Hindia Belanda: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: halaman dengan galat kutipan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Merapikan artikel
Baris 204:
Sejarah ekonomi koloni terkait erat dengan kesehatan ekonomi negara induk.[100] Meskipun keuntungan yang meningkat dari sistem pajak tanah Belanda, keuangan Belanda sangat dipengaruhi oleh biaya [[Perang Diponegoro|Perang Jawa]] dan [[Perang Padri]], dan [[Perang Belanda-belgia|kekalahan Belanda atas Belgia pada tahun 1830]] membawa Belanda ke jurang kebangkrutan. Pada tahun 1830, seorang gubernur jenderal baru, [[Johannes van den Bosch]], ditunjuk untuk membuat Hindia membayar melalui eksploitasi Belanda atas sumber dayanya. Dengan dominasi politik Belanda di seluruh Jawa untuk pertama kalinya pada tahun 1830, [101] dimungkinkan untuk memperkenalkan kebijakan pertanian penanaman paksa yang dikendalikan pemerintah. Disebut [[Cultuurstelsel|cultuurstelsel (sistem tanam) dalam bahasa Belanda dan tanam paksa (tanaman paksa)]] di Indonesia, petani diwajibkan untuk menyerahkan, sebagai bentuk pajak, hasil panen tertentu dalam jumlah tetap, seperti gula atau kopi.[102] Sebagian besar Jawa menjadi perkebunan Belanda dan pendapatan terus meningkat selama abad ke-19 yang diinvestasikan kembali ke Belanda untuk menyelamatkannya dari kebangkrutan.[19][102] Antara tahun 1830 dan 1870, 840 juta gulden (€8 miliar pada tahun 2018[103]) diambil dari Hindia Timur, rata-rata menghasilkan sepertiga dari anggaran tahunan pemerintah Belanda.[104][105] Akan tetapi, Sistem Tanam Paksa membawa banyak kesulitan ekonomi bagi para petani Jawa, yang menderita kelaparan dan wabah penyakit pada tahun 1840-an.[19]
[[File:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Het_hoofdkantoor_van_de_Deli_Maatschappij_TMnr_60006949.jpg|pra=https://en.wiki-indonesia.club/wiki/File:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Het_hoofdkantoor_van_de_Deli_Maatschappij_TMnr_60006949.jpg|jmpl|Markas Perusahaan Deli di Medan sekitar tahun 1925]]Pendapat publik yang kritis di Belanda menyebabkan banyak ekses Sistem Tanam Paksa dihilangkan di bawah [[Reformasi agraria|reformasi agraria "Periode Liberal".]]  Menurut sebuah penelitian, angka kematian di Jawa akan menjadi 10–20% lebih tinggi pada akhir tahun 1870-an jika sistem kerja paksa tidak dihapuskan.[106]  Modal swasta Belanda mengalir masuk setelah tahun 1850, terutama di bidang pertambangan timah dan pertanian perkebunan.  Tambang timah Martavious Company di lepas pantai timur Sumatera dibiayai oleh sindikat pengusaha Belanda, termasuk adik [[Wilhelm II dari Jerman|Raja William III]].  Penambangan dimulai pada tahun 1860. Pada tahun 1863 [[Jacob Nienhuys]] memperoleh konsesi dari [[Kesultanan Deli]] ([[Sumatra Timur|Sumatera Timur]]) untuk perkebunan tembakau besar (Perusahaan Deli).[107]  Sejak tahun 1870, Hindia dibuka untuk perusahaan swasta dan para pengusaha Belanda mendirikan perkebunan besar yang menguntungkan.  Produksi gula berlipat ganda antara tahun 1870 dan 1885;  tanaman baru seperti teh dan cinchona tumbuh subur, dan karet diperkenalkan, yang menyebabkan peningkatan keuntungan Belanda secara dramatis.  Perubahan tidak terbatas pada Jawa, atau pertanian;  minyak dari Sumatra dan Kalimantan menjadi sumber daya berharga bagi industrialisasi Eropa.  Kepentingan komersial Belanda meluas dari Jawa ke pulau-pulau terluar dengan semakin banyak wilayah yang berada di bawah kendali atau dominasi langsung Belanda pada paruh kedua abad ke-19.[19]  Namun, akibat dari kelangkaan lahan untuk produksi beras, dikombinasikan dengan peningkatan populasi secara dramatis, terutama di Jawa, menyebabkan kesulitan lebih lanjut.[19
