Papua Selatan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext |
RaFaDa20631 (bicara | kontrib) k clean up, typos fixed: Bis → Bus, Coklat → Cokelat, hektar → hektare, ibukota → ibu kota (3), Komoditi → Komoditas, Prabawa → Perbawa, respon → respons |
||
Baris 65:
Sebelum datangnya [[Eropa|bangsa Eropa]], wilayah rawa-rawa Papua Selatan dihuni oleh berbagai suku seperti [[Suku Asmat|Asmat]], [[Suku Marind|Marind]], dan [[Suku Wambon|Wambon]] yang masih menjaga tradisinya. Suku Marind atau disebut juga Malind dulunya hidup berkelompok di sepanjang sungai-sungai di wilayah Merauke dan hidup dengan [[berburu]], [[pemburu dan peramu|meramu]], dan [[berkebun]]. Selain itu orang Marind juga dikenal sebagai suku [[ngayau|pengayau]] atau pemburu kepala (''headhunting''). Orang Marind menggunakan perahu mengarungi sungai dan pantai menuju kampung yang jauh dan memenggal kepala penghuninya. Orang Marind kemudian membawa kepala korbannya untuk diawetkan dan dirayakan.<ref name = "Melintas">{{Cite journal|title=Spiritualitas dan Transformasi|journal=Melintas : An International Journal of Philosophy and Religion|url=https://journal.unpar.ac.id/index.php/melintas/article/view/3087|last=Daeli|first=Onesius Otenieli|issue=1|volume=34|publisher=Fakultas Filsafat UNPAR|year=2018|access-date=2022-07-01|archive-date=2022-07-04|archive-url=https://web.archive.org/web/20220704003254/https://journal.unpar.ac.id/index.php/melintas/article/view/3087|dead-url=no}}</ref><ref>{{Cite journal|title=Pengangkatan Anak Adat dalam Suku Malind di Kabupaten Merauke|journal=Jurnal Restorative Justice|url=https://ejournal.unmus.ac.id/index.php/hukum/article/download/3621/1975/|last=Sinaga|first=Jaya|issue=1|volume=5|last2=Fenetiruma|first2=Raymond|publisher=Fakultas Hukum Universitas Musamus|year=2021|last3=Pelu|first3=Handika|access-date=2022-07-01|archive-date=2022-09-11|archive-url=https://web.archive.org/web/20220911121643/https://ejournal.unmus.ac.id/index.php/hukum/article/download/3621/1975/|dead-url=no}}</ref><ref name = "Kombai 1">{{Cite web|url=https://www.kombai.nl/2022/01/25/31-pengayauan-1-marind/|title=Pengayauan Marind|date=2022-01-25|access-date=2022-07-01|last=J.P.D.Groen|website=kombai.nl|archive-date=2022-07-01|archive-url=https://web.archive.org/web/20220701102756/https://www.kombai.nl/2022/01/25/31-pengayauan-1-marind/|dead-url=no}}</ref>
Pada abad ke-19, bangsa Eropa mulai melakukan penjajahan di [[Pulau Papua]]. Pulau Papua dibelah dengan garis lurus, bagian barat masuk ke wilayah [[Nugini Belanda]] dan bagian timur masuk wilayah [[Inggris]]. Suku Malind sering melewati perbatasan tersebut untuk pergi mengayau. Sehingga pada tahun 1902, Belanda mendirikan [[pos terdepan (militer)|pos militer]] di ujung timur Papua Selatan untuk memperkuat perbatasan dan menghilangkan tradisi tersebut. Pos ini berada di [[sungai Maro]] sehingga kemudian daerahnya sekitarnya diberi nama Merauke. Belanda juga menempatkan [[misi (Kristen)|misi Katolik]] di pos ini untuk menyebarkan agamanya serta membantu menghapuskan tradisi pengayauan. Pos ini lama kelamaan semakin ramai sehingga menjadi sebuah kota. Kemudian Merauke dijadikan
