajar dan mengkaji tentang sejarah dan kebudayaan Islam di Nusantara, hal ini tampak jelas dalam cerita novelnya. Dirinya bersentuhanmemiliki langsungminat denganyang besar terhadap manuskrip-manuskrip Melayu tentangmengenai tasawuf dan thariqah yang terdapat di Malaysia, yang tidak didapatkan di Indonesia.
== Karir ==
 
== KarirKarier ==
 
* Wartawan [[Jawa Pos Group]] (1998 - 2000)