Alun-alun: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kesalahan pembuatan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Candro Sinaga (bicara | kontrib)
k Pada periode berikutnya kehadiran kekuasaan Belanda di Nusantara, ikut memberi warna bentuk baru dalam tata lingkungan alun-alun. Hal ini terlihat dengan didirikannya bangunan penjara pada sisi lain alun-alun, termasuk di alun-alun Surakarta Yogyakarta. Pendirikan bangunan-bangunan untuk kepentingan Belanda sekaligus mengurangi fungsi simbolis alun-alun, kewibawaan penguasa setempat (penguasa pribumi).
Baris 19:
'''Masa masuknya Islam''', bangunan [[masjid]] dibangun di sekitar alun-alun. Alun-alun juga digunakan sebagai tempat kegiatan-kegiatan hari besar [[Islam]] termasuk Salat [[Idul Fitri]]. Pada saat ini banyak alun-alun yang digunakan sebagai perluasan dari masjid seperti Alun-alun [[Kota Bandung]]. Konsep alun-alun menurut Islam adalah sebagai ruang terbuka perluasan halaman masjid untuk menampung luapan jamaah dan merupakan halaman depan dari keraton. Siar Islam telah membawa perubahan dalam perancangan pusat kota, sehingga alun-alun, keraton dan masjid berada dalam satu kawasan yang di dekatnya terdapat jalur transportasi.<ref>{{cite web |url=http://loenpia.net/blog/semarangan/alun-alun-semarang-tinggal-nama.html |title=Alun-alun |date=13 Juli 2012 |access-date=2012-07-14 |archive-date=2012-12-01 |archive-url=https://web.archive.org/web/20121201131124/http://loenpia.net/blog/semarangan/alun-alun-semarang-tinggal-nama.html |dead-url=yes }}</ref>
 
'''Pada periode berikutnya kehadiran kekuasaan Belanda di Nusantara''', ikut memberi warna bentuk baru dalam tata lingkungan alun-alun. Hal ini terlihat dengan didirikannya bangunan penjara pada sisi lain alun-alun, termasuk di alun-alun [[Kota Surakarta|Surakarta]] [[Yogyakarta]]. Pendirikan bangunan-bangunan untuk kepentingan [[Belanda]] sekaligus mengurangi fungsi simbolis alun-alun, kewibawaan penguasa setempat (penguasa [[pribumi]]). Pada periode berikutnya kehadiran kekuasaan Belanda di Nusantara, ikut memberi warna bentuk baru dalam tata lingkungan alun-alun. Hal ini terlihat dengan didirikannya bangunan penjara pada sisi lain alun-alun, termasuk di alun-alun Surakarta Yogyakarta. Pendirikan bangunan-bangunan untuk kepentingan Belanda sekaligus mengurangi fungsi simbolis alun-alun, kewibawaan penguasa setempat (penguasa pribumi).
 
'''Periode zaman kemerdekaan''', banyak alun-alun yang berubah bentuk. Salah satunya alun-alun [[Malang]]. Faktor pendorong pertumbuhan ini macam-macam di antaranya kebijakan pemerintah, aktivitas masyarakat, Perdagangan dan Pencapaian (Dadang Ahdiat, 1993).