Badai Pasti Berlalu (album 1977): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 56:
Setelah produksi film ''Badai Pasti Berlalu'' selesai, Eros berinisiatif mengembangkan lagu tema ''Badai Pasti Berlalu'' menjadi satu album penuh dengan membawa beberapa lagu dari film ''[[Perkawinan Dalam Semusim]]''. Eros juga telah menyiapkan beberapa lagu baru, diantaranya terdapat tiga lagu baru yang Ia tulis bersama dengan Chrisye.<ref>{{cite web |url=https://lawnosta.wordpress.com/2013/08/20/badai-pasti-berlalu-2/?fb_source=pubv1&fbclid=IwAR3K4OY7V4hVRtA37_uSUxHHpxFL0GHwXIPgKiY-z4wrfCqdtzCoAgzUGdg|title=Badai Pasti Berlalu|language=id|publisher=lawnosta.wordpress.com |access-date=27 Oktober 2021}}</ref> Rekaman lagu-lagu tambahan dilakukan di studio Irama Mas selama 21 hari dengan mengajak musisi yang terlibat dalam rekaman sebelumnya.<ref name="Endah1"/> Debby Nasution dan [[Keenan Nasution]] ikut berpartisipasi dalam penggarapan lagu-lagu tambahannya. Debby ikut mengisi bagian kibor, Sedangkan Keenan ikut mengisi bagian drum.<ref name="musisiku"/> Eros mengatakan seluruh biaya yang Ia keluarkan untuk memproduksi album ini diperkirakan mencapai Rp6.000.000,00 (''enam juta rupiah'').<ref name="Eros" />
 
== Rilis dan Tanggapantanggapan ==
Eros Djarot kemudian menawarkan master rekaman album ''Badai Pasti Berlalu'' ke berbagai pihak label rekaman. Namun tak ada satu pun label rekaman yang ingin merilis album tersebut. Sampai akhirnya Eros kembali ke studio Irama Mas dan bertemu dengan In Chung, pemilik studio Irama Mas.<ref name="Eros" /> In Chung bersedia merilis album tersebut dengan syarat keuntungan dari penjualan album tersebut akan dibagi hasil. Perjanjian tersebut ditandatangani oleh Eros pada tanggal [[19 September]] 1977 dengan Chrisye sebagai saksinya.{{refn|group=nb|Berdasarkan penuturan Chrisye ketika diwawancara dengan Alberthiene Endah, Irama Mas bersedia merilis album ''Badai Pasti Berlalu'' dengan membiayainya secara bayar putus. Sehingga ketika album tersebut selesai digarap, para musisi yang terlibat mendapatkan bayaran dan sudah tak memiliki kaitannya lagi dengan perilisan album karena seutuhnya sudah dimiliki oleh Irama Mas.<ref name="Endah1"/>}}<ref name="Kompas">Theodore KS. "Magnum Opus Bernama Badai Pasti Berlalu". Kompas.</ref>
 
Baris 65:
Kesuksesan dari album ''Badai Pasti Berlalu'' juga membuat nama Chrisye semakin melambung. Momentum ini digunakan oleh Amin Widjaja, pendiri [[Musica Studio's]] untuk menawarkan kesempatan kepada Chrisye bergabung ke label rekamannya.<ref name="Endah1"/>
 
== Konflik ==
=== Konflik hukum ===
Pada 10 Februari [[1978]], Berlian Hutauruk melalui kuasa hukum Albert Hasibuan memasang iklan di sebuah harian yang isinya menggugat In Chung. Berlian menuntut agar album ''Badai Pasti Berlalu'' ditarik dari peredarannya, serta membayar ganti rugi sebesar 20 Juta. Berlian merasa dalam perjanjiannya dengan Eros, Ia hanya diminta menyanyikan Matahari dan Badai Pasti Berlalu untuk film, serta dua lagu Semusim dan Khayalku sebagai sampel yang rencananya akan ditawarkan ke beberapa produser rekaman.
 
== Penilaian retrospektif ==
Pada tahun [[2007]], album ''Badai Pasti Berlalu'' masuk ke peringkat pertama di dalam daftar "[[150 Album Indonesia Terbaik Majalah Rolling Stone|150 Album Indonesia Terbaik]]" yang diterbitkan oleh majalah [[Rolling Stone]] [[Indonesia]] edisi #32 terbitan Desember 2007.<ref name="rolling"/> Beberapa lagu di album ini juga masuk ke dalam daftar [[150 Lagu Indonesia Terbaik]] yang diterbitkan oleh majalah yang sama edisi #56 terbitan Desember 2009. Diantaranya adalah Badai Pasti Berlalu (peringkat ketiga), Merpati Putih (peringkat keempat puluh tiga), dan Merepih Alam (peringkat kesembilan puluh).<ref name="RSI2">"[http://rollingstone.co.id/read/2011/02/08/181928/1563295/1099/150-lagu-indonesia-terbaik-sepanjang-masa 150 Lagu Indonesia Terbaik Sepanjang Masa] {{webarchive|url=https://web.archive.org/web/20120316143825/http://rollingstone.co.id/read/2011/02/08/181928/1563295/1099/150-lagu-indonesia-terbaik-sepanjang-masa |date=2012-03-16 }}." ''[[Rolling Stone Indonesia]]''. December 2009.</ref>