Mahāpajāpatī Gotamī: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tjmoel (bicara | kontrib)
Tjmoel (bicara | kontrib)
Baris 8:
Ketika suaminya, Raja Suddhodhana, meninggal dunia, Pajapati memutuskan untuk meninggalkan keduniawian. Ketika Sang Buddha sedang berjalan di hutan Mahavana dekat Vesali, Mahapajapati, disertai oleh lima ratus wanita, berjalan dari Kapilavatthu menuju Vesali, dan ia menunggu kesempatan untuk meminta persetujuan dari Sang Buddha. Mahapajapati pada saat itu sudah mencapai tingkat Sotapanna. Ia mencapai tingkat ini ketika Sang Buddha mengunjungi kediaman ayahnya (Raja Suddhodhana) dan menyampaikan khotbah Mahadhammapala Jataka. Ia dinubuatkan oleh orang-orang bijak untuk menjadi orang pertama yang membuat Sang Buddha mengiznkan wantita untuk bergabung dengan ajaran sucinya. Ia mendapatkan kesempatan ketika Sang Buddha berkunjung ke Kapilavatthu untuk menyelesaikan perselisihan antara Sakiyan dan Koliyan mengenai hak mengambil air dari sungai Rohini. Ketika perselisihan telah diselesaikan, Sang Buddha menyampaikan khotbah Kalahavivada Sutta, dan lima ratus Sakiyan muda bergabung bersama. Istri orang-orang Sakiyan ini, dipimpin oleh Pajapati, mendatangi Sang Buddha dan meminta izin untuk ditahbiskan. Sang Buddha menolak dan meneruskan perjalannya ke Vesali. Tetapi Pajapati dan rombongannya, tidak patah semangat, mereka mencukur rambut mereka, dan memakai jubahkuning, berjalan kaki mengikuti Sang Buddha hingga ke Vesali. Dengan kaki terluka, mereka tiba di biara Sang Buddha dan mengulang permohonan mereka untuk ditahbiskan sebagai biarawati. Sang Buddha kembali menolak. Ananda, yang bertindak sebagai perantara, memohon kembali kepada Sang Buddha dan Sang Buddha memenuhi permintaan mereka dengan delapan syarat khusus (garudhamma). Sejalan dengan waktu, terpikir oleh beberapa bhikkhuni bahwa Mahapajapati Gotami diterima secara tidak sah oleh pasamuan bhikkhuni karena ia tidak mempunyai seorang pembimbing. Mengenai hal ini, Sang Buddha menjelaskan:
 
{{cquote|''Apabila seseorang yang tidak melakukan eprbuatanperbuatan keliru dengan tubuh, ucapan, dan pikiran, ketiganya selalu terkendali. Orang seperti itu Aku sebut sebagai brahmana sejati.''
|4=Dhammapada 391
|5=}}