[[File:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Kantoor_van_de_Javasche_Bank_in_Bandjermasin_TMnr_10015481.jpg|pra=https://en.wiki-indonesia.club/wiki/File:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Kantoor_van_de_Javasche_Bank_in_Bandjermasin_TMnr_10015481.jpg|kiri|jmpl|De Javasche Bank in Banjarmasin]]Eksploitasi kekayaan Indonesia secara kolonial berkontribusi pada industrialisasi Belanda, sekaligus meletakkan dasar bagi industrialisasi Indonesia.  Belanda memperkenalkan kopi, teh, kakao, tembakau dan karet, dan hamparan luas Jawa menjadi perkebunan yang dibudidayakan oleh petani Jawa, dikumpulkan oleh perantara Cina, dan dijual di pasar luar negeri oleh pedagang Eropa.[19]  Pada akhir abad ke-19, pertumbuhan ekonomi didasarkan pada permintaan dunia yang tinggi akan teh, kopi, dan kina.  Pemerintah banyak berinvestasi dalam jaringan kereta api (panjang 240  km atau 150 mil pada tahun 1873, 1.900  km atau 1.200 mil pada tahun 1900), serta jalur telegraf, dan pengusaha membuka bank, toko, dan surat kabar.  Hindia Belanda menghasilkan sebagian besar pasokan kina dan lada dunia, lebih dari sepertiga karetnya, seperempat produk kelapanya, dan seperlima teh, gula, kopi, dan minyaknya.  Keuntungan dari Hindia Belanda menjadikan Belanda salah satu kekuatan kolonial paling signifikan di dunia.[19]  Jalur pelayaran [[Koninklijke Paketvaart Maatschappij|Koninklijke Paketvaart-Maatschappij]] mendukung penyatuan ekonomi kolonial dan membawa pelayaran antar pulau ke Batavia, bukan melalui Singapura, sehingga lebih memfokuskan kegiatan ekonomi di Jawa.[108]
[[File:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Arbeiders_poseren_bij_een_in_aanbouw_zijnde_spoorwegtunnel_in_de_bergen_TMnr_60047638.jpg|pra=https://en.wiki-indonesia.club/wiki/File:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Arbeiders_poseren_bij_een_in_aanbouw_zijnde_spoorwegtunnel_in_de_bergen_TMnr_60047638.jpg|jmpl|Para pekerja berpose di lokasi terowongan kereta api yang sedang dibangun di pegunungan, 1910]]Resesi di seluruh dunia pada akhir tahun 1880-an dan awal tahun 1890-an menyebabkan harga komoditas yang menjadi sandaran koloni runtuh.  Wartawan dan pegawai negeri mengamati bahwa mayoritas penduduk Hindia tidak lebih baik daripada di bawah ekonomi Sistem Tanam yang diatur sebelumnya dan puluhan ribu orang kelaparan.[109]  Harga komoditas pulih dari resesi, menyebabkan peningkatan investasi di koloni.  Perdagangan gula, timah, kopra, dan kopi tempat koloni dibangun berkembang pesat, dan karet, tembakau, teh, dan minyak juga menjadi ekspor utama.[110]  Reformasi politik meningkatkan otonomi administrasi kolonial lokal, menjauh dari kendali pusat dari Belanda, sementara kekuasaan juga dialihkan dari pemerintah pusat Batavia ke unit-unit pemerintahan yang lebih lokal.
 
