Misogini: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: kemungkinan perlu pemeriksaan terjemahan VisualEditor |
|||
Baris 116:
Banyak feminis telah menulis bahwa istilah perempuan "baik" dan perempuan "buruk" diciptakan untuk mengendalikan wanita itu sendiri. Wanita yang mudah dikendalikan dikotakkan sebagai wanita baik. Selain itu, kategori buruk dan baik juga menimbulkan pertengkaran di kalangan wanita; Helen Lewis menyebutkan, "tradisi panjang mengatur perilaku perempuan dengan mendefinisikan perempuan bertentangan satu sama lain" sebagai arsitektur misogini.<ref>{{Cite web|last=Lewis|first=Helen|date=2020-01-16|title=Meghan, Kate, and the Architecture of Misogyny|url=https://www.theatlantic.com/international/archive/2020/01/meghan-markle-kate-middleton-royals-culture-war/604981/|website=The Atlantic|language=en|access-date=2023-06-20}}</ref>
[[Berkas:Dworkin on After Dark.JPG|jmpl|Andrea Dworkin tampil di program televisi After Dark pada 21 Mei 1988]]
Dalam bukunya tahun 1974 yang berjudul Woman Hating, [[Andrea Dworkin]] menggunakan dongeng tradisional untuk mengilustrasikan misogini. Dongeng membentuk wanita tertentu sebagai "baik", misalnya [[Putri Tidur]] dan [[Putih Salju|Putri Salju]], yang merupakan karakter pasif dan tidak tangkas. Dworkin menilai bahwa karakter ini tidak pernah berpikir, bertindak, berinisiatif, menghadapi, melawan, menantang, atau bertanya. Terkadang mereka juga dipaksa melakukan pekerjaan rumah. Sebaliknya, wanita "jahat" yang mengisi dongeng adalah ratu, penyihir, dan wanita lain yang memiliki kekuatan. Selanjutnya, laki-laki dalam dongeng seperti raja dan sosok suami senantiasa digambarkan baik terlepas dari tindakan mereka. Bagi Dworkin, ini menggambarkan bahwa dalam misogini hanya wanita yang tidak berdaya yang boleh dianggap baik. Tidak ada penilaian serupa yang diterapkan pada pria.<ref>{{Cite book|last=Dworkin|first=Andrew|date=1974|url=https://www.feministes-radicales.org/wp-content/uploads/2010/11/Andrea-DWORKIN-Woman-Hating-A-Radical-Look-at-Sexuality-1974.pdf|title=Woman Hating|location=New York|publisher=Penguin Group|isbn=9780525474234|url-status=live}}</ref>
Adapun Filsuf Kate Manne berpendapat bahwa kata "misogini" menurut feminis modern tidak menunjukkan kebencian umum terhadap wanita, melainkan sistem untuk membedakan wanita baik dari wanita jahat. Misogini seperti kepolisian yang memberi penghargaan atau menghukum perempuan berdasarkan penilaian ini.<ref>{{Cite book|last=Manne|first=Kate|date=2018|title=Down girl: the logic of misogyny|location=New York, NY|publisher=Oxford University Press|isbn=978-0-19-060498-1}}</ref>
Baris 122:
=== Tawar-menawar patriarki ===
Pada akhir abad ke-20, ahli teori feminis gelombang kedua berpendapat bahwa misogini adalah sebab dan akibat dari struktur sosial patriarki.<ref>Kate Millet's ''Sexual Politics'', diadaptasi dari disertasi doktoralnya.</ref>
Ekonom Deniz Kandiyoti telah menulis bahwa penjajah di [[Timur Tengah]], [[Afrika]], dan [[Asia]] terus mengendalikan tentara pria pribumi dengan menawarkan kekuasaan penuh atas wanita. Dia menyebutnya "tawar-menawar patriarki". Laki-laki yang tertarik untuk menerima tawar-menawar dipromosikan menjadi pemimpin oleh kekuatan kolonial dan menyebabkan masyarakat terjajah menjadi lebih misoginis.<ref>{{Cite web|last=Fisher|first=Max|date=2012-04-25|title=The Real Roots of Sexism in the Middle East (It's Not Islam, Race, or 'Hate')|url=https://www.theatlantic.com/international/archive/2012/04/the-real-roots-of-sexism-in-the-middle-east-its-not-islam-race-or-hate/256362/|website=The Atlantic|language=en|access-date=2023-07-30}}</ref>
=== Penghinaan terhadap feminin ===
[[Julia Serano]] mendefinisikan misogini tidak hanya sebagai kebencian terhadap wanita, tetapi juga "kecenderungan untuk mengabaikan dan mencemooh keperempuanan dan feminitas". Dalam pandangan ini, misogini juga menimbulkan [[homofobia]] terhadap laki-laki gay karena laki-laki gay distereotipkan sebagai feminin dan lemah.<ref>{{Cite web|last=Berlatsky|first=Noah|date=2014-06-05|title=Can Men Really Be Feminists?|url=https://www.theatlantic.com/national/archive/2014/06/men-can-be-feminists-too/372234/|website=The Atlantic|language=en|access-date=2023-07-30}}</ref>
Menurut Tracy M. Hallstead di Universitas Quinnipiac misogini juga ditandai pada budaya menghargai sifat-sifat yang dianggap maskulin dan meremehkan sifat-sifat yang tampak feminin. Sejak kecil, anak laki-laki disuruh "jantan" untuk tampil tangguh dengan menjauhkan diri dari hal-hal feminin. Anak laki-laki belajar bahwa dipandang sebagai orang yang emosional dan bergantung adalah hal yang memalukan. Pria yang dibesarkan dengan cara ini mungkin tidak mengakui feminitas dan bahkan mungkin belajar untuk membencinya.<ref>{{Cite book|last=Hallstead|first=Tracy M.|date=2013-05-20|url=https://books.google.co.id/books?id=iMgwBwAAQBAJ&pg=PA16&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false|title=Pygmalion’s Chisel: For Women Who Are “Never Good Enough”|publisher=Cambridge Scholars Publishing|isbn=978-1-4438-4884-8|language=en}}</ref>
Hallstead juga menyebutkan oenghinaan terhadap feminin menyebabkan pria merasa bahwa mereka harus menegaskan dominasi mereka atas wanita dengan mengendalikan mereka. Dia mengilustrasikan hal ini dengan kisah kuno Pygmalion, seorang pematung yang membenci "kesalahan tak terkira yang diberikan alam kepada wanita." Pygmalion menciptakan patung wanita yang secara ajaib menjadi hidup. Pygmalion sangat bersyukur karena ia memiliki kendali penuh atas wanita yang bernama Galatea itu. Kendali tersebut telah memperkuat kejantanannya. Dia menganggap Galatea sebagai wanita yang sempurna, terlepas dari penghinaannya terhadap wanita, karena kekuasaan mutlaknya atas dirinya.
== Referensi ==
|