Wilopo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Achmad Suharto (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Wagino Bot (bicara | kontrib)
Baris 57:
== Pendidikan ==
Setelah menamatkan ''[[Hollandsch-Inlandsche School|HIS]]'' di Purworejo, Wilopo kemudian melanjutkan pendidikannya ke ''[[Meer Uitgebreid Lager Onderwijs|MULO]]'' di kota [[Magelang]] dengan bantuan
seorang paman, Dokter Soekadi adik kandung ayahnya.<ref name="Pop">{{Cite web|title=BAB II Latar Belakang Kehidupan Wilopo|url=http://eprints.uny.ac.id/21336/12/BAB%20II%20fix.pdf|language=id|access-date=2023-07-20}}</ref> Kemudian Wilopo mengenyam pendidikan tingkat ''[[Algemeene Middelbare School|Algemene Middelbare School]]'' (AMS) [[SMA Negeri 3 Yogyakarta|B di Yogyakarta]] pada tahun 1927 dengan menerima beasiswa dari Pemerintah Hindia Belanda.<ref name=":0">{{Cite web|title=Tjipto hingga Leimena: Penerima Beasiswa yang Membangkang Belanda|url=https://tirto.id/tjipto-hingga-leimena-penerima-beasiswa-yang-membangkang-belanda-fXS7|website=tirto.id|language=id|access-date=2020-08-20}}</ref> Ia sempat menjadi anggota ''[[Jong Java]]'' dan ditawari masuk [[Pemuda Indonesia]] tetapi Ia menahan diri untuk tidak aktif karena diancam oleh direktur sekolah dan takut beasiswanya dicabut oleh pemerintah kolonial.<ref name=":0" />
 
Setelah lulus dari [[SMA Negeri 3 Yogyakarta|AMS B]], ia sempat melanjutkan pendidikan ke [[Technische Hoogeschool te Bandoeng|''Technische Hoogeschool (TH Bandung)'']] pada tahun 1931, namun tidak selesai karena kesibukannya mengajar di [[Taman Siswa]] di kota [[Sukabumi]] <ref name="Pop"/>. Wilopo lalu pindah ke ''[[Rechtshoogeschool te Batavia|Rechtshogeschool (RHS) te Batavia]]'' untuk kuliah jurusan hukum pada tahun 1933.<ref name=":0" /><ref>{{Cite book|last=Mohamad|first=Goenawan|last2=Publishing|first2=TEMPO|date=2012|url=https://books.google.co.id/books?id=zcZdDwAAQBAJ&pg=PT210&lpg=PT210&dq=Wilopo+AMS+B&source=bl&ots=ZLBK69o_mn&sig=ACfU3U1FiEaSb13gvEuyZ8-6TPZl1zDerw&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwiT7p7Z3NrwAhWn8XMBHe_IB50Q6AEwEXoECB4QAw#v=onepage&q=Wilopo%20AMS%20B&f=false|title=Catatan pinggir 2: Kumpulan esai pendek di majalah Tempo September 1981 sampai Desember 1985|publisher=Tempo Publishing|isbn=978-979-9065-52-0|language=en}}</ref> Di [[Jakarta]], Wilopo terus memperdalam kegiatan politiknya. Sembari belajar hukum di kampusnya, ia juga aktif dalam partai dan beberapa organisasi pemuda di Jakarta. Dirinya juga bekerja sebagai pengajar di beberapa sekolah dan menjadi penulis untuk beberapa surat kabar Belanda. Banyaknya kesibukan menyebabkan dia kurang sempat mempelajari buku-buku hukum. Hal itu menyebabkan studi Wilopo yang harusnya dapat diselesaikan selama lima tahun, tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu tersebut. Beruntung pada tahun 1939 terjadi keadaan darurat menghadapi [[Pendudukan Jepang di wilayah Hindia Belanda|invasi Jepang ke Hindia Belanda]], sehingga Dekan RHS memutuskan bahwa seluruh mahasiswa yang sudah mencapai D-II dianggap sebagai sarjana. <ref name=":0" />
 
== Karier ==
Baris 66:
 
===Menteri Perekonomian (1951-1952)===
Memasuki [[Era Demokrasi Liberal (1950–1959)|era parlementer]], Wilopo yang merupakan anggota [[Partai Nasional Indonesia|PNI]] diangkat menjadi Menteri Perekonomian pada tanggal 16 Juli 1951 dalam [[Kabinet Sukiman-Suwirjo|Kabinet Sukiman]] <ref>Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 132 Tahun 1951 tertanggal 19 Juli 1951, [[Wilopo]] diangkat sebagai Menteri Perekonomian sejak 16 Juli 1951.</ref>. Sebagai Menteri Perekonomian dalam kabinet kedua ini, Wilopo dihadapkan pada masalah [[inflasi]]. Meningkatnya harga beras membuat masyarakat semakin gelisah. Dalam menghadapi hal tersebut Wilopo sebagai menteri perekonomian, mengumpulkan wakil-wakil organisasi pedagang dan pemilik penggilingan. Mereka dimintai bantuan untuk berusaha bersama pemerintah menurunkan kembali harga beras. Setelah mendengar saran dan keluhan mereka, Wilopo lantas memerintahkan Jendral Kementrian Perekonomian, Mohammad Sediono untuk mengumumkan ke seluruh Indonesia bahwa mulai tengah malam pada waktu yang telah ditentukan, tiap persediaan beras lebih dari dua bal tidak boleh dipindahkan tanpa izin, selain itu semua penggilingan beras ditempatkan dibawah pengawasan pemerintah. Selain itu juga direncanakan selama dua tahun
mendatang impor beras mencapai 700.000 ton. Dengan kebijakan-kebijakan tersebut dalam waktu singkat harga beras menurun dari Rp 3,50 menjadi Rp2,50 per liternya.
 