Ekonomi dunia pulih pada akhir 1890-an dan kemakmuran kembali.  Investasi asing, terutama oleh Inggris, didorong.  Pada tahun 1900, aset asing di Hindia Belanda berjumlah sekitar 750 juta gulden ($300 juta), sebagian besar di Jawa.[111]
 
Setelah tahun 1900, peningkatan infrastruktur pelabuhan dan jalan menjadi prioritas utama Belanda, dengan tujuan memodernisasi ekonomi, memfasilitasi perdagangan, dan mempercepat pergerakan militer.  Pada tahun 1950, para insinyur Belanda telah membangun dan meningkatkan jaringan jalan dengan 12.000  km permukaan beraspal, 41.000  km jalan berlapis logam, dan 16.000  km permukaan kerikil.[112]  Selain itu, Belanda membangun rel kereta api sepanjang 7.500 kilometer (4.700 mil), jembatan, sistem irigasi seluas 1,4 juta hektar (5.400 mil persegi) sawah, beberapa pelabuhan, dan 140 sistem air minum umum.  Wim Ravesteijn mengatakan bahwa, "Dengan pekerjaan umum ini, para insinyur Belanda membangun bahan dasar negara Indonesia kolonial dan pascakolonial."[113]
 
=== Hukum dan administrasi ===
Baris 713:
[[File:MuseumSumpahPemuda-20-PerhimpunanPelajarPelajarIndonesia.jpg|pra=https://en.wiki-indonesia.club/wiki/File:MuseumSumpahPemuda-20-PerhimpunanPelajarPelajarIndonesia.jpg|ka|jmpl|Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia Delegasi Sumpah Pemuda, peristiwa penting dimana bahasa Indonesia ditetapkan menjadi bahasa nasional, 1928]]Di seluruh nusantara, ratusan bahasa asli digunakan, dan [[kreol Melayu]] atau [[Portugal|Portugis]] bahasa perdagangan yang ada, diadopsi.  Sebelum tahun 1870, ketika pengaruh [[kolonial Belanda]] sebagian besar terbatas di Jawa, [[bahasa Melayu]] digunakan di sekolah-sekolah negeri dan program pelatihan sehingga lulusannya dapat berkomunikasi dengan kelompok-kelompok dari daerah lain yang berimigrasi ke Jawa.[114]  Pemerintah kolonial berusaha untuk membakukan bahasa Melayu berdasarkan versi dari Riau dan Malaka, dan kamus ditugaskan untuk komunikasi pemerintah dan sekolah bagi masyarakat adat.[115]  Pada awal abad ke-20, para pemimpin kemerdekaan Indonesia mengadopsi bentuk bahasa Melayu dari Riau, dan menyebutnya bahasa Indonesia. Pada paruh kedua abad ke-19, wilayah nusantara lainnya, tempat ratusan kelompok bahasa digunakan, berada di bawah kendali belanda.  Dalam memperluas program pendidikan pribumi ke wilayah-wilayah ini, pemerintah menetapkan "bahasa Melayu baku" ini sebagai bahasa koloni.[116]
 
Bahasa Belanda tidak dijadikan bahasa resmi koloni dan tidak digunakan secara luas oleh penduduk pribumi Indonesia.[117]  Mayoritas orang Belanda yang diakui secara hukum adalah orang Indo-Eurasia dwibahasa.[118]  Bahasa Belanda hanya digunakan oleh segelintir elit terpelajar, dan pada tahun 1942, sekitar dua persen dari total populasi di [[Hindia Belanda]] berbicara bahasa Belanda, termasuk lebih dari 1 juta penduduk asli Indonesia.[119]  Sejumlah kata serapan Belanda digunakan dalam bahasa Indonesia masa kini, khususnya istilah teknis (lihat Daftar kata serapan Belanda dalam bahasa Indonesia).  Kata-kata ini umumnya tidak memiliki alternatif dalam bahasa Melayu dan diadopsi ke dalam kosakata bahasa Indonesia memberikan wawasan linguistik tentang konsep mana yang merupakan bagian dari warisan kolonial Belanda.  [[Hendrik Maier]] dari [[Universitas California, Berkeley|University of California]] mengatakan bahwa sekitar seperlima dari bahasa Indonesia kontemporer dapat ditelusuri ke bahasa Belanda.[120]
 
