Hak cipta di Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 10 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.5
Gibranalnn (bicara | kontrib)
Tentang keluarnya Indonesia dari Konvensi Bern. Cite akan ditambahkan di edit berikutnya
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 5:
 
== Sejarah hak cipta di Indonesia ==
Pada tahun [[1958]], [[Perdana Menteri Indonesia|Perdana Menteri]] [[Djuanda]] menyatakan Indonesia keluar dari [[Konvensi Bern]]. Meski alasan utamanya adalah "agar para intelektual Indonesia bisa memanfaatkan hasil karya, cipta, dan karya bangsa asing tanpa harus membayar royalti," keluarnya Indonesia dari Konvensi Bern ternyata juga memiliki alasan politis yang berkaitan dengan [[sengketa Irian Barat]]: ''Auteurswet [[1912]]'' ''Staatsblad'' Nomor 600 tahun 1912 (undang-undang yang sama, dengan perubahan signifikan, masih berlaku di Belanda) dianggap hukum kolonial dan pemerintah menyatakan Indonesia tidak ingin menjadi anggota Konvensi Bern hingga disahkannya undang-undang baru tentang hak cipta. Selain itu, tidak diundangnya Indonesia sebagai negara merdeka untuk menandatangani revisi Konvensi Bern di [[Brussels]] pada tahun [[1948]]—saat Indonesia masih dalam [[Revolusi Nasional Indonesia|perang kemerdekaan]]—merupakan alasan lain.
 
Pada tahun [[1982]], [[Pemerintah Indonesia]] mencabut pengaturan tentang hak cipta berdasarkan ''Auteurswet [[1912]]'' Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 (undang-undang yang sama, dengan perubahan signifikan, masih berlaku di Belanda) dan menetapkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang merupakan undang-undang hak cipta yang pertama di Indonesia{{ref|tanyajawab}}. Undang-undang tersebut kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun [[1987]], Undang-undang Nomor 12 Tahun [[1997]], Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002, dan pada akhirnya dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 yang kini berlaku.
 
Perubahan undang-undang tersebut juga tak lepas dari peran [[Indonesia]] dalam pergaulan antarnegara. Pada tahun [[1994]], pemerintah meratifikasi pembentukan [[Organisasi Perdagangan Dunia]] (''World Trade Organization'' – WTO), yang mencakup pula ''Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Propertyrights'' – [[TRIPs]] ("Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual"). Ratifikasi tersebut diwujudkan dalam bentuk Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994. Pada tahun 1997, [[Pemerintah Indonesia|pemerintah]] meratifikasi kembali [[Konvensi Bern]] melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan juga meratifikasi ''World Intellectual Property Organization Copyrights Treaty'' ("Perjanjian Hak Cipta WIPO") melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997{{ref|uu19'02pjls|2}}.