[[Berkas:Geïnterneerden bij de barakken van het interneringskamp te Tanahmerah (Boven-Digoel), KITLV 153803.tiff|300px|jmpl|ki|Tahanan di kamp Tanah Merah, Boven Digoel tahun 1927]]
Selain sungai Maro, Belanda juga mendengar informasi tentang sungai lain yang lebih besar yang dinamakan [[Sungai Digul]]. Belanda kemudian mengirim ekspedisi kesana. Tahun 1920-an, muncul ide untuk memanfaatkan pedalaman Papua sebagai [[Tempat Pengasingan Boven Digoel|kamp tahanan]]. Lokasi yang cocok adalah hulu sungai Digul (Boven Digoel) yang kemudian didirikan kamp bernama [[Tanah Merah, Boven Digoel|Tanah Merah]]. Hutan yang lebat dan sungai Digul yang ganas ditambah wabah [[malaria]] menyebabkan tahanan tersiksa namun tak bisa meloloskan diri. Beberapa tokoh yang pernah ditahan disini antara lain [[Mohammad Hatta]] dan [[Sutan Sjahrir]].<ref name ="Kombai 1" /><ref name="Kombai 2">{{Cite web|url=https://www.kombai.nl/2020/12/08/belanda-masuk-kali-digul/|title=Belanda Masuk Kali Digul|date=2020-12-08|access-date=2022-07-01|last=J.P.D. Groen|website=kombai.nl|archive-date=2022-07-01|archive-url=https://web.archive.org/web/20220701094006/https://www.kombai.nl/2020/12/08/belanda-masuk-kali-digul/|dead-url=no}}</ref><ref name="Boven Digoel Kab">{{Cite web|url=https://bovendigoelkab.go.id/halaman/sejarah|title=Sejarah Boven Digoel|access-date=2022-07-01|publisher=Pemerintah Kabupaten Boven Digoel|archive-date=2022-07-06|archive-url=https://web.archive.org/web/20220706045347/https://bovendigoelkab.go.id/halaman/sejarah|dead-url=no}}</ref> Selama [[Sengketa Irian Barat|perjuangan pembebasan Irian Barat]], Belanda kembali menggunakan lokasi ini sebagai kamp pengasingan. Mereka kembali membangun penjara dan beberapa rumah dinas polisi. Beberapa tokoh yang pernah dipenjara disini adalah [[Johannes Abraham Dimara|Johanes Abraham Dimara]] beserta pasukannya, Petrus Korwa, Hanoch Rumbrar, dll.<ref name=":0">{{Cite web|last=Matanasi|first=Petrik|title=Digoel, Tempat Buangan Para Pembangkang|url=https://tirto.id/digoel-tempat-buangan-para-pembangkang-uzn|website=tirto.id|language=id|access-date=2020-08-18|archive-date=2020-10-31|archive-url=https://web.archive.org/web/20201031221743/https://tirto.id/digoel-tempat-buangan-para-pembangkang-uzn|dead-url=no}}</ref> Kamp ini kemudian dipimpin oleh seorang opsir tentara yang ditugaskan sebagai ''fungeerend controleur'' (pejabat pengawas).<ref name=":0" /><ref name="Materay 2020 pp. 1–18">{{cite journal | last=Materay | first=Bernarda | last2=Wabisay | first2=Yan Dirk | title=PERTUMBUHAN NASIONALISME INDONESIA DI KALANGAN ORANG PAPUA 1963--1969 GROWTH OF INDONESIA NATIONALISM AMONG THE PAPUANS 1963--1969 | journal=Masyarakat Indonesia | volume=45 | issue=1 | date=2020-07-01 | issn=2502-5694 | doi=10.14203/jmi.v45i1.883 | pages=1–18 | url=http://jmi.ipsk.lipi.go.id/index.php/jmiipsk/article/view/883 | access-date=2022-06-25 | archive-date=2022-07-05 | archive-url=https://web.archive.org/web/20220705114509/http://jmi.ipsk.lipi.go.id/index.php/jmiipsk/article/view/883 | dead-url=yes }}</ref> Setelah Belanda pergi tahun 1960-an, Tanah Merah semakin ramai sehingga menjadi distrik dan akhirnya dijadikan
