Pengguna:Akunnoname/Bak pasir: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Akunnoname (bicara | kontrib)
Membuat bak pasir saya
 
Akunnoname (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
{{See also|Mawlid|Family tree of Muhammad|Muhammad in Mecca}}
Membuat bak pasir saya
 
 
Muhammad bin Abdullah bin Abd al-Muttalib bin Hasyim<ref name="auto">[https://www.britannica.com/biography/Muhammad Muhammad] {{webarchive|url=https://web.archive.org/web/20170209125352/https://www.britannica.com/biography/Muhammad|date=9 February 2017}} [[Encyclopedia Britannica]]. Retrieved 15 February 2017.</ref> lahir di Makkah<ref>{{cite book|last1=Rodinson|first1=Maxime|year=2002|url=https://books.google.com/books?id=LqR_mU0qpE4C&pg=PA38|title=Muhammad: Prophet of Islam|publisher=Tauris Parke Paperbacks|isbn=978-1-86064-827-4|page=38|author-link1=Maxime Rodinson|access-date=12 May 2019}}</ref> sekitar tahun 570,{{sfn|Conrad|1987}} dan hari ulang tahunnya diyakini jatuh pada bulan Rabi'ul Awal.{{sfn|Esposito|2003}} Dia berasal dari klan [[Bani Hasyim]] dari suku [[Suku Quraisy|Quraisy]], yang merupakan salah satu keluarga terpandang di kota itu, kendati klan ini tampaknya mengalami kesulitan ekonomi pada masa-masa awal kehidupannya.{{sfn|Buhl|Welch|1993}}{{efn|See also {{qref|43|31|b=y}} cited in EoI; Muhammad.}} Nama Muhammad berarti "terpuji" dalam bahasa Arab dan muncul empat kali dalam [[Al-Qur'an|Al-Quran]].<ref name=":4">Jean-Louis Déclais, ''Names of the Prophet'', [[Encyclopedia of the Quran]].</ref> Dia juga dikenal sebagai al-Amin (terj. har. 'setia') ketika masih muda. Para sejarawan berbeda pendapat mengenai apakah nama ini diberikan oleh orang-orang sebagai cerminan dari sifatnya,{{sfn|Esposito|1998|p=6}} atau hanya nama yang diberikan oleh orangtuanya, yaitu bentuk maskulin dari nama ibunya, "Aminah."{{sfn|Buhl|Welch|1993|p=361}} Muhammad mengambil ''kunya'' Abu al-Qasim di kemudian hari setelah kelahiran putranya, Qasim, yang meninggal dua tahun kemudian.{{Sfn|Rodinson|2021|p=51}}
 
Rieayat Islam menyatakan bahwa tahun kelahiran Muhammad bertepatan dengan upaya gagal Raja Yaman, [[Abrahah]], untuk menaklukkan Makkah.<ref>Marr J.S., Hubbard E., Cathey J.T. (2014): The Year of the Elephant. <!-- figshare. --> {{doi|10.6084/m9.figshare.1186833}} Retrieved 21 October 2014 (GMT).</ref> Namun, penelitian mutakhir menentang pendapat ini, sebab bukti-bukti menunjukkan bahwa ekspedisi tersebut, jika memang terjadi, pasti berlangsung jauh sebelum kelahiran Muhammad.{{sfn|Conrad|1987}}{{Sfn|Reynolds|2023|p=16}}{{Sfn|Johnson|2015|p=286}}{{sfn|Peters|2010|p=61}}{{Sfn|Muesse|2018|p=213}}{{sfn|Buhl|Welch|1993|p=361}} Para cendekiawan Muslim pada beberapa periode setelah kematian Muhammad diduga mengaitkan nama Abrahah yang tersohor pada saat itu kepada narasi kelahiran Muhammad untuk menjelaskan ayat-ayat yang rancu mengenai "orang-orang yang menunggang gajah" di dalam Al-Quran Surat 105:1-5.{{Sfn|Reynolds|2023|p=16}} Buku ''Oxford Handbook of Late Antiquity'' menganggap kisah ekspedisi gajah perang yang dilakukan Abraha sebagai sebuah mitos.{{Sfn|Johnson|2015|p=286}}<!------------
PLEASE NOTE:
The consensus to include images of Muhammad emerged after extensive months-long discussions and efforts on both sides to balance multiple competing interests. Please do not remove or reposition these images because you feel they are against your religion. Please do not add more images or reposition the current ones to prove a point. To avoid pointless revert-warring, blocking and page protection, please discuss any prospective changes on the talk page. Thank you for contributing to Wikipedia.
-------------><div class="depiction">[[Berkas:Mohammed_kaaba_1315.jpg|kiri|jmpl|Miniature from [[Rashid-al-Din Hamadani]]'s ''[[Jami al-Tawarikh]]'', {{c.|1315|lk=no}}, illustrating the story of Muhammad's role in re-setting the [[Black Stone]] in 605 ([[Ilkhanate]] period)<ref>{{cite journal|last=Ali|first=Wijdan|date=August 1999|title=From the Literal to the Spiritual: The Development of the Prophet Muhammad's Portrayal from 13th Century Ilkhanid Miniatures to 17th Century Ottoman Art|url=http://www2.let.uu.nl/Solis/anpt/ejos/pdf4/07Ali.pdf|journal=Proceedings of the 11th International Congress of Turkish Art|page=3|issn=0928-6802|archive-url=https://web.archive.org/web/20041203232347/http://www2.let.uu.nl/Solis/anpt/ejos/pdf4/07Ali.pdf|archive-date=3 December 2004|number=7|url-status=dead}}</ref>]]</div>Ayah Muhammad, Abdullah, meninggal hampir enam bulan sebelum ia lahir.<ref name="Meri2004">{{cite book|last=Meri|first=Josef W.|date=2004|url=https://books.google.com/books?id=H-k9oc9xsuAC|title=Medieval Islamic civilization|publisher=Routledge|isbn=978-0-415-96690-0|volume=1|page=525|author-link=Josef W. Meri|access-date=3 January 2013|archive-url=https://web.archive.org/web/20121114153019/http://books.google.com/books?id=H-k9oc9xsuAC|archive-date=14 November 2012|url-status=live}}</ref> Menurut riwayat Islam, segera setelah lahir, ia dikirim untuk tinggal bersama sebuah keluarga Badui di padang pasir, karena kehidupan padang pasir dianggap lebih sehat untuk bayi.{{sfn|Watt|1971}} Muhammad tinggal bersama ibu angkatnya, Halimah binti Abi Dhuayb, dan suaminya hingga ia berusia dua tahun. Pada usia enam tahun, Muhammad kehilangan ibu kandungnya, Aminah, karena sakit dan menjadi yatim piatu.{{sfn|Watt|1971}}{{sfn|Watt|1960}} Selama dua tahun berikutnya, hingga ia berusia delapan tahun, Muhammad berada di bawah asuhan kakeknya dari pihak ayah, Abd al-Muttalib, dari klan Bani Hasyim hingga kematiannya. Dia kemudian diasuh oleh pamannya Abu Thalib, pemimpin baru Bani Hasyim.{{sfn|Watt|1974|p=7}}
 