Sastra berbahasa Belanda terinspirasi oleh Hindia kolonial dan pascakolonial dari Zaman Keemasan Belanda hingga saat ini. Ini termasuk penulis Belanda, Indo-Eropa, dan Indonesia.  Pokok bahasannya secara tematis berkisar pada era kolonial Belanda, tetapi juga mencakup wacana pascakolonial. Mahakarya dari genre ini antara lain [[Max Havelaar]] karya [[Eduard Douwes Dekker|Multatuli]]: [[Or The Coffee Auctions of the Dutch Trading Company|Or The Coffee Auctions of the Dutch Trading Company,]], [[Hidden Force]] karya [[Louis Couperus]], [[Country of Origin]] karya [[Eddy du Perron|E. du Perron]], dan [[The Ten Thousand Things]] karya [[Maria Dermoût]].[121][122]
 
Sebagian besar sastra Belanda ditulis oleh penulis Belanda dan Indo-Eropa.  Namun, pada paruh pertama abad ke-20 di bawah [[Politik Etis|Kebijakan Etis]], penulis dan cendekiawan pribumi Indonesia datang ke Belanda untuk belajar dan bekerja.  Mereka menulis karya sastra berbahasa Belanda dan menerbitkan karya sastra dalam resensi sastra seperti [[Het Getij]], [[De Gemeenschap]], [[Links Richten]], dan [[Forum]].  Dengan menjelajahi tema-tema sastra baru dan memusatkan perhatian pada protagonis pribumi, mereka menarik perhatian pada budaya pribumi dan penderitaan pribumi.  Contohnya termasuk pangeran dan penyair Jawa [[Noto Soeroto]], seorang penulis dan jurnalis, dan tulisan berbahasa Belanda dari [[Suwarsih Djojopuspito|Soewarsih Djojopoespito]], [[Chairil Anwar]], [[Kartini]], [[Sutan Sjahrir]] dan [[Soekarno|Sukarno]].[123]  Sebagian besar wacana pascakolonial dalam kesusastraan Hindia Belanda ditulis oleh pengarang Indo-Eropa yang dipimpin oleh "avant garde visioner" [[Tjalie Robinson]], yang merupakan pengarang Belanda dengan bacaan terbaik di Indonesia kontemporer,[124] dan generasi kedua imigran Indo-Eropa  seperti [[Marion Bloem]].
===Seni Visual===
[[File:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Olieverfschildering_voorstellend_de_grote_postweg_bij_Buitenzorg_TMnr_1012-1.jpg|pra=https://en.wiki-indonesia.club/wiki/File:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Olieverfschildering_voorstellend_de_grote_postweg_bij_Buitenzorg_TMnr_1012-1.jpg|ka|jmpl|Penggambaran romantis De Grote Postweg dekat Buitenzorg]]Keindahan alam Hindia Timur telah mengilhami karya-karya seniman dan pelukis yang sebagian besar mengabadikan pemandangan romantis Hindia kolonial.  Istilah Mooi Indië (Bahasa Belanda untuk "Hindia Indah") awalnya diciptakan sebagai judul dari 11 reproduksi lukisan cat air [[Du Chattel]] yang menggambarkan pemandangan Hindia Timur yang diterbitkan di [[Amsterdam]] pada tahun 1930. Istilah ini menjadi terkenal pada tahun 1939 setelah [[Sindoedarsono Soedjojono|S. Sudjojono]] menggunakan itu untuk mengolok-olok para pelukis yang hanya melukiskan semua hal indah tentang Hindia.[125]  [[Mooi Indie|Mooi Indië]] kemudian diidentifikasi sebagai genre lukisan yang terjadi pada masa kolonial Hindia Timur yang menangkap penggambaran romantisme Hindia Belanda sebagai tema utama;  sebagian besar pemandangan alam pegunungan, gunung berapi, sawah, lembah sungai, desa, dengan pemandangan abdi dalem, bangsawan, dan terkadang wanita pribumi bertelanjang dada.  Beberapa pelukis Mooi Indië terkemuka adalah seniman Eropa: [[F. J. du Chattel]], [[Manus Bauer]], [[Nieuwkamp]], ​​[[Isaac Israëls|Isaac Israel]], [[PAJ Moojen]], [[Carel Dake]], dan [[Romualdo Locatelli]] [itu];  Pelukis Belanda kelahiran Hindia Timur: [[Henry van Velthuijzen]], [[Charles Sayers]], [[Ernest Dezentje]], [[Leonard Eland]] dan [[Jan Frank]];  Pelukis pribumi: [[Raden Saleh]], [[Pirngadie|Mas Pirngadie]], [[Abdullah Suriosubroto|Abdullah Surisubroto]], [[Wakidi]], [[Basuki Abdullah]], [[Soeryo Soebanto|Mas Soeryo Soebanto]] dan [[Henk Ngantung]];  dan juga pelukis Tionghoa: [[Lee Man Fong]], [[Oei Tiang Oen|Oei Tiang Oen,]], dan [[Siauw Tik Kwie]].  Para pelukis ini biasanya memamerkan karyanya di galeri seni seperti [[Bataviasche Kuntkringgebouw]], [[Theosofie Vereeniging]], [[Kunstzaal Kolff & Co]] dan [[Hotel des Indes|Hotel Des Indes]].
 