=== Pasca Integrasi ===
Tahun 1960-an, seluruh Nugini Belanda berhasil dikuasai [[Indonesia]]. Bekas Zuid Nieuw Guinea diubah menjadi [[Kabupaten Merauke]] dengan ibukotanya di [[Merauke, Merauke|Distrik Merauke]]. Pada tahun 2002, Kabupaten Merauke dimekarkan menjadi empat kabupaten seperti sekarang yaitu Merauke, [[Kabupaten Mappi|Mappi]], [[Kabupaten Asmat|Asmat]], dan [[Kabupaten Boven Digoel|Boven Digoel]]. Seluruh bekas wilayah Kabupaten Merauke terdahulu yang mencakup empat kabupaten akhirnya kembali disatukan menjadi provinsi Papua Selatan pada tahun 2022. Menurut Ketua Tim Pemekaran Provinsi Papua Selatan, Thomas Eppe Safanpo, nama provinsi ditentukan tidak menggunakan kata ''Anim Ha'', dikarenakan kata tersebut merupakan nama-nama wilayah adat yang direkayasa Belanda dan berasal dari kata [[Suku Marind]] untuk memanggil dirinya yang berarti manusia sejati, sedangkan memanggil suku di luar Marind dengan sebutan ''ikom'' yang artinya bangsa yang direndahkan. Sehingga penggunaan nama tersebut sama saja dengan mengakui dan mengangkat derajat Suku Marind, tetapi merendahkan derajat suku-suku lainnya.<ref name="Aditra 2022">{{cite web | last=Aditra | first=Irsul Panca | title=RUU Pemekaran Provinsi di Papua Disetujui, Ketua Tim PPS Tolak Usulan Nama Provinsi Anim Ha | website=KOMPAS.com | date=2022-04-07 | url=https://regional.kompas.com/read/2022/04/07/151927778/ruu-pemekaran-provinsi-di-papua-disetujui-ketua-tim-pps-tolak-usulan-nama | language=id | access-date=2022-07-12 | archive-date=2022-07-14 | archive-url=https://web.archive.org/web/20220714215158/https://regional.kompas.com/read/2022/04/07/151927778/ruu-pemekaran-provinsi-di-papua-disetujui-ketua-tim-pps-tolak-usulan-nama | dead-url=no }}</ref>
Tahun 2007, Bupati Merauke John Gebze menggagas [[MIFEE|''Merauke Integrated Food and Energy Estate'' (MIFEE)]] yaitu proyek pengembangan pangan dan energi dalam skala besar dan dikelola secara terpadu untuk meningkatkan ketahanan pangan Indonesia, Merauke yang memiliki lahan yang luas dengan geografis dataran rendah dan subur cocok dijadikan lumbung pangan. Awalnya proyek ini bernama ''Merauke Integrated Rice Estate'' (MIRE) yang berfokus pada padi, namun kemudian diperluas sehingga mencakup tanaman lain seperti tebu, jagung, dan kelapa sawit. Proyek ini kemudian diresmikan di tahun 2010 pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan melibatkan banyak investor swasta. Dalam perjalanannya, proyek ini kurang berhasil karena adanya perbedaan pandangan antara pemerintah, investor, dan masyarakat adat Marind sebagai pemilik lahan. Ditambah tekanan dari LSM yang menilai proyek ini terdapat pelanggaran HAM terhadap suku asli dan kerusakan lingkungan membuat perusahaan berhenti membuka lahan baru.<ref name="mediaBPP">{{Cite journal|title=SWASEMBADA PANGAN DI MERAUKE|journal=mediaBPP : Jendela Informasi Kelitbangan|url=http://litbang.kemendagri.go.id/website/data/media/2016-01.pdf|issue=1|volume=15|pages=25|publisher=Kementerian Dalam Negeri|year=2016|access-date=2022-07-30|archive-date=2022-07-01|archive-url=https://web.archive.org/web/20220701210319/http://litbang.kemendagri.go.id/website/data/media/2016-01.pdf|dead-url=no}}</ref><ref name="journal IPB">{{Cite journal|title=Percepatan Pengembangan Food Estate untuk Meningkatkan Ketahanan dan Kemandirian Pangan Nasional|journal=Jurnal Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan|url=https://journal.ipb.ac.id/index.php/jkebijakan/article/view/10290|last=Santosa|first=Edi|issue=2|volume=1|publisher=IPB University|year=2014|access-date=2022-07-30|archive-date=2022-08-09|archive-url=https://web.archive.org/web/20220809082320/https://journal.ipb.ac.id/index.php/jkebijakan/article/view/10290|dead-url=no}}</ref><ref name="mongabay">{{Cite web|url=https://www.mongabay.co.id/2017/08/10/cerita-warga-minta-plasma-kala-korindo-moratorium-buka-lahan-sawit-di-papua/|title=Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua|date=2017-08-10|access-date=2022-07-30|website=mongabay.co.id|last=Sapariah|first=Saturi|last2=Paino|first2=Christopel|last3=Batbual|first3=Agapitus|archive-date=2022-08-09|archive-url=https://web.archive.org/web/20220809074945/https://www.mongabay.co.id/2017/08/10/cerita-warga-minta-plasma-kala-korindo-moratorium-buka-lahan-sawit-di-papua/|dead-url=no}}</ref> Di masa Presiden Joko Widodo, proyek ''Food Estate'' dibangkitkan kembali di berbagai wilayah dengan 200.000
[[Berkas:Welcome South Papua.jpg|jmpl|ka|300px|Perayaan terbentuknya Provinsi Papua Selatan di halaman kantor Bupati Merauke]]
Setelah undang-undang pembentukan Papua Selatan diresmikan, [[Kementerian Dalam Negeri]] mengirim tim Kelompok Kerja (Pokja) I Satgas Pengawalan Daerah Otonomi Baru ke Merauke untuk membantu para bupati menyiapkan segala kebutuhan dari provinsi baru tersebut seperti pegawai, lahan perkantoran, penyerahan aset dan dana hibah, anggaran sementara, serta kantor sementara. Kantor gubernur sementara berada di Gedung Negara Merauke sedangkan kantor [[Sekretariat Daerah]] (Sekda) berada di Hotel Asmat yang letaknya di seberang jalan dari Gedung Negara. Perkantoran gubernur beserta dinas provinsi nantinya akan dibangun di titik yang belum ditentukan tetapi sudah ada alternatif yang ditawarkan yaitu Kota Terpadu Mandiri (KTM) Kurik atau kawasan Kebun
== Geografi ==
Baris 174:
=== Pertanian ===
[[Berkas:Sawah Merauke 2012.jpg|jmpl|Panen perdana hasil cetak sawah tahun 2012 di Merauke]]
Papua Selatan memiliki potensi pertanian yang melimpah karena geografinya berupa [[dataran rendah]] yang sangat luas dan subur. Sejak zaman Belanda, orang Jawa didatangkan untuk mencetak [[sawah]] [[padi]] di Merauke yang kemudian dilanjutkan oleh program [[transmigrasi]] setelah kemerdekaan. Pangan lokal seperti [[sagu]] dan umbi-umbian mulai berganti dengan beras dan makanan instan.<ref>{{Cite web|url=https://www.kompas.id/baca/humaniora/2022/12/13/gastrokolonialisme-di-merauke-dari-transmigrasi-hingga-korporasi|title=Gastrokolonialisme di Merauke, Dari Transmigrasi Hingga Korporasi|date=2022-12-14|website=kompas.id|last=Arif|first=Ahmad|publisher=KOMPAS|last2=Saiful Rijal|first2=Yunus}}</ref> Tahun 2010, pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono mencanangkan program ''[[MIFEE|Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE)]]'' untuk menjadikan Kabupaten Merauke sebagai salah satu lumbung pangan Indonesia. Tanaman dalam program ini antara lain padi, jagung, dan kelapa sawit. Proyek ini mengalami kegagalan karena konflik antara pemerintah dan perusahaan dengan masyarakat adat dan LSM mengenai adanya kerusakan lingkungan dan pelanggaran HAM terhadap suku asli sehingga tidak ada lahan baru yang dibuka.<ref name="mediaBPP"
=== Perkebunan dan Kehutanan ===
Baris 185:
[[Laut Arafura]] di selatan Pulau Papua memiliki potensi perikanan yang tinggi. Menurut Menteri KKP [[Sakti Wahyu Trenggono]], terdapat sekitar 20 ribu kapal dari luar Papua yang menangkap ikan disini sehingga membuat nelayan lokal tersisih serta jumlah ikan menjadi turun. Kementerian KKP berencana menertibkan kapal-kapal tersebut dengan mengutamakan nelayan lokal serta meningkatkan pelabuhan perikanan Merauke. Ikan yang ditangkap harus dibawa ke Merauke dan dikirim ke luar lewat pelabuhan ini agar membawa kontribusi ke daerah setempat.<ref>{{Cite web|url=https://jubi.id/kabupaten-merauke/2023/menteri-kkp-sebut-puluhan-ribu-kapal-dari-luar-papua-menangkap-ikan-di-laut-arafura/|title=Menteri KKP sebut puluhan ribu kapal dari luar Papua menangkap ikan di Laut Arafura|date=2023-03-21|website=jubi.id|last=Riberu|first=Emanuel}}</ref> Untuk melestarikan kekayaan sumber daya alam di Laut Arafura, Pemerintah Papua Selatan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta [[UNDP]] meluncurkan Kawasan Konservasi Perairan atau ''Marine Protected Area'' (MPA) pertama di Provinsi Papua Selatan pada Juli 2023 yang terletak di [[Pulau Kolepom]] dengan luas 356.337 ha.<ref>{{Cite web|url=https://suara.merauke.go.id/post/4096/resmi-diluncurkan-sebagai-kawasan-konservasi-perairan-pulau-kolepom-siap-dorong-penghidupan-masyarakat-berkelanjutan.html|title=Resmi Diluncurkan Sebagai Kawasan Konservasi Perairan, Pulau Kolepom Siap Dorong Penghidupan Masyarakat Berkelanjutan|date=2023-07-04|website=suara.merauke.go.id|last=Purba|first=Rayendi|publisher=Pemerintah Kabupaten Merauke}}</ref>
Salah satu produk perikanan yang berharga adalah [[gelembung renang]] (''fish maw'') yaitu organ yang mengatur kemampuan mengapung dan berenang ikan. Gelembung ikan yang paling diminati antara lain gelembung ikan kakap dan ikan gulama. Harga gelembung ikan gulama 10 gram per 1
== Pendidikan ==
Baris 214:
[[File:Agats Skyline.jpg|jmpl|kiri|Kota Agats dari atas]]
[[Agats, Asmat|Kota Agats]] adalah
=== PLBN Sota dan Titik 0 Kilometer ===
[[Berkas:PLBN Sota.jpg|jmpl|Pos Lintas Batas Negara Sota, Merauke]]
Sota adalah sebuah distrik di Merauke yang merupakan salah satu titik perbatasan negara Indonesia dengan Papua Nugini. Jarak Sota dengan pusat Kota Merauke sekitar 80
== Kebudayaan ==
Baris 231:
===Rumah adat===
[[Berkas:Korowai Treehouse 3.jpg|jmpl|Rumah tinggi Suku Korowai]]
Kelompok suku di Papua Selatan memiliki rumah adat masing-masing, misalnya ''[[rumah Jew]]'' Suku Asmat dan ''rumah tinggi'' [[Suku Korowai]]. Rumah adat Suku Korowai memiliki keunikan karena dibangun di atas pohon sekitar 4,5 meter dari tanah. Budaya ini adalah
===Senjata tradisional ===
|