Sudwikatmono: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k pembersihan kosmetika dasar, removed stub tag
Gibranalnn (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 27:
Pada tahun 1967, Dwi dipertemukan oleh Soeharto dengan seorang pengusaha rekannya, [[Liem Sioe Liong]] (Sudono Salim). Soeharto menyatakan ia ingin Dwi membantu bisnis teman lamanya itu karena pada saat itu Liem belum menjadi [[WNI]]. Liem sebenarnya sudah dihubungkan dengan seorang saudara Pak Harto lain bernama Ibnu Widojo, tetapi Liem merasa keduanya tidak cocok sehingga menghentikan kerjasama mereka. Dalam itulah, Dwi mengawali karirnya di dunia bisnis. Petualangannya di dunia bisnis pertama kali adalah, selain diminta bekerjasama dengan Liem dengan gaji Rp 1 juta/bulan, Dwi juga diberi 10% saham PT Hanurata yang dimiliki oleh sejumlah [[yayasan]] di bawah Soeharto. Dwi dimaksudkan sebagai penghubung Liem (dan kemudian kelompok bisnisnya) dengan pemerintah, dan juga kemudian ia berperan sebagai pengatur konflik di bisnis Liem. Bersama [[Ibrahim Risjad]] dan [[Djuhar Sutanto]], terciptalah kongsi keempatnya yang diberi nama ''[[Kelompok Empat (Indonesia)|Gang of Four]]'' pada 1968. Bisnis pertama mereka adalah [[Persekutuan komanditer|CV]] Waringin Kentjana, dimana Dwi mendapat 5% saham di sini. CV (kemudian menjadi PT) Waringin kemudian mendirikan beberapa usaha, seperti [[Bogasari]] dan [[Indocement]].<ref name="salimgroup">[https://books.google.co.id/books?id=6hxqDwAAQBAJ&pg=PT475&dq=Sudwikatmono+1967&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjansiv0fbuAhXXXCsKHbLmBGoQ6AEwA3oECAYQAg#v=onepage&q=Sudwikatmono%201967&f=false Liem Sioe Liong's Salim Group]</ref> Dwi kemudian menjadi eksekutif di sejumlah perusahaan PT Waringin (selanjutnya menjadi [[Salim Group]]), hingga akhir 1990-an.
 
Seiring waktu, pada 1970-an Dwi juga merintis bisnisnya sendiri. Dwi sendiri awalnya banyak didekati karena koneksinya dengan Presiden (pada saat itu, anak-anak Soeharto masih belum matang untuk berbisnis). Misalnya, pada 1982 ia diberi kontrak di [[Sumatra Utara]] untuk membangun pabrik [[petrokimia]]. Selain itu, juga di era 1970-an Dwi juga sempat mendirikan perusahaan dengan nama PT Wijaya Kusuma, di Kalimantan yang bergerak dalam pengolahan kayu.<ref>[https://books.google.co.id/books?id=2P7sAAAAMAAJ&q=Di+dalam+kelompok+merintis+ini+terdapat+sekitar+40+-+an+kelompok+perusahaan+,+yang+di+...&dq=Di+dalam+kelompok+merintis+ini+terdapat+sekitar+40+-+an+kelompok+perusahaan+,+yang+di+...&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwiy_J6k2fbuAhUFSX0KHWRvCwcQ6AEwAHoECAAQAQ Sudwikatmono: sebuah perjalanan di antara sahabat]</ref> Namun, bisnis Dwi yang utama ada pada dua grup: Subentra dan Dwi Golden Graha. Subentra pertama kali didirikan pada 1981 dengan [[Benny Suherman|Benny Suherman Putra]], diambil dari nama keduanya ('''Su'''dwikatmono-'''Ben'''ny Suherman Pu'''tra''') yang belakangan lebih dikenal sebagai pendiri jaringan bioskop [[Cineplex 21 Group]]. Bisnis Subentra sendiri beranak-pinak dengan cepat di berbagai bidang seperti kimia dengan [[Asahimas Chemical|Asahimas Subentra Chemical]] (dengan [[Rodamas]]) dan PT Subentra Multi Petrokimia Indonesia,<ref>[https://books.google.co.id/books?id=Jt7sAAAAMAAJ&q=subentra+didirikan&dq=subentra+didirikan&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwi6veTu0vbuAhUs6XMBHYn9AfoQ6AEwAHoECAQQAg Informasi, Masalah 203-208]</ref><ref>[https://books.google.co.id/books?id=Uw1YAAAAMAAJ&q=asahimas+subentra+chemical&dq=asahimas+subentra+chemical&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwiM59zJ4vbuAhU363MBHTZtDO0Q6AEwAHoECAAQAg Warta ekonomi: mingguan berita ekonomi & bisnis, Volume 9,Masalah 46-52]</ref> keuangan dengan [[Bank Subentra]], PT Altamitra Subentra, PT Armada Subentra, PT Multindo Finance, PT Pakersa Sejati dan PT Arkasa Pacific Leasing (kemudian menjadi Subentra Finance) dan di properti membangun [[Blok M Plaza]] secara patungan dengan [[Pakuwon Jati]].<ref>[https://books.google.co.id/books?id=2P7sAAAAMAAJ&q=subentra+properti&dq=subentra+properti&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwiRsbmA1PbuAhU1IbcAHaAAB_QQ6AEwAnoECAIQAQ Sudwikatmono: sebuah perjalanan di antara sahabat]</ref>
 