===Teater dan film===
{{See also|Daftar film Hindia Belanda|Daftar produser film Hindia Belanda|Daftar sutradara film Hindia Belanda}}
[[File:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Bioscoop_Mimosa_in_Batoe_TMnr_60052449.jpg|pra=https://en.wiki-indonesia.club/wiki/File:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Bioscoop_Mimosa_in_Batoe_TMnr_60052449.jpg|jmpl|Bioskop Bioscoop Mimosa di Batu, Jawa, 1941]]Sebanyak 112 film fiksi diketahui telah diproduksi di [[Hindia Belanda]] antara tahun 1926 dan pembubaran koloni pada tahun 1949. Film paling awal, yang diimpor dari luar negeri, ditayangkan pada akhir tahun 1900,[126] dan pada awal tahun 1920-an diimpor  serial dan film fiksi ditampilkan, seringkali dengan nama lokal.[127]  Perusahaan Belanda juga memproduksi film dokumenter tentang Hindia Belanda untuk ditayangkan di Belanda.[128]  Film produksi lokal pertama, [[Loetoeng Kasaroeng]], disutradarai oleh [[L. Heuveldorp]] dan dirilis pada 31 Desember 1926.[129]  Antara 1926 dan 1933 banyak produksi lokal lainnya dirilis.  Selama pertengahan tahun 1930-an, produksi turun sebagai akibat dari Depresi Hebat.[130]  Tingkat produksi menurun lagi setelah pendudukan Jepang dimulai pada awal 1942, menutup semua kecuali satu studio film.[131]  Sebagian besar film yang diproduksi selama pendudukan adalah film pendek propaganda Jepang.[132]  Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tahun 1945 dan selama revolusi berikutnya, beberapa film dibuat, baik oleh pendukung pro-Belanda maupun pro-Indonesia.[133][134]
 
