Jinayah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Pineapplethen (bicara | kontrib)
perbaiki konten dengan menghapus konten dengan sisi pandang tertentu, yang ada tanpa referensi
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Pineapplethen (bicara | kontrib)
Asas teritorial: Aturan Hukum Pidana Islam hanya berlaku di Negara Islam, bukan di semua Negara mayoritas Muslim. Ada banyak Negara mayoritas Muslim namun tidak menjadikan Islam sebagai Agama Negara
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 27:
 
=== Asas teritorial ===
Menurut konsepsi hukum Islam Asas teritorial yaitu hukum pidana Islam hanya berlaku di wilayah di mana hukum Islam diberlakukan. Abu Hanifah berpendapat bahwa Hukum Islam diterapkan atas jarimah (tindak pidana) yang dilakukan di dar as-salam, yaitu tempat-tempat yang masuk dalam kekuasaan pemerintahan Islam tanpa melihat jenis jarimah maupun pelaku, muslim maupun non-muslim. Aturan-aturan pidana Islam hanya berlaku secara penuh untuk wilayah-wilayah negeri muslimIslam. Menurut Imam Abu Yusuf, hukum pidana Islam diterapakan atas jarimah-jarimah yang terjadi di negeri Islam, baik dilakukan oleh penduduk muslim, zimmi maupun musta’man. Alasan yang dikemukakannya adalah bahwa terhadap penduduk muslim diberlakukan hukum pidana Islam karena keIslamannya, dan terhadap penduduk kafir zimmi karena telah ada perjanjian untuk tunduk dan taat kepada peraturan Islam. Sedangkan alasan berlakunya hukum Islam untuk musta’man adalah bahwa janji keamanan yang memberi hak kepadanya untuk tinggal sementara di negeri Islam, diperoleh berdasarkan kesanggupannya untuk tunduk kepada hukum Islam selama ia tinggal di negeri Islam. jarimah yang diperbuat di negeri bukan Islam oleh penduduk negeri Islam (orang muslim atau dzimmi), dengan merugikan orang bukan Islam (penduduk negeri bukan Islam) tidak dapat dihukum, karena tidak adanya kekuasaan atas tempat terjadinya jarimah itu. Pengadilan negeri Islam juga tidak berhak memeriksa segi keperdataan yang timbul dari jarimah. Demikian pula halnya apabila keadaan si korban seperti orang muslim yang tertawan atau orang muslim yang pindah ke negeri Islam.
 
Bagi orang dzimmi yang memperbuat jarimah di negeri-negeri bukan Islam, sedang ia telah meninggalkan sama sekali negeri Islam dengan niat tidak akan kembali, maka apabila dia masuk ke negeri Islam, tidak dikenakan hukuman atas perbuatannya itu, sebab dengan keluarnya dari negeri Islam, ia sudah menjadi orang harbi. Bagi orang Islam yang berbalik agama (murtad) dan meninggalkan negeri Islam, kemudian memperbuat jarimah di negeri bukan Islam, dan sesudah itu ia masuk lagi ke negeri Islam, maka ia tidak dijatuhi hukuman atas jarimahnya, meskipun ia menyatakan memeluk lagi agama Islam.[4]