Kadipatèn Mangkunagaran: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baskoro Aji (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baskoro Aji (bicara | kontrib)
Baris 74:
Secara tradisional, para penguasanya disebut [[Mangkunegara]]. Raden Mas Said merupakan '''Adipati Mangkunegara I'''. Penguasa Mangkunegaran berkedudukan di [[Pura Mangkunegaran]], yang terletak di Kota [[Surakarta]]. Penguasa Pura Mangkunegaran, berdasarkan perjanjian pembentukannya, berhak menyandang gelar Pangeran Adipati (secara formal disebut ''Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara Senapati ing Ayudha Sudibyaningprang''), tetapi tidak berhak menyandang gelar Susuhunan ataupun Sultan. Praja Mangkunegaran merupakan sebuah Kadipaten, sehingga posisinya lebih rendah daripada Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta.<ref name="mangkunegaran"/> Status yang berbeda ini tercermin dalam beberapa tradisi yang masih berlaku hingga sekarang, seperti jumlah penari bedhaya yang tujuh, bukan sembilan seperti pada [[Kesunanan Surakarta|Kasunanan Surakarta]]. Namun, berbeda dari Kadipaten pada masa-masa sebelumnya, Mangkunegaran memiliki otonomi yang sangat luas karena berhak memiliki tentara sendiri (dikenal sebagai [[Legiun Mangkunegaran]]) yang independen tanpa intervensi dari Kasunanan.<ref name="Pertumbuhan Kadipaten"/>
 
Setelah kemerdekaan [[Indonesia]], [[Mangkunegara VIII|KGPAA. Mangkunegara VIII]] (penguasa pada waktu itu) bersama [[Pakubuwana XII|Susuhunan Pakubuwana XII]] menyatakan diri bergabung dalam [[Indonesia|Negara Kesatuan Republik Indonesia]] pada [[19 Agustus]] [[1945]] dan diperkuat dengan Maklumat [[1 September]] [[1945]]. Namun karena terjadi ketidakstabilan politik dan pemerintahan di [[Daerah Istimewa Surakarta]] ([[1945]]-[[1946]]) jadi alasan dibekukannya status daerah istimewa tersebut oleh pemerintah pusat pada [[16 Juni]] [[1946]], Kadipaten Mangkunegaran yang menjadi bagian dari Daerah Istimewa Surakarta pun kehilangan kedaulatannya sebagai satuan politik. Walaupun demikian, Pura Mangkunegaran masih tetap menjalankan fungsinya sebagai monarki seremonial penjaga [[budaya Jawa]], khususnya budaya Jawa ''gagrag'' (gaya) Surakarta sub-Mangkunegaran. Setelah [[Mangkunegara VIII|KGPAA. Mangkunegara VIII]] mangkat dan putra pertamanya '''GPH. Raditya Prabukusuma''' telah mendahului wafat sebelumnya, maka pewaris tahta selanjutnya digantikan oleh putra laki-laki yang kedua bernama '''GPH. Sujiwakusuma''' yang selanjutnya bergelar [[Mangkunegara IX|KGPAA. Mangkunegara IX]].<ref name="Pertumbuhan Kadipaten"/>
 
Para penguasa Praja Mangkunegaran tidak dimakamkan di [[Pemakaman Imogiri|Astana Imogiri]], melainkan di [[Astana Mangadeg]] dan [[Astana Girilayu]], yang terletak di lereng [[Gunung Lawu]], [[Kabupaten Karanganyar]]. Terkecuali makam dari [[Mangkunegara VI|KGPAA. Mangkunegara VI]] yang dimakamkan di Astana Utara, [[Surakarta]].