Pada masa remajanya, Muhammad menemani pamannya dalam perjalanan dagang ke Suriah untuk mendapatkan pengalaman dalam perdagangan komersial.{{sfn|Watt|1974|p=8}} Riwayat Islam menyatakan bahwa ketika Muhammad berusia sembilan atau dua belas tahun ketika menemani kafilah Mekah ke Suriah, dia bertemu dengan seorang biarawan atau pertapa Kristen bernama Bahira yang konon telah meramalkan karir Muhammad sebagai seorang nabi Allah.{{sfn|Abel|1960}}
 
Tidak banyak yang diketahui tentang Muhammad di masa mudanya karena informasi yang tersedia terfragmentasi, sehingga sulit untuk memisahkan sejarah dari legenda.{{sfn|Watt|1974|p=8}} Dia dilaporkan menjadi seorang pedagang dan "terlibat dalam perdagangan antara Samudera Hindia dan Laut Mediterania."<ref name="BerkWorldHistory">''Berkshire Encyclopedia of World History'' (2005), v. 3, p. 1025.</ref> Reputasinya menarik lamaran pada tahun 595 dari Khadijah, seorang pengusaha wanita yang sukses. Muhammad menyetujui pernikahan tersebut, yang menurut semua laporan adalah pernikahan yang bahagia.<ref name="BerkWorldHistory" />
 
Pada tahun 605, orang-orang Quraisy mulai membangun atap [[Ka'bah]], yang sebelumnya hanya terdiri dari empat dinding. Upaya ini membutuhkan rekonstruksi menyeluruh dari seluruh bangunan untuk memastikan integritas strukturalnya di bawah beban tambahan. Muncul kekhawatiran bahwa langkah ini akan membuat para dewa-dewi mereka murka. Akhirnya, seorang pria melangkah maju, memegang beliung, dan berseru, "Wahai dewi! Jangan takut! Niat kami hanya untuk yang terbaik," sambil mulai merobohkannya. Penduduk Mekkah tetap waspada pada malam itu, merenungkan apakah azab ilahi akan menimpa dia yang berani merusak tempat suci mereka. Ketika mereka melihatnya kembali bekerja keesokan paginya, dengan membawa beliung, penduduk Mekah menafsirkan hal ini sebagai tanda setujunya dewa-dewi mereka, menantikan akomodasi yang lebih baik. Menurut sebuah riwayat yang dikumpulkan oleh [[Ibnu Ishaq]], ketika rekonstruksi mencapai titik pemasangan kembali [[Hajar Aswad]], muncul perselisihan mengenai klan mana yang akan menempatkannya. Oleh karena itu, diputuskan bahwa orang pertama yang memasuki pelataran Ka'bah akan menjadi penengah. Muhammad kemudian tiba, meletakkan sebuah jubah di atas tanah dan meletakkan batu itu di atasnya. Dia menginstruksikan seorang perwakilan dari setiap suku untuk memegang ujung jubah dan secara kolektif mengangkat batu tersebut ke ketinggian yang dibutuhkan. Dia kemudian meletakkannya di dinding dengan tangannya sendiri.{{sfn|Glubb|2001|p=79-81}}{{sfn|Wensinck|Jomier|1990|p=319}}
 
==== Beginnings of the Quran ====
{{See also|Muhammad's first revelation|History of the Quran|Wahy}}
[[Berkas:Cave_Hira.jpg|ka|jmpl|The cave [[Cave of Hira|Hira]] in the mountain [[Jabal al-Nour]] where, according to Muslim belief, Muhammad received his first revelation]]
Muhammad began to pray alone in a cave named [[Cave of Hira|Hira]] on [[Jabal al-Nour|Mount Jabal al-Nour]], near [[Mecca]], for several weeks every year.<ref>Emory C. Bogle (1998), p. 6.</ref><ref>John Henry Haaren, Addison B. Poland (1904), p. 83.</ref> As per Islamic tradition, in 610 CE, when he was 40 years old, the angel [[Gabriel]] appeared before him during his visit to the cave. The angel showed him a cloth with [[Āyah|Quranic verses]] on it and instructed him to read. When Muhammad confessed his illiteracy, Gabriel choked him forcefully, nearly suffocating him, and repeated the command. As Muhammad reiterated his inability to read, Gabriel choked him again in a similar manner. This sequence took place once more before Gabriel finally recited the verses, allowing Muhammad to memorize them.{{Sfn|Peterson|2007|p=51}}{{sfn|Klein|1906|p=7}}{{sfn|Wensinck|Rippen|2002}} These verses later constituted [[Quran 96:1-5]].{{sfn|Rosenwein|2018|p=148}}
 
The experience terrified Muhammad, but he was immediately reassured by his wife [[Khadija bint Khuwaylid|Khadija]] and her Christian cousin [[Waraqah ibn Nawfal|Waraqa ibn Nawfal]].{{sfn|Brown|2003|p=73}} Khadija instructed Muhammad to let her know if Gabriel returned. When he appeared during their private time, Khadija conducted tests by having Muhammad sit on her left thigh, right thigh, and lap, inquiring Muhammad if the being was still present each time. After Khadija removed her clothes with Muhammad on her lap, he reported that Gabriel left at that very moment. Khadija thus told him to rejoice as she concluded it was not a [[Satan]] but an angel visiting him.{{Sfn|Phipps|2016|p=37}}{{sfn|Rosenwein|2018|p=146}}{{sfn|Brown|2003|p=73}}
 
Muhammad's demeanor during his moments of inspiration frequently led to allegations from his contemporaries that he was under the influence of a [[jinn]], a soothsayer, or a magician, suggesting that his experiences during these events bore resemblance to those associated with such figures widely recognized in ancient Arabia. Nonetheless, these enigmatic seizure events might have served as persuasive evidence for his followers regarding the divine origin of his revelations. Some historians posit that the graphic descriptions of Muhammad’s condition in these instances are likely genuine, as they are improbable to have been concocted by later Muslims.{{sfn|Buhl|Welch|1993|p=363}}{{Sfn|Peterson|2007|p=53–4}}
[[Berkas:Miniatura_Maometto.jpg|kiri|jmpl|A 16th-century [[Siyer-i Nebi]] image of angel [[Gabriel]] visiting Muhammad]]
Shortly after Waraqa's death, the revelations ceased for a period, causing Muhammad great distress and thoughts of suicide.{{sfn|Wensinck|Rippen|2002}}{{efn|''See:''
* Emory C. Bogle (1998), p. 7.
* Rodinson (2002), p. 71.}} On one occasion, he reportedly climbed a mountain intending to jump off. However, upon reaching the peak, Gabriel appeared to him, affirming his status as the true Messenger of God. This encounter soothed Muhammad, and he returned home. Later, when there was another long break between revelations, he repeated this action, but Gabriel intervened similarly, calming him and causing him to return home.{{Sfn|Murray|2011|p=552}}{{Sfn|Rāshid|2015|p=11}}
 
Muhammad was confident that he could distinguish his own thoughts from these messages.<ref>Watt, ''The Cambridge History of Islam'' (1977), p. 31.</ref> The early Quranic revelations utilized approaches of cautioning non-believers with divine punishment, while promising rewards to believers. They conveyed potential consequences like famine and killing for those who rejected Muhammad's God and alluded to past and future calamities. The text also stressed the imminent final judgment and the threat of hellfire for skeptics.{{sfn|Brockopp|2010|p=40–2}} According to Muslim tradition, Muhammad's wife [[Khadija bint Khuwaylid|Khadija]] was the first to believe he was a prophet.{{sfn|Watt|1953|p=86}} She was followed by Muhammad's ten-year-old cousin [[Ali|Ali ibn Abi Talib]], close friend [[Abu Bakr]], and adopted son [[Zayd ibn Harithah|Zaid]].{{sfn|Watt|1953|p=86}}