Namun, bisnis Subentra yang terutama adalah dalam bidang [[perfilman]]. Sebenarnya, yang memulai bisnis film adalah Benny dengan impor film [[Mandarin]]nya dibawah PT Suptan Film. Kemudian, kongsi ini diperluas dengan Subentra memiliki 5 perusahaan pengimpor film di daerah: PT Ciptamas Subentra Film, PT Dwi Subentra, PT Jabar Subentra dan PT Kharisma Subentra. Perlahan-lahan, Subentra bisa menguasai bisnis film karena setelah sebelumnya mendominasi impor film Mandarin, kemudian anak usaha Subentra lain, PT Subentra Nusantara justru menguasai peredaran film [[India]],<ref>[https://books.google.co.id/books?id=wr0TAQAAMAAJ&q=subentra+Nusantara&dq=subentra+Nusantara&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjQjPau1fbuAhUV4XMBHdhXB7oQ6AEwAnoECAkQAg Tempo, Volume 31,Masalah 19-24]</ref> dan pada 1991 Subentra juga mendapat hak eksklusif impor film Barat (dari AS). Ditambah dengan adanya Asosiasi Importir Film yang banyak dikendalikan oleh Subentra, akibatnya hampir seluruh impor film dikendalikan oleh Subentra sehingga banyak [[bioskop]] independen tutup.<ref name="21Cineplex">[https://books.google.co.id/books?id=zTxlAAAAQBAJ&pg=PA36&dq=subentra+Nusantara+21&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwiU5r_c1fbuAhXJT30KHUKkAc8Q6AEwBHoECAAQAg#v=onepage&q=subentra%20Nusantara%2021&f=false Cerita Monopoli di Balik Sukses Bisnis Grup 21 Cineplex]</ref> Pada 21 Agustus 1987, dibawah PT Subentra Nusantara, Subentra meluncurkan bioskop modern bernama [[Cineplex 21 Group|Cinema 21]], yang sering dipanggil ''Cineplex'' (dibaca sinepleks). Angka 21 diambil dari angka keramat bagi masyarakat Jawa (ada juga yang mengatakan diambil dari nomor [[Jalan M. H. Thamrin|jalan MH Thamrin]] di lokasi Studio 21 pertama dibangun, tetapi ada juga yang mengatakan merupakan [[akronim]] dari Su-'''Dwi-'''kat-'''Mono'''),<ref name="Selamatjalan">[http://news.detik.com/read/2011/01/08/130308/1542254/103/2/selamat-jalan-pak-dwi Artikel:"Selamat Jalan Pak Dwi" di detik.com]</ref> dan perusahaan ini kemudian menjadi salah satu pengelola bioskop terbesar Indonesia (bahkan sampai sekarang).<ref name=21Cineplex/> Di daerah-daerah lain, perusahaan-perusahaan anak Subentra lainnya, seperti PT Batam Subentra, PT Sanggar Subentra, PT Pasundan Subentra, dan PT Nusantara Indah Subentra-lah yang mengelola bisnis dengan ''brand'' 21.<ref>[https://books.google.co.id/books?id=NOPsAAAAMAAJ&q=subentra+Nusantara&dq=subentra+Nusantara&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjQjPau1fbuAhUV4XMBHdhXB7oQ6AEwCXoECAcQAg Kisah sukses Sudwikatmono: dari Wuryantoro ke Sineplek]</ref> Bisnis film ini diperkuat misalnya dengan pendirian PT Subentra Studio Film yang memproses film<ref>[https://books.google.co.id/books?hl=id&id=Jt7sAAAAMAAJ&dq=importir+film+mandarin+%28+PT+Suptan+Film+%29+.+Mereka+melanjutkan+...&focus=searchwithinvolume&q=ciptamas Informasi, Masalah 203-208]</ref> dan perusahaan importir lain bernama PT Camila Internusa Film, PT Satrya Perkasa Esthetika Film dan [[Cinema 21|PT Nusantara Sejahtera Raya]]. Praktis, dengan perusahaan dari hulu ke hilir yang banyak tersebut, perusahaan perfilman Subentra (kemudian dikenal dengan nama 21 Group) berhasil memonopoli perfilman di Indonesia secara vertikal.<ref>[https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol6035/cerita-monopoli-di-balik-sukses-bisnis-grup-21-cineplex?page=3 Cerita Monopoli di Balik Sukses Bisnis Grup 21 Cineplex]</ref><ref>[https://books.google.co.id/books?id=zF3PDwAAQBAJ&pg=PA146&dq=PT+Camila+Internusa+Film+Subentra&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwiy98X31_buAhXH63MBHSwjA-oQ6AEwBXoECAYQAg Indonesian Cinema after the New Order: Going Mainstream]</ref> Oleh karena itu, Sudwikatmono kemudian dikenal sebagai "raja sinepleks" nasional.