Seberang Musi, Kepahiang: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 28:
Kesepakatan damai antara Rejang dan Belanda pada akhirnya ditandatangani di Temdak pada Juni 1859, tujuh tahun setelah perang dan gerilya yang tak berkesudahan.{{sfn|Dalip|1984|pp=54}} Kesepakatan tersebut berujung pada [[Aneksasi Tanah Rejang ke Hindia Belanda]], dengan catatan bahwa adat Rejang harus dihormati oleh pemerintah kolonial. Tanah Rejang (kecuali Rejang Pesisir) kemudian dimasukkan sebagai bagian dari [[Keresidenan Palembang]].{{sfn|Dalip|1984|pp=53}} Aneksasi Belanda ini nantinya akan berlangsung selama 83 tahun, sebelum akhirnya pada pertengahan tahun 1942, giliran Jepang yang menancapkan kukunya di Tanah Rejang.{{sfn|Dalip|1984|pp=53}}
Pada 1904, berdasarkan Keputusan Pemerintah Kolonial tanggal 6 Februari 1904 No. 20 (S.1904 -1 18), Tanah Rejang dipindahtangankan ke [[Keresidenan Bengkulu]] dan dibagi pemerintahannya atas ''Afdeeling'' Lebong yang berkedudukan di Muara Aman dan ''Onderafdeeling'' Rejang yang berkedudukan di Kepahiang.{{sfn|Dalip|1984|pp=54}} Wilayah Seberang Musi termasuk ke dalam ''Onderafdeeling'' Rejang. Khususnya Temdak dan Kota Agung, dua desa Merigi ini oleh Belanda ditransfer wilayahnya ke Bermani Ilir pada 1918.{{sfn|Dalip|1984|pp=55}} Meskipun sejatinya kedua desa tetaplah keturunan [[petulai Tubei]], yang jelas berbeda dengan Marga Bermani Ilir yang berasal dari [[petulai Bermani]].{{butuh rujukan}}
Pada masa Indonesia merdeka, ''Afdeeling'' Lebong dan ''Onderafdeeling'' Rejang disatukan sebagai Kabupaten [[Rejang Lebong]], dengan ibu kota awalnya di Kepahiang, sebelum dipindahkan ke [[Curup, Rejang Lebong|Curup]]. Seberang Musi termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Kepahiang, Kabupaten Rejang Lebong. Hingga akhirnya Kepahiang dimekarkan sebagai kabupaten tersendiri pada 2004 dan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kepahiang Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Pembentukan Kecamatan Seberang Musi, Kecamatan Kabawetan, Kecamatan Muara Kemumu, dan Kecamatan Merigi, kecamatan ini diresmikan pada 16 November 2005.{{sfn|Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal|2010|pp=266}}
|