The Satanic Verses: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
Baris 32:
The Satanic Verses terdiri dari narasi bingkai, dengan menggunakan elemen [[realisme magis]], yang disisipi dengan serangkaian sub-plot yang dinarasikan sebagai penglihatan yang dialami oleh salah satu protagonis. Bingkai narasinya, seperti banyak karya Rushdie lainnya, melibatkan [[ekspatriat]] [[India]] di [[Inggris]] kontemporer. Dua [[protagonis]], Gibreel Farishta dan Saladin Chamcha, keduanya adalah aktor yang berlatar belakang [[Muslim]] India. Farishta adalah seorang bintang [[Bollywood]] yang berspesialisasi dalam memerankan tokoh-tokoh suci, ia juga tergila-gila dengan konsep [[reinkarnasi]]. Sedangkan Chamcha adalah seorang [[Emigrasi|emigran]] yang telah memutuskan hubungan dengan identitas India-nya dan bekerja sebagai pengisi suara di Inggris.
Pada awal cerita, keduanya terjebak di dalam pesawat yang sedang dibajak, dalam penerbangan dari India ke Inggris.<ref>{{Cite book|last=Patrascu|first=Ecaterina|year=2013|title=Between categories, beyond boundaries: Arte, ciudad e identidad|location=Granada|publisher=Libargo|isbn=978-84-938812-9-0|pages=100–111|chapter=Voices of the "Dream-Vilayet" – The Image of London in The Satanic Verses}}</ref> Pesawat meledak di atas Selat Inggris, tetapi keduanya secara ajaib selamat. Dalam transformasi gaib, Farishta berubah menjadi [[Jibril|Malaikat Jibril]] sedangkan Chamcha menjadi [[Iblis]]. Ketika Farishta berubah menjadi Malaikat Jibril. Dia mendapatkan serangkaian penglihatan, salah satunya tentang seorang pebisnis bernama Mahound (yang diduga kuat sebagai adaptasi dari [[
Mahound adalah seorang yang mengaku sebagai Nabi di kota padang pasir bernama Jahilia. Ia mengklaim mendapat [[wahyu]] ketika menyendiri di gunung bernama Cone, yang mengilhaminya untuk mendirikan agama baru dengan [[Monoteisme|Tuhan yang satu]]. Sedangkan penduduk Jahilia menganut [[politeisme]]. Melihat agama Mahound berkembang secara bertahap, seorang petinggi Jahilia bernama Abu Simbel membujuk Mahound kalau dirinya akan mengajak seluruh rakyat Jahilia untuk beriman kepada agama Mahound, dengan syarat Mahound harus mengakui 3 [[Dewi]] Jahiliah sebagai bawahan Tuhannya Mahound.
|