Peristiwa kehancuran [[Singhasari]] terjadi pada tahun [[1292]]. Jayakatwang lalu menjadi raja, dengan [[Kadiri]] sebagai pusat pemerintahannya. Atas saran [[Aria Wiraraja]], Jayakatwang memberikan pengampunan kepada [[Raden Wijaya]] yang datang menyerahkan diri. [[Raden Wijaya]] kemudian diberi alas Tarik ([[Hutan]] [[Tarik, Sidoarjo]]) untuk dibuka menjadi kawasan perburuan.
Sesungguhnya [[Aria Wiraraja]] telah berbalik melawan Jayakatwang. Saat itu Wiraraja ganti membantu [[Raden Wijaya]] untuk merebut kembali takhta peninggalan mertuanya. Pada tahun [[1293]] [[Invasi Yuan-Mongol ke Jawa|pasukan Mongol datang]] untuk menghukum [[Kertanagara]] yang telah berani menyakiti utusan [[Kubilai Khan]] tahun 1289. Pasukan [[Mongol]] tersebut diterima [[Raden Wijaya]] di desanya yang bernama [[Majapahit]]. [[Raden Wijaya]] yang mengaku sebagai ahli waris [[Kertanagara]] bersedia menyerahkan diri kepada [[Kubilai Khan]] asalkan terlebih dahulu dibantu mengalahkan Jayakatwang.
[[Berita Tiongkok]] menyebutkan perang terjadi pada tanggal 20 Maret 1293. Gabungan pasukan [[Mongol]] dan [[Majapahit]] menggempur kota [[Kadiri]] sejak pagi hari. Sekitar 5000 orang [[Kadiri]] tewas menjadi korban. Akhirnya pada sore harinya, Jayakatwang menyerah dan ditawan di atas kapal [[Mongol]].
Dikisahkan kemudian pasukan [[Mongol]] ganti diserang balik oleh pihak [[Majapahit]] untuk diusir keluar dari tanah [[Jawa]]. Sebelum meninggalkan [[Jawa]], pihak [[Mongol]] sempat menghukum mati Jayakatwang dan Ardharaja di atas kapal mereka.
Menurut kitab ''[[Pararaton]]'' dan Kidung [[Panji Wijayakrama]], Jayakatwang yang telah menyerah lalu ditawan di benteng pertahanan Mongol di Hujung Galuh. Menurut ''[[Pararaton]]'' dan ''[[Kidung Harsawijaya'']], ia meninggal di dalam tahanan penjara Hujung Galuh setelah menyelesaikan sebuah karya sastra berjudul ''Kidung Wukir Polaman''.