Baris 73:
Kabinet Sukiman jatuh pada tanggal 23 Februari 1952. Presiden Soekarno lantas menunjuk Wilopo dari PNI sebagai formatur untuk membentuk kabinet yang baru pada tanggal 19 Maret 1952. Keputusan ini disahkan cera resmi sesuai '''Keputusan Presiden no. 71 tahun 1952'''. Sebelum menunjuk Wilopo, Presiden telah berunding dengan Mr. Tambunan, selaku Ketua Parlemen dan parlemen menyatakan mendukung keputusan tersebut. Pada hari Kamis, 3 April 1952, Presiden melantik Kabinet Wilopo secara resmi. Dengan dilantiknya kabinet yang baru menandai berakhirnya masa kekosongan pemerintahan yang telah berlangsung selama 40 hari.
 
Program kerja yang diusung kabinet ini juga tidak jauh berbeda dengan program kerja dua kabinet sebelumnya. Wilopo hanya melengkapi dan menyempurnakan beberapa hal yang dianggap penting untuk dimasukan dalam program kerjanya, hal ini mengingat bahwa Indonesia yang baru saja merdeka saat itu memiliki masalah kompleks yang tidak dapat diselesaikan oleh satu periode kabinet saja <ref name=UNY>{{Cite web|title=BAB IV PROGRAM KERJA PEMERINTAHAN KABINET WILOPO|url=https://eprints.uny.ac.id/21336/14/BAB%20IV%20fix.pdf|language=id|access-date=2023-07-20}}</ref>.
 
===Organisasi Negara===
Baris 79:
April 1953 Kabinet bersama Parlemen telah berhasil menyelesaikan UU No. 7 tahun 1953 tentang Pemilu yang disahkan tanggal 4 April 1953. UU ini mengatur tentang pemilihan anggota konstituante diikuti anggota [[DPR]]. Pemilu akhirnya dilaksanakan dua tahun kemudian ([[Pemilihan umum legislatif Indonesia 1955|Pemilu 1955]]).
 
Hal lain yang disorot dalam program kerja ini adalah [[otonomi daerah]]. Indonesia telah memiliki UU no. 2 tahun 1948 menyangkut otonomi daerah, namun permasalahan otonomi daerah ini tidak hanya sebatas permasalahan undang-undang dan peraturan saja. Masalah perkembangan politik di berbagai daerah seperti tenaga ahli, sumber keuangan dan sebagainya juga menjadi perhatian dalam menyelesaikan permasalahan otonomi daerah ini. Untuk menambah kemajuan daerah, rencana penyelengaraan pembangunan bagian-bagian luar Jawa akan didahulukan oleh pemerintah. Proyek-proyek lokal yang sudah ada, seperti proyek pembuatan jalan juga akan mendapatkan perhatian lebih, baik mengenai biaya maupun pelaksanaannya. Salah satu RUU tentang Pembentukan Provinsi Kalimantan juga disiapkan oleh Kabinet Wilopo.
 
===Bidang Kemakmuran===
Baris 86:
Perdana Menteri Wilopo juga menyiapkan beberapa kebijakan guna meningkatkan nilai ekspor Indonesia. Kebijakan tersebut diantaranya menurunkan pajak ekspor dan menghapus sistem “sertifikat” yang sebelumnya diadakan untuk menaikkan pendapatan negara dengan mengorbankan barang ekspor bernilai tinggi. Jumlah barang ekspor juga ditingkatkan dengan cara memulai pembangunan pabrik-pabrik di bidang industri seperti Pabrik Semen di [[Semen Gresik|Gresik]] atau Pabrik Pemintalan di Cilacap untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Di lain pihak, kebijakan impor juga di revisi. Contohnya dengan cara menaikkan pajak terhadap barang-barang ''non esential'' dan mewajibkan para importer membayar uang muka sebesar 40 persen. Hal ini dapat menjadi alat penyaring barang-barang import yang masuk ke Indonesia.
 
Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan kabinet ternyata tidak benar-benar mampu menyelamatkan keadaan Indonesia dari krisis ekonomi. Indonesia harus menghadapi keadaan pahit yakni jatuhnya harga komoditi ekspor di pasaran dunia semasa [[Perang Korea|perang Korea]]. Pajak ekspor yang sebelumnya merupakan sumber pendapatan mengalami penurunan mencapai jumlah Rp 2,610 milyar, sehingga kabinet Wilopo mengalami defisit sebesar Rp 4 milyar. Pemerintah harus mengeluarkan tindakan drastis dalam pengeluaran negara. Salah satunya adalah menghentikan kenaikan pendapatan para menteri dan pejabat tinggi lainnya. Pertama kalinya dalam sejarah Indonesia, Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) untuk tahun 1952-1953 diajukan ke DPR. Usul UU Anggaran Negara Tahun 1952/1953 diajukan secara berangsur mulai tanggal 13 Desember 1952 sampai 17 September 1953. Pengajuan RAPBN ini juga dikarenakan defisit anggaran belanja tahun 1952 yang mencapai 4 milyar rupiah. Akhirnya dengan menggunakan hak Budgetnya, parlemen ikut menggariskan kebijaksanaan yang akan ditempuh pemerintah.
 
Kebijakan-kebijakan yang dikeluarakan Kabinet Wilopo terhitung sukses karena kebijakan-kebijakan tersebut dapat menyelamatkan bangsa dari krisis pangan dan keadaan ekonomi yang serba tidak menentu pada saat itu. Menurut Herbert Feith dalam bukunya ''The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia'', bahwa keberhasilan yang terpenting dari kabinet ini adalah dibidang ekonomi. Menurunya tindakan-tindakan yang diambil Wilopo untuk menghadapi keseimbangan neraca pembayaran adalah sangat baik.4
Baris 105:
 
===Bidang Pendidikan===
Bidang pendidikan menjadi salah satu sektor yang dikerjakan Kabinet Wilopo. Pemerintah sadar bahwa pendidikan menjadi pondasi terpenting dalam pembangunan bangsa ke depannya. Usaha-usaha yang dilakukan Wilopo adalah meningkatkan kualitas dan kesejahteraan para pengajar di sekolah. [[Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia|Kemendikbud]] memperjuangkan kedudukan para guru sekolah daerah agar setingkat dengan pegawai negeri dalam tingkatan yang sama. Di samping itu, guru [[Partikelir|partikelir]] (swasta) juga diberi kesempatan dikirim ke luar negeri untuk mengikuti program "visitorship", "fellowship" dan “scholarship". Pendirian sekolah-sekolah partikelir juga dilegalkan dalam pasal 13 UU No. 4 Tahun 1950. Sedangkan mengenai jaminan pemerintah terhadap hak-hak sekolah partikelir tersebut ditetapkan dalam pasal 14. Hal ini menjadi salah satu langkah pemerintah untuk mendukung inisiatif masyarakat dalam memberikan sumbangan langsung terhadap pendidkan. Semua UU menyangkut pendidikan masih menggunakan UUD Sementara tahun 1950 sehingga bantuan dana terhadap institusi pendidikan baik milik negara atau swasta masih sangat minim.
 
Masalah besar lain yang dihadapi adalah tingginya angka buta huruf di Indonesia. Pemerintah bersama masyarakat ikut melakukan program dalam upaya meningkatkan angka melek huruf di Indonesia. Salah satunya dengan program Pemberantasan Buta Huruf (PBH). PBH dilakukan di setiap daerah sampai ke tingkat desa. Program PBH yang diberikan tidak hanya berkutat pada urusan baca tulis, namun juga memberikan pengetahuan umum lainnya. Standar [[Perguruan Tinggi]] juga diperhatikan. Pemerintah mengeluarkan
pedoman yang menetapkan bahwa mulai tahun ajaran baru, proses perkuliahan diberikan dalam bahasa Indonesia, sedangkan dosen-dosen asing menggunakan bahasa [[Inggris]].
 
===Bidang Luar Negeri===
Baris 122:
Demonstrasi akhirnya pecah dan pada tanggal 17 Oktober 1952, massa bergerakan menuju gedung DPR dan kemudian menuju [[Istana Merdeka]]. Demonstrasi ini menuntut dibubarkannya parlemen yang dianggap tidak representatif, secepatnya diadakan pemilihan umum dan segera mengadakan pembersihan-pembersihan dalam kementerian-kementerian. Menghadapi ribuan massa yang masuk ke halaman Istana Merdeka, Presiden [[Soekarno]] mengungkapkan bahwa ia tidak dapat memenuhi tuntutan massa karena ia bukanlah pemimpin yang otoriter.
 
Setelah peristiwa tersebut, timbul sejumlah reaksi yang akhirnya membuat kabinet ini tidak dapat bertahan lebih lama. Posisi A.H. Nasution sebagai KSAD kemudian digantikan oleh [[Bambang Sugeng]] serta beberapa pejabat di Kementerian Pertahanan juga akhirnya mengundurkan diri. Perpecahan di dalam parlemen antara PNI dan [[Masyumi]] dengan [[Partai Sosialis Indonesia|PSI]] juga membuat Wilopo akhirnya meletakkan jabatannya.
 
Beberapa jabatan yang pernah dipercayakan kepada Wilopo: