Bahasa Badui: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 399:
Berikut sepenggal kisah ''Mula Nagara Baduy'' yang telah disesuaikan ejaannya ke dalam [[Ejaan Bahasa Sunda]] modern:<ref>{{Citation|last=Pleyte|first=C.M.|title=Badoejsche geesteskinderen}}, dalam {{harvp|Van Ronkel|1912|pp=254-261}}</ref>
{{Cquote|''Laju baé ngalayang
Terjemahan bebas:
Lantas melayang meninjau banyak tempat. Tatkala tiba di Banten, tiba di Negara Cibaduy, ditemukanlah hutan sunyi berbatu yang tidak rata, pasir-pasir yang lembut, dan luas sekali. Tiada yang menghuninya selain binatang liar seperti harimau, badak, babi hutan, dan masih banyak lagi ular-ular yang beraneka ragam ukurannya yang menempati keseluruhan hutan. Di sana sang ratu hendak bermalam bersama saudaranya yang bernama Pucuk Umun. Tak berselang lama, ketika ia menengok ke arah dataran rendah, terdapat sebuah bengawan, airnya jernih sekali. Kemudian ia mandi di sana. Saat sedang mandi, sang ratu kehilangan bajunya yang bercorak burung beo, tak ragu lagi rupa manusia. Lantas sungai tersebut diberi nama Cibeo hingga kini. Selepas mandi, pulanglah ia ke tempat yang berbatu dan pasir tadi. Di sana ratu memberi nama daerah tersebut Cikeusik, dan ratu menetap di sana membuatnya sebagai pemukiman baru. Demikianlah nama Cikeusik masih dipakai sampai sekarang, sejak namanya diberikan oleh ratu ketika meninggalinya. Sementara itu, ratu sendiri diceritakan merupakan turunan dari kahyangan, berkuasa di Pajajaran. Lama-lama ratu beranak banyak sehingga kolonisasinya terus berlanjut di daerah hilir, yang dinamakan Cikertawana hingga kini. Alasan dinamakan demikian, karena keramaian bermula di sana, kerta artinya ramai, wana artinya hutan. Dari sana terus berlanjut sampai sekarang, tetapi untuk setiap tempat hanya diperbolehkan untuk ditinggali empat puluh keluarga saja. Hal yang mendasarinya adalah, jikalau ada binatang buas, seperti harimau, babi hutan, banteng, atau ular, tak perlu dihalau menggunakan senjata, cukup dikejar saja.|4=[[Cornelis M. Pleyte]] (1912)|5=Badoejsche geesteskinderen}}Dari penggalan teks di atas terdapat kata-kata bercetak tebal yang merupakan lema khas dialek Badui yang bentuknya berbeda dengan bahasa Sunda di daerah Parahyangan. Berikut senarainya.
{| class="wikitable"
|+
|