Umumnya film-film yang diproduksi di Hindia Belanda mengangkat kisah-kisah tradisional atau diadaptasi dari karya-karya yang sudah ada.[135]  Film-film awal adalah [[film bisu]], dengan [[Karnadi Anemer Bangkong]] ([[Karnadi si Kontraktor Katak; 1930]]) umumnya dianggap sebagai film bicara pertama;[136][sumber yang lebih baik diperlukan] film-film selanjutnya akan menggunakan bahasa Belanda, Melayu, atau bahasa pribumi.  Semuanya hitam-putih.  Antropolog visual Amerika [[Karl G. Heider]] menulis bahwa semua film sebelum tahun 1950 hilang.[137]  Namun, Katalog Film Indonesia [[JB Kristanto]] mencatat beberapa di antaranya bertahan di arsip Sinematek Indonesia, dan Biran menulis bahwa beberapa film propaganda Jepang bertahan di Dinas Penerangan Pemerintah Belanda.[138]
Baris 750:
[[File:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Studioportret_van_een_Europees_echtpaar_gekleed_in_saroeng_kabaja_en_ochtendbroek_TMnr_60048827.jpg|pra=https://en.wiki-indonesia.club/wiki/File:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Studioportret_van_een_Europees_echtpaar_gekleed_in_saroeng_kabaja_en_ochtendbroek_TMnr_60048827.jpg|kiri|jmpl|Pasangan kolonial Belanda pada awal abad ke-20 mengenakan busana batik dan kebaya asli]]Pengaruh mode antara kolonial dan pribumi adalah fenomena timbal balik. Sama seperti orang Eropa mempengaruhi penduduk asli, penduduk asli juga mempengaruhi kolonial Eropa. Misalnya, kain Eropa yang tebal dianggap terlalu panas untuk dipakai di iklim tropis. Dengan demikian, busana ringan dari kain kebaya yang tipis serta sarung batik yang nyaman dan mudah dikenakan dinilai cukup cocok untuk busana sehari-hari di iklim Hindia Timur yang panas dan lembab.
 
Kemudian dalam sejarah Hindia Belanda, ketika gelombang baru orang Eropa dibawa ke koloni, banyak yang mengadopsi gaya Indonesia, bahkan banyak yang memakai [[kebaya]] tradisional Jawa di rumah.[152]  [[Batik]] juga berpengaruh besar bagi Belanda.  Teknik ini sangat menarik bagi mereka sehingga mereka membawa teknik tersebut ke koloni mereka di [[Afrika]] di mana teknik tersebut diadopsi dengan pola Afrika.[153]  Sebagian besar, [[Europeanen|orang Eropa]] di [[Hindia Belanda]], berpegang teguh pada gaya berpakaian tradisional Eropa.  Tren mode dari Paris masih sangat dihargai dan dianggap sebagai lambang gaya.  Wanita mengenakan gaun dan rok dan pria mengenakan celana dan kemeja.
 
== Olahraga ==
Baris 770:
Banyak keluarga kolonial yang masih hidup dan keturunan mereka yang pindah kembali ke Belanda setelah kemerdekaan cenderung untuk mengenang kembali era kolonial dengan perasaan kekuatan dan prestise yang mereka miliki di koloni, dengan barang-barang seperti buku tahun 1970 ''Tempo Doeloe'' oleh penulis [[Rob Nieuwenhuys]], serta buku-buku dan materi lain yang menjadi sangat umum ditemui pada 1970-an dan 1980-an.<ref>Nieuwenhuys, Robert, (1973) Tempo doeloe: fotografische documenten uit het oude Indie, 1870–1914 [door] E. Breton de Nijs (pseud. of Robert Nieuwenhuys) Amsterdam: Querido, {{ISBN|90-214-1103-2}}–noting that the era wasn't fixed by any dates–noting the use of Tio, Tek Hong,(2006) Keadaan Jakarta tempo doeloe: sebuah kenangan 1882–1959 Depok: Masup Jakarta {{ISBN|979-25-7291-0}}</ref> Selain itu, sejak abad ke-18 dunia sastra Belanda memiliki sejumlah besar penulis mapan, seperti [[Louis Couperus]], penulis "[[The Hidden Force]]", mengambil era kolonial sebagai sumber inspirasi penting.<ref>Nieuwenhuys (1999)</ref> Bahkan salah satu karya agung [[sastra Belanda]] adalah buku "[[Max Havelaar]]" yang ditulis oleh [[Multatuli]] pada tahun 1860.<ref>Etty, Elsbeth literary editor for the [[NRC handelsblad]] "Novels: Coming to terms with Calvinism, colonies and the war." (NRC Handelsblad. Juli 1998) [http://retro.nrc.nl/W2/Lab/Profiel/Nederland/novels.html]</ref>
 
Mayoritas orang Belanda yang dipulangkan ke Belanda setelah dan selama revolusi Indonesia adalah [[orang Indo]] (Eurasia) asli dari pulau-pulau di [[Hindia Belanda]]. Populasi [[Eurasia (ras campuran)|Eurasia]] yang relatif besar ini telah berkembang selama 400 tahun dan diklasifikasikan oleh hukum kolonial sebagai komunitas hukum Eropa.<ref>Bosma U., Raben R. ''Being "Dutch" in the Indies: a history of creolisation and empire, 1500–1920'' (University of Michigan, NUS Press, 2008), {{ISBN|9971-69-373-9}} [https://books.google.com/books?id=47wCTCJX9X4C&dq=Carel+Pieter+Brest+van+Kempen&source=gbs_navlinks_s]</ref> Di Belanda mereka disebut sebagai [[orang Indo]] (kependekan dari Indo-Eropa). Dari 296.200 orang yang dikategorikan sebagai 'repatriat Belanda', hanya 92.200 orang Belanda yang lahir di Belanda.<ref>Willems, Wim, ''’De uittocht uit Indie 1945–1995’'' (Publisher: Bert Bakker, Amsterdam, 2001) pp.12–13 {{ISBN|90-351-2361-1}}</ref>
 
Orang Indo saat ini—termasuk keturunan generasi ke-2 mereka, merupakan kelompok kelahiran asing terbesar di Belanda. Pada tahun 2008, [[Biro Sensus Belanda untuk Statistik (CBS)]]<ref>[http://www.cbs.nl/nl-NL/menu/themas/bevolking/cijfers/default.htm Official CBS website containing all Dutch demographic statistics.]</ref> mendaftarkan 387.000 orang Indo generasi pertama dan kedua yang tinggal di Belanda.<ref>De Vries, Marlene. ''Indisch is een gevoel, de tweede en derde generatie Indische Nederlanders.'' (Amsterdam University Press, 2009) {{ISBN|978-90-8964-125-0}} {{cite web|title=Archived copy|url=http://www.imes.uva.nl/research/IMESsecondthirdgenerationsDutchEurasians.html|archiveurl=https://web.archive.org/web/20090817070552/http://www.imes.uva.nl/research/IMESsecondthirdgenerationsDutchEurasians.html|archivedate=17 Agustus 2009|deadurl=yes|accessdate=4 Februari 2016|df=dmy-all}} [https://books.google.com/books?id=PNo0ZYamYsUC&printsec=frontcover&dq='Indisch+is+een+gevoel'&source=bl&ots=2PpWDDOQo4&sig=SBvaqropvzfBt9UcH8wKGMXqIXw&hl=nl&ei=H8zGS4KzFYyTOJq69MgM&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=7&ved=0CB0Q6AEwBg#v=twopage&q&f=false] hlm. 369</ref> Meskipun sepenuhnya dianggap berasimilasi ke dalam masyarakat Belanda, sebagai etnis minoritas utama di Belanda, para 'Repatriat' ini telah memainkan peran penting dalam memperkenalkan unsur-unsur budaya Indonesia ke dalam budaya umum di Belanda. Hampir setiap kota di Belanda akan memiliki 'Toko' (Toko Indonesia Belanda) atau restoran Indonesia<ref>{{cite web|url=http://indisch-eten.startpagina.nl/|title=Indisch-eten Startpagina, verzameling van interessante links|author=Startpagina B.V.|publisher=}}</ref> dan banyak pameran '[[Pasar Malam]]' (Pasar Malam di Melayu/Indonesia) diselenggarakan sepanjang tahun.
Baris 825:
{{Authority control}}
{{Coord|2.0|S|118.0|E|display=title|source:dewiki}}
 
[[Kategori:Kolonisasi Eropa di Asia]]
[[Kategori:Koloni Belanda]]