Muhammadiyah: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Dikembalikan VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
k Mengembalikan suntingan oleh 114.142.169.54 (bicara) ke revisi terakhir oleh 114.142.171.16 Tag: Pengembalian |
||
Baris 59:
=== Periode Kepemimpinan Ahmad Dahlan (1912-1923) ===
Pada masa kepemimpinan Kyai Haji Ahmad Dahlan dimulai dari berdiri tahun 1912 sampai tahun 1923 pada saat Kyai wafat, kendati kelihatan sederhana tetapi memancarkan gerakan pembaruan yang luar biasa cemerlang. Pada masa itu gagasan-gagasan cemerlang dilahirkan seperti mendirikan sekolah (1911), menerbitkan publikasi/majalah ''[[Suara Muhammadiyah|Soeara Moehammadijah]]'' (1915), mendirikan ''[[Sopo Tresno]]'' (1914) yang kemudian menjadi ''[[Aisyiyah|‘Aisyiyah]]'' (1917), Pandu [[Hizbul Wathan]] (1918), ''Weisshouse'' atau Panti Asuhan dan ''[[Penolong
Pada era Kyai Dahlan pula lahir gagasan pengorganisasian zakat, [[shalat Idul Fitri]] dan [[Idul Ahda]] di lapangan, pengorganisasian haji, penerbitan penerbitan brosur dan kegiatan taman pustaka lainnya, pengorganisasian mubaligh dan mubalighat untuk bertabligh yang berkeliling ke masyarakat untuk ”mempropagandakan” (menyiarkan) Islam, merintis membangun masjid/mushala ditempat-tempat umum dan perkantoran, dan ide-ide cerdas lainnya.<ref name=":0" />
Baris 72:
# H.B. Muhammadiyah ''Bahagian'' Taman Poestaka, diketuai oleh sdr. [[Mochtar|H.M. Mochtar]].
Ketika M. Hisjam dilantik dan ditanya pimpinan rencana apa yang akan diperbuatnya, Ketua Bahagian Sekolahan itu menjawab sebagai berikut:<blockquote>''“Bahwa saja akan membawa kawan-kawan kita pengurus bahagian sekolahan berusaha memadjukan pendidikan dan pengadjaran sampai dapat menegakan gedung Universiteit Muhammadijahm jang megah untuk mentjitak serdjana-serdjana Islam dan mahaguru-mahaguru Muhammadijah guna kepentingan umat Islam pada umumnja dan Muhammadijah pada chususnya.”'' <ref>Sudja’, 1989: 31, dengan bahasa Indonesia ejaan lama</ref></blockquote>Rencana ''Bahagian'' Sekolahan tersebut mendapat sambutan gembira dari para anggota ''Bahagian'' Tabligh, dan ''Bahagian'' Taman Pustaka yang hadir waktu itu. Namun ketika [[
Haji Suja’ sendiri mengakui kendati dirinya sempat kecewa dengan tanggapan peserta pertemuan yang terkesan menyepelekan gagasan barunya, tetapi persidangan tersebut diakuinya sebagai peristiwa istimewa yang tidak pernah terlupakan dan menjadi tonggak bagi Muhammadiyah berikutnya. Dengan dibentuknya Bahagian-bahagian langkah Muhammadiyah semakin terorganisasi dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya.
Baris 196:
Setelah menjadi Ketua PB Muhammadiyah, [[Mas Mansoer|Mas Mansur]] mulai melakukan gebrakan politik yaitu dengan memprakarsai berdirinya [[Majelis Islam A'la Indonesia|Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI)]]. Selain didominasi oleh aktivis Muhammadiyah, dalam MIAI juga ada [[Muhammad Hasyim Asy'ari|Hasyim Asy’ari]] dan [[Abdul Wahab Hasbullah|Wahab Hasbullah]] yang keduanya tokoh [[Nahdlatul Ulama|Nahdlatul Ulama (NU)]].
'''Pada tahun 1938,''' [[Mas Mansoer|Mas Mansur]] memprakarsai berdirinya [[Partai Islam Indonesia|Partai Islam Indonesia (PII)]] bersama [[
'''Pada 19 Maret 1939,''' Mas Mansur dan [[
Sebagai organisasi federasi partai politik, GAPI secara aktif menuntut kepada Hindia Belanda untuk menerapkan pemerintahan demokratis bagi Indonesia. Berdasarkan anggaran dasar organisasinya, GAPI memiliki tujuan untuk: Menyatukan partai politik Indonesia dalam perjuangan kedaulatan pemerintahan Indonesia; Demokratisasi pemerintahan Indonesia; Mencegah konflik antar partai politik Indonesia dalam melakukan perjuangan kemerdekaan.
Baris 204:
Mas Mansur pernah menolak tawaran menjadi Ketua ''Hod van Islamietische Zaken'', yaitu lembaga yang bertugas memberikan nasihat-nasihat keagamaan Islam kepada Pemerintah Hindia Belanda. Meski akan memperoleh gaji sebesar seribu gulden setiap bulan, setara gaji bupati kala itu, ia tetap tegak pada pendirian tidak ingin menjadi alat pemerintahan penjajah. [https://muhammadiyah.or.id/kh-mas-mansoer-pahlawan-nasional-dari-muhammadiyah/]
Dalam periode ini dirumuskan “[[Masalah Lima]]” mengenai dunia, agama, qiyas, sabilillah dan ibadah. Dan disusun pula “[[
[[Soekarno|Sukarno]] aktif menjadi Ketua Majelis Pengajaran Muhammadiyah dan Direktur Sekolah Menengah Muhammadiyah Bengkulu ketika menjalani pengasingan dari [[Kabupaten Ende|Ende]] ke [[Bengkulu]] pada 14 Februari 1938.
Baris 212:
Dalam protesnya, Sukarno menganggap penggunaan tabir melambangkan cara pandang Islam yang mundur. Tabir sendiri adalah pembatas perempuan dan laki-laki yang membuat jamaah perempuan tidak dapat melihat penceramaah atau jamaah lain dari lawan jenis.
pasca kejadian itu, Sukarno bertemu dengan tokoh Muhammadiyah [[
Protes Sukarno terhadap masalah tabir nyatanya karena Sukarno menaruh harapan besar untuk agar Muhammadiyah berhasil mengangkat umat dari pandangan kolot yang membelenggu untuk maju. Pada wawancara dengan koresponden Surat Kabar ''Antara'' yang dimuat di Surat Kabar ''Pandji Islam'' tahun itu, Sukarno berkata:
Baris 391:
|-
|12
|[[
|1085
|-
|