Sultan Agung dari Mataram: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 96:
}}
[[Berkas:Stamps of Indonesia, 050-06.jpg|jmpl|ka|Perangko [[Republik Indonesia]] cetakan tahun [[2006]] edisi Sultan Agung.]]
'''Sultan Agung dari Mataram''' ({{lang-jv|ꦱꦸꦭ꧀ꦠꦤ꧀ꦲꦒꦸꦁꦲꦢꦶꦥꦿꦧꦸꦲꦚꦏꦿꦏꦸꦱꦸꦩ|Sultan Agung Adi Prabu Anyakrakusuma}}; lahir di [[Kutagede, Mataram]], 1593 – meninggal di [[Karta, Mataram]], 1645) adalah sultan [[Kesultanan Mataram|Mataram]] ketiga yang memerintah dari tahun [[1613]]-[[1645]]. Seorang ''sultan'' sekaligus ''senapati ing ngalaga'' (panglima perang) yang terampil ia membangun negerinya dan mengkonsolidasikan kesultanannya menjadi kekuatan teritorial dan militer yang besar. Di Buku Serat "Sejarah Dalem Kraton Bauwarna Padmasusastra 1898, #205 (Jilid 2/4: Wa) halaman 2:1141" Sultan Agung Hanyakrakusuma Menjalankan Pemerintahan Kesultanan Islam Mataram dengan Pejabat Panglima Wali 8 (delapan) diantaranya 1.[[Syech Jangkung| Panembahan Landhoh/Tandhoh Raden Saridin Syekh Jangkung "Sunan Landhoh"]], 2.Panembahan Jurukiting "Sang Harimau Mataram/macan mataram"(Jurumayem trah Ki jurumertani), 3.Panembahan Agung Giri Liman (karangguwa/kawisguwa/Pakeringan), 4.Panembahan Natapraja Kadilangu (trah Sunan Hadi kalijaga), 5.Panembahan Haji Kadilangu (trah Panembahan Pangulu Nyai Ageng Panenggak Sunan Kalijaga), 6.Panembahan Kabo (Minangkabul Tembayat), 7.Panembahan Pase(Minanglangse Tembayat), 8.Panembahan Raden ing Kajoran (Putrane Pangeran Mas Pangeran Benawa Sultan Pajang).
''Sultan Agung'' atau ''Susuhunan Agung'' (secara harfiah, ''"Sultan Besar"'' atau ''"Yang Dipertuan Agung"'') adalah sebutan gelar dari sejumlah besar literatur yang meriwayatkan karena warisannya sebagai raja Jawa, pejuang, budayawan dan filsuf peletak pondasi [[Kejawen|Kajawen]]. Keberadaannya mempengaruhi dalam kerangka [[budaya Jawa]] dan menjadi pengetahuan kolektif bersama. Sastra Belanda menulis namanya sebagai ''Agoeng de Grote'' (secara harfiah, ''"Agoeng yang Besar"'').
Baris 135:
Sultan Agung menjadi sultan dari Kesultanan Mataram pada tahun 1613 M. Masa pemerintahannya berlangsung hingga tahun 1645 M.<ref>{{Cite journal|last=Septriani, L. D., Wahyuni, A., dan Purnomo, B.|date=2020|title=Analisis Karakter Cinta Tanah Air melalui Novel Berjudul Sultan Agung: Tonggak Kokoh Bumi Mataram|url=https://media.neliti.com/media/publications/346521-analisis-karakter-cinta-tanah-air-melalu-682bfe10.pdf|journal=Literacy : Jurnal Ilmiah Sosial|volume=2|issue=2|pages=66}}</ref> Ia naik takhta untuk menggantikan posisi dari [[Pangeran Martapura]].<ref>{{Cite book|last=Sekretaris Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta|date=2017|url=https://birotapem.jogjaprov.go.id/berita/22.pdf|title=Sejarah Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta|location=Yogyakarta|publisher=Biro Tata Pemerintah, Sekretaris Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta|pages=17|url-status=live}}</ref> Sultan Agung ketika menjadi raja baru berusia 20 tahun.<ref>{{Cite journal|last=Maharsi|date=2016|title=Sultan Agung: Simbol Kejayaan Kasultanan Islam Jawa|url=https://jrd.bantulkab.go.id/wp-content/uploads/2017/03/2016-08-03-sultanagung.pdf|journal=Jurnal Riset Daerah|volume=XV|issue=2|pages=2475}}</ref> Pangeran Martapura merupakan saudara tirinya yang menjadi Sultan Mataram ketiga selama satu hari. Sultan Agung secara teknis adalah sultan Mataram keempat, tetapi ia umumnya dianggap sebagai sultan ketiga, karena penobatan saudara tirinya yang [[tunagrahita]] hanya untuk memenuhi janji ayahnya kepada istrinya, Ratu Tulungayu, ibu Pangeran Martapura.{{Butuh rujukan}}
Pada tahun kedua pemerintahan Sultan Agung, [[Ki Juru Martani|Patih Mandaraka]] meninggal karena usianya sudah tua, dan posisinya sebagai patih diduduki oleh [[Tumenggung Singaranu]] bersama pejabat panglima wali 8 (wolu) Sesuai "bukti otentik" serat Di Buku Serat "Sejarah Dalem Kraton Bauwarna Padmasusastra 1898, #205 (Jilid 3/1: Pa) halaman 3:1411". Bahwa Tumenggung Singaranu Putrane Kyai Pangulu Ki Baratkatiga Putrane Pangeran Ngatasangin Putrane Arya Penangsang Adipati ing Jipang Panolan Putrane Pangeran Sekar kang Seda ing kali Putrane Raden Fatah Sultan Demak .{{Butuh rujukan}}
Ibu kota Mataram pada era penobatannya masih berada di [[Kutagede, Mataram|Kutagede]]. Pada 1614, sebuah istana baru dibangun di [[Karta]], sekitar 5 km di barat daya Kutagede, yang mulai ditempati 4 tahun kemudian.{{Butuh rujukan}}
|