Perenialisme agama: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.3
 
Baris 27:
Pengetahuan filsafat ini merekonstruksi seluruh eksistensi yang ada di alam semesta dengan realitas absolut.<ref>{{Cite web|last=Nurchaliza|first=Angelina|date=19 April 2021|title=Perenialisme Agama-Agama|url=https://kabardamai.id/perenialisme-agama-agama-2/|website=Kabar Damai|access-date=5 Juli 2021}}</ref> Hal ini dikarenakan kehidupan manusia dan keberadaan alam semesta pada dasarnya bersumber dari realitas ilahi.{{sfnp|Fuller|2010||p=156–158|ps=}} Sejak era [[Plotinos|Plotinus]], dalam bukunya berjudul ''The Six Eneals'', realisasi pengetahuan dalam diri manusia hanya bisa dicapai melalui ''soul/spirit'' (intelek), yang "jalannya" pun hanya dapat dicapai melalui tradisi-tradisi, ritual-ritual, simbol-simbol, dan sarana-sarana yang memang diyakini sepenuhnya oleh kalangan perenial ini sebagai bersumber dari Tuhan.{{sfnp|Fuller|2010||p=155|ps=}} Dasar-dasar teoretis pengetahuan tersebut ada di dalam setiap tradisi keagamaan yang autentik dikenal dengan berbagai [[konsep]].{{sfnp|Rachman|2001||p=86|ps=}}
 
Contoh yang dapat dipaparkan dalam agama Hindu disebut ''Sanathana Dharma'', yaitu kebijakan abadi yang harus menjadi dasar kontektualisasi agama dalam situasi apa pun, sehingga agama senantiasa memanifestasikan diri dalam bentuk etis keluhuran hidup manusia. DemikanDemikian halnya dalam Taoisme, diperkenalkan konsep ''Tao'' sebagai asas kehidupan yang harus diikuti apabila ingin menjadi manusia sesungguhnya. Taoisme di [[Tiongkok]] berusaha mengajak manusia untuk berpaling dari dunia kepada ''Tao'' (jalan) yang dapat membawa manusia kepada penyucian jiwa – dan kesalehan dalam bahasa [[Islam]]. Manusia dengan ''Tao'' dibawa kepada jati diri asli yang hanya dapat dicapai dengan sikap ''wu-wei'' (tidak mencampuri) jalan semesta yang sudah ditetapkan. Dengan demikian, Tao mengajak manusia untuk hidup secara alami atau suci – dalam Islam dikenal dengan istilah [[fitrah]]. Adapun dalam agama Buddha diperkenalkan konsep ''Dharma'' yang merupakan ajaran untuk sampai kepada ''The Buddha-nature –'' dalam Islam disebut ''al-Din'', yang berarti "ikatan" yang harus menjadi dasar beragama bagi seorang [[muslim]]. Hal inilah yang diistilahkan dengan ''philosophia perennis'' pada [[Abad Pertengahan]].{{sfnp|Nurcholish|Dja'far|2015|p=71|ps=}}
 
[[Berkas:Religion collage updated.jpg|jmpl|211x211px|Hakikat dari agama perenial adalah "mengikatkan manusia dengan Tuhannya". Kata ini sebenarnya biasa dan kerap didengar, tetapi menjadi verbal karena tidak adanya kesadaran perenial, padahal hal ini menjadi dasar kehidupan beragama sebagai jalan alamiah demi kebajikannya sendiri ({{harvnb|Nurcholish|Dja'far|2015|p=